Mohon tunggu...
ROCHADI TAWAF
ROCHADI TAWAF Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen Fapet Unpad

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dampak Sosial Ekonomi Epidemi Penyakit Mulut dan Kuku Terhadap Pembangunan Peternakan di Indonesia

5 Mei 2016   20:34 Diperbarui: 4 April 2017   17:29 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Penjelasan Ahli Sosial Ekonomi Peternakan, Pada Sidang IV Mahkamah Konstitusi Jakarta, tanggal 27 April 2016

Mengawali paparan  saya sebagai saksi Ahli dalam sidang Pengujian UU No. 41/2014  tentang Perubahan atas UU No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di forum yang sangat terhormat ini,  ijinkanlah saya menyampaikan bahwa apa yang akan saya sampaikan ini merupakan pertanggungjawaban saya bukan hanya sebagai akademisi, tetapi juga, saya pertanggung jawabkan kepada bangsa dan Negara yang tercinta ini , serta  kepada Allah SWT.

Saya menyadari bahwa apa yang saya sampaikan ini terkait bukan hanya kepada kepentingan bangsa dan Negara tetapi juga kepada sekitar 5,4 juta rumah tangga peternak sapi dan jutaan rumah tangga pemilik ternak berkuku genap seperti kerbau, kambing, domba, dan babi. 

Selanjutnya perkenankanlah saya menyampaikan bahwa  dalam pembangunan terdapat beberapa paham ekonomi antara lain : Ekonomi berbasis Penguasaan lahan,Modal (Kapital),Sumberdaya Manusia,Energi dan ekonomi penguasaan Pangan.Dariberbagaipaham tersebut, paham  ekonomi berbasis penguasaan pangan adalah  yang paling relevan  terkait dengan  pasal yangsedangdiajukanpadauji materiini. 

Di era digital dan perdagangan bebas saat ini, penguasaan pangan telah dijadikan dasar bagi suatu negara dalam menata kehidupan perekonomian guna kesejahtaraan bagi rakyatnya. Dikenal dengan berbagai konsep pembangunan berbasis pangan, seperti swasembada, ketahanan, keamananan  dan kedaulatan pangan.

Atas dasar hal tersebut, kini muncul berbagai upaya penguasaan pangan dunia dalam sistem perekonomian antar negara melalui cara-cara yang kadangkala tidak lazim atau tidak normatif, seperti “bio terorism”,  “bio subversif atau economic terorism” (Donaldson dan Doel 1994, dalam Sudardjat, 2015). Upaya-upaya yang dilakukan kelompok masyarakat ini pada umumnya dilaksanakan secara sistemik, terstruktur, dan berkelanjutan oleh karenanya diperlukan kewaspadaan kita dalam kaitannya menghadapi situasi seperti ini.  

Yang Mulia Majelis Hakim.

Seperti yang telah disampaikan oleh para ahli sebelumnya bahwa  salah satu yang membahayakan dengan masuknya produk ternak ruminansia atau  juga hewan hidup ruminansia dari Negara yang statusnya belum bebas Penyakit  Hewan Menular Utama adalah  masuknya PMK. Dipastikan jika terjadi epidemi atau outbreak PMK akan mengakibatkan terjadi kerugian sosial ekonomi yang sangat besar.

Berdasarkan Sensus Pertanian yang dilakukan oleh BPS tahun 2013 yang lalu ternyata bahwa sekitar 98 % ternak sapi dikuasai olehusahaPeternakan Rakyat yang berada di perdesaan, dimana usahanya bersifat subsisten tradisional; terkendala teknologi; ternak sebagai ‘rojo koyo’; status sosial; ‘no land based’ (flying herd); skala kecil; sumber pupuk, sumber tabungan, Sumber Tenaga Kerja; ternak sebagai keperluan adat budaya dan keagamaan. Faktanya, peternak rakyat akan menjual ternaknya jika mereka membutuhkan uang tunai (supply driven bukannya demand driven).

Apabila dilihat dari penyerapan tenaga kerja di sub sektor peternakan (2015) sebanyak 4,2 Juta orang atau sekitar 11 % dari total tenaga kerja di sektor pertanian dan berdasarkan tingkat pendidikan,  sebagian besar (37,4%)  berpendidikan SD.

Berdasarkan hal tersebut, ternyata kondisi peternakan rakyat sangat rentan terhadap berbagai intervensi, sehingga perlu diproteksi. Hal ini sejalan dengan “konsideran”  UU No. 41 tentang PKH butir b, yaitu bahwa dalam penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan, upaya pengamanan maksimalterhadappemasukan dan pengeluaran ternak, hewan, dan produk hewan, pencegahan penyakit hewan dan zoonosis, penguatan otoritas veteriner, persyaratan halal bagi produk hewan yang dipersyaratkan, serta penegakan hukum terhadap pelanggaran kesejahteraan hewan, perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun