Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Trump-isme

7 Juni 2020   07:30 Diperbarui: 7 Juni 2020   08:36 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: dreamstime.com

Lihat saja hampir sebagian besar media dunia secara serempak memberitakan terjang sepak terjang Trump yang di luar kebiasaan politisi dan diplomat umumnya.  Istilah "benci tapi rindu" sangat tepat untuk menggambarkan situasi ini.

Sudah tidak terhitung berapa pejabat yang tadinya dipilih masuk dalam pemerintahannya dipecat karena tidak sejalan dengan kebijakannya.  Trump tidak terlalu perduli seberapa tinggi posisi pembantunya tersebut, jika tidak sejalan maka  akan dipecatnya.

Lawan politiknya yang mencoba meggulingkan Trump melalui  skandal dugaan  ikut campurnya Rusia dalam kemenangan pemilihan presiden Trump kandas secara tragis, bahkan prilaku dan stategi Trump dalam menghadapi kasus ini justru menjadi bumerang  partai demokrat  lawan politiknya.

Bagaimana Nancy Pelosi juru bicara House of Representatives dari partai lawan Trump kehilangan kendali emosi setelah lama melakukan perang dingin dengan Trump.  Ketika Trump selesai menyampaikan pembelaannya Trump sengaja menolak jabat tangan  Nancy Pelosi (padahal saat itu Nancy sudah mengulurkan tangannya) sebagai bentuk perang mental untuk menjatuhkan Nancy.

Betul  saja,  mental Nancy tidak tahan melawan tekanan Trump sehingga di depan sidang tersebut Nancy merobek robek laporan Trump dan terekam dengan jelas oleh peserta dan para jurnalis.  Sontak saja tindakan Nancy Pelosi ini menjadi pemberitaan nasional yang justru menyudutkan Nancy. 

Di dunia internasional secara terbuka Trump "menghantam" Presiden Kanada akibat perbedaan pandangan dan  smapai sekarang peristiwa itu masih berbekas. Halini tercermin dari tindakan  terdiam sangat lama  ketika Presiden Kanada yang masih muda ini ditanya pendapatnya tentang kebijakan Trump menangani kerusuhan akibat terbunuhnya warga Afro American.

Entah apa yang ada dalam pikiran Trump, yang jelas pakem pakem tradisional hampir semuanya dilanggar.

Ditengah pandemi korona secara terbuka menyatakan perang terhadap WHO karena kesal terkait "keberpihakan" WHO terhadap Tiongkok.  Bahkan Trump tidak pernah menggunakan masker dalam kesempatan apapun selama pandemi ini sebagai bentuk perlawannnya.

Secara mengejutkan Trump menyatakan dia mengkonsumsi hydroquinone yang merupakan obat malaria yang direkomendasikannya.  Padahal beberapa penelitian menyebutkan obat ini memiliki efek samping dan WHO akhirnya tidak merekomendasikan penggunaan obat ini.

Pembelotan Trump ini dari pakem tradisional sudah terlihat sejal pemilihan presiden  dengan cara  nya yang khas setapak demi setapak mengalahkan saingannya dalam nominasi partainya.  Kala itu banyak kalangan yang meremehkannya, memandang sebelah mata  dan hampir sebagian besar press menyatakan Trump akan dikalahkan dengan mudah oleh Hilary Clinton.

Kemenangan Trump dalam pemlihan presiden dan juga besarnya pendukung kebijakannya saat ini menunjukkan bahwa dirinya memiliki pendukung yang selama ini ada di akar rumput tapi terselubung dan terabaikan dan memiliki energi tinggi untuk muncul kepermukaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun