Mohon tunggu...
ROCHADI TAWAF
ROCHADI TAWAF Mohon Tunggu... Konsultan bidang peternakan

Penulis dan Peneliti, pada KPP (Komite Pendayagunaan Petani), PERSEPSI (perhimpunan ilmuwan Sosek Peternakan Indonesia), HKTI (himpunan kerukunan Tani Indonesia) Jabar, PB ISPI (perkumpunan Insinyur dan Sarjana Peternakan Indonesia), DPN (dewan Persusuan Nasional) dan YCI (yayasan CBC Indonesia),

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harga Daging Untuk Siapa ?

17 Mei 2025   06:06 Diperbarui: 17 Mei 2025   06:05 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

artikel lama, bahan untuk referensi.........

Sejak dikeluarkannya permendag No. 669/2013, salah satu tolok ukur pembangunan peternakan sapi potong dilakukan melalui pendekatan harga. Pada tahun 2013 pemerintah menetapkan harga patokan Rp. 75 ribu/kg. Kondisi tersebut tidak pernah tercapai, bahkan harga daging sapi pernah melambung tinggi  hingga Rp. 140 ribu/kg. Kini pemerintah menetapkan harga daging Rp. 80 ribu/kg. Bahkan Jokowi memerintahkan bahwa Lebaran tahun ini harga daging harus berada di bawah Rp. 80 ribu/kg, mampukan pemerintah menciptakan kondisi ini?

Harga daging sapi

Harga daging sapi adalah nilai yang ditetapkan terhadap daging tersebut dan ditentukan dengan sejumlah uang. Pada hakekatnya, harga daging sapi yang terbentuk dapat terjadi berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli, dan tunduk terhadap hukum permintaan dan penawaran. Jika penawaran akan daging sapi itu lebih besar atas permintaannya, maka dengan sendirinya harga akan cenderung rendah, demikian sebaliknya. Kecuali, jika pasar tersebut dikendalikan pemerintah, misalnya penetapan patokan harga dasar dan harga tertinggi pada komoditi tertentu.

 

Terbentuknya  harga daging sapi, sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Sementara itu, penetapan harga statistik daging sapi yang dilakukan BPS yaitu dengan menentukan daging yang berasal dari "paha belakang".  Mengapa BPS tidak menetapkan harga daging yang berasal dari sekitar leher, atau paha depan? Jika saja penetapan harga daging yang berasal dari paha depan, tentu harganya jauh lebih murah.

Sebenarnya harga yang berlaku saat ini merupakan harga "keseimbangan baru" yang terbentuk atas kemampuan produksi dengan kemampuan daya beli konsumen sejak dua tahun terakhir. Jika harga keseimbangan ini  diturunkan, tentunya yang akan dirugikan adalah usaha peternakan di dalam negeri. Menurut penelitian Tawaf (2013) bahwa harga produk ternak memberikan pengaruh nyata (38 %) terhadap upaya pengembangan skala usaha ternak. Artinya, harga merupakan komponen insentif bagi pengembangan usaha peternakan rakyat di dalam negeri. Jika saja pemerintah berkeinginan menurunkan harga, sesungguhnya identik dengan tidak menginginkan bahwa peternakan sapi di dalam negeri berkembang (?), tentu saja pendapat ini pastinya salah. Namun, siapa sesungguhnya diuntungkan dengan penurunan harga ini?

Perbandingan harga 

Kita semua sangat paham, bahwa di Negeri kita telah bebas PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) dan 98 % populasi ternak sapi potong (sekitar 15 juta ekor) dikuasai oleh sekitar 5,5 juta keluarga peternak rakyat yang berusaha secara subsisten tradisional. Ternak merupakan tabungan (rojo koyo) dan diusahakan tanpa lahan usaha (flying herd), namun ternak merupakan penopang kehidupan perekonomian rakyat diperdesaan. Dalam kondisi seperti ini, pengembangan peternakan yang dilakukan harus sesuai dengan upaya nyata keberpihakannya kepada mereka. Berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Hongkong yang belum bebas PMK, mereka tidak memiliki ternak sapi seperti dinegeri ini.

Misalnya Malaysia saja hanya memiliki sapi sekitar 850 ribuan ekor dikelola oleh sebagian besar perusahaan peternakan, yaitu 500 perusahaan feedlot menguasai 250 ribu ekor, 1.300 perusahaan integrasi menguasai 200 ribuan ekor dan 37 ribu peternak tradisional menguasai 400 ribuan ekor (http://goo.gl/uPUIU6). Di Malaysia, upaya mengontrol harga dilakukan pemerintah antara lain dengan menerbitkan price control and anti profiteering act 2010, yaitu Undang-undang Pengendalian Harga dan Anti Pengambilan Keuntungan yang Berlebihan. Kebijakan itu untuk mengontrol kenaikan harga dan mencegah aksi spekulasi untuk meraih untung besar. Berdasarkan hal tersebut, struktur harga daging di Malaysia bisa digolongkan kedalam harga murah untuk daging asal India, harga sedang, daging yang berasal dari Australia dan daging mahal produksi peternakan domestik. Berdasarkan informasi tersebut, sangat tidak layak membandingkan harga daging di Indonesia dengan Malaysia, Singapura maupun negara lainnya. Pasalnya, di Indonesia harga dilepas ke pasar tanpa pengendalian dan di Malaysia, harga diatur. Selain itu di negara tersebut memiliki jumlah sapi dan peternak yang sedikit dan juga belum terbebas PMK.

Konsumen Daging

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun