Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Timor Leste Kian terpuruk, Mimpi Buruk Berlanjut

19 Februari 2025   09:14 Diperbarui: 19 Februari 2025   18:51 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: Jewel Samad/AFP via Getty Images 

Impian Timor Leste menjadi negara semakmur Brunei Darussalam setelah memutuskan berpisah dari Indonesia kini menjadi mimpi buruk yang berkelanjutan.

Saat ini Timor Lester tercatat sebagai negara termiskin di kawasan ASEAN dan juga dunia karena 67% penduduknya berpenghasilan hanya sekitar Rp. 30.000 per harinya.  Jadi tidak mengherankan krisis demi krisis terus melanda negara ini termasuk kasus stunting dan kekurangan gizi  serta  angka kematian yang tinggi.

Selepas dari Indonesia dunia pendidikan Timor Leste juga mengalami kemunduran yang berarti karena ketidakmampuan meningkatkan kualitas pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan termasuk perangkat IT  dan kualitas internet yang memadai yang mendukung pendidikan moderen.

Krisis Energi

Kini hal yang paling memukul Timor Leste adalah kekurangan suplai listrik yang akut dan berdampak pada pemadaman listrik masal.  Salah satu penyebab pemadaman ini adalah pasokan kekurangan pasokan bahan bakar.

Kondisi ini memang sangat ironis karena ketika ingin memisahkan diri dari Indoneia salah natu negara sopnsornya yaitu Australia mengiming imingi cadangan minyak dan gas gas di celah Timor yang digadang gadang bisa menjadi andalan Timor Lester menjadi negara semakmur Brunei.

Sudah jatuh tertima tangga mungkin yang paling tepat menggambarkan kondisi Timor Lester terkait pasokan listrik ini karena pemerintah Timor Leste digugat oleh perusahan Australia senilai $523 juta dengan dasar  pemerintah Timor Leste melanggar kesepakatan pasokan bahan bakar mereka tahun 2010.

Jika kita kembali ke era tahun 2010 ketika negara ini baru lepas dari Indonesia, salah satu kebutuhan utamanya adalah keberlanjutan pasokan listrik yang memadai agar listrik tetap menyala utamanya di ibukota Dili. Di saat inilah dilakukan kesepakatan dengan perusahaan energi Australia Lighthouse Corporation untuk memasok bahan bakar diesel yang sangat dibutuhkan ke ibu kota negara tersebut.

Namun kini kesepakan ini berubah jadi ajang pertempuran di pengadilan yang telah berlangsung selama puluhan tahun lamanya karena perusahaan Australia ini menggugat pemerintah Timor Leste di Mahkamah Agus di Negara Bagian Victoria. Jika gugatan ini berhasil tentunya akan membuat Timor Leste makin terputuk karena negara ini harus membayar ganti rugi yang jumlahnya  mencapai  $523 juta atau setara dengan 11,5% PDB negara miskin ini.

Jika ditelisik lebih dalam lagi  kasusnya kita akan menemukan data bahwa perusahaan Australia ini menyatakan telah menandatangani perjanjian pasokan bahan bakar selama tujuh tahun dengan pemerintah Timor-Leste pada akhir Oktober 2010. Jadi berdasarkan kesepakatan tersebut, Lighthouse akan memasok 7 juta liter bahan bakar diesel per bulan dan menyediakan delapan generator listrik darurat secara gratis, dengan syarat hanya bahan bakarnya yang akan digunakan.

Terkait pembayarannya pemerintah Timor Leste harus dilakukan melalui surat kredit yang diterbitkan setidaknya 20 hari sebelum setiap pengiriman. Namun pada kenyataannya menurut gugutan ini Timor Leste gagal memenuhinya yang menyebabkan perusahaan ini tidak dapat memasok bahan bakar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun