Mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya Arab Saudi sebagai salah satu negara pengontrol suplai dan harga minyak dunia akan mengalami nasib tragis seperti sekarang ini.
Ada dua badai besar beserta turunnya yang sedang menghantam Arab Saudi yang menyebabkan kondisi perekonomiannya mulai terseok seok. Â Kedua badai tersebut adalah perang dagang minyak dan pandemi korona.
Dapat kita banyangkan sebagian besar perekonomian Arab Saudi yang tergantung pada pendapatnnya penjualan minyaknya dilanda badai penurunan produksi dan harga yang siknifikan dalam kurun waktu sangat singkat.
Harga minyak mentah Brent yang awalnya sebesar US$66, dalam waktu singkat di bulan Pebruari lalu menurun tajam menjadi US $50. Â Tidak hanya sampai disini saja harga minyak terun menurun tajam tidak terkendali karena ternyata Arab Saudi tidak dapat lagi semena mena mengontrol produksi dan harga minyak dunia ketika Rusia yang juga merupakan salah satu penghasil utama minyak dunia melawan dengan gigih.
Secara politik perlawanan Rusia ini sangat masuk akal karena Saudi Arabia tidaklah berdiri sendiri namun  bersama Amerika sebagai salah satu konsumen terbesarnya.  Perang dagang minyak dengan Arab Saudi secara eksplisit merupakan perlawanan Rusia terhadap Amerika dalam hal kisruh minyak dunia ini.
Disamping itu keterlibatan Rusia dalam beberapa konflik regional di Timuer tengah menjadi pertimbangan terdiri mengapa Rusia memilih untuk melawan Arab Saudi dalam hal pengendalian produksi dan harga minyak
Hasilnya dapat dibayangkan, penurunan harga minyak yang sangat tajam dan dikombinasikan dengan adanya pandemi korona yang menyebabkan serapan minyak dunia jauh menurun sangat tajam  membuat Saudi Arabia,  Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan sekutunya akhirnya menyepakati untuk memotong tajam produksi minyaknya untuk menjaga harga minyak dunia.
Pertarungan Arab Saudi dan Rusia dalam mengontrol minyak dunia ini tercermin ketika di awal krisis Arab Saudi dan sekutunya menginginkan Rusia ikut serta menurunkan produksi minyaknya untuk mencegah penurunan harga namun tampaknya Rusia memiliki sikap lain karena tidak mengikuti tekanan Arab Saudi dan OPEC ini.
Langkah balasan  yang diambil oleh Arab Saudi yang tadinya dimaksudkan untuk menggertak Rusia diawali ketika di bulan Maret Arab Saudi memproduksi besar besaran minyaknya dan membanjiri pasaran minyak dunia dengan harapan Rusia akan terdampak dengan pertimbangan biaya produksi minyak Rusia lebih tinggi.
Akibat perang harga ini pada bulan Maret harga minyak dunia menukik menjadi US$ 22 Â alias anjok sekitar 66.67$ disbanding dengan harga minyak di awal tahun 2020 ini.
Perang harga minyak yang dilakukan oleh Arab Saudi ternyata tidak mulus karena berdampak besar pada sekutu utamanya yaitu Amerika. Â Amerika sangat terdampak dengan rendahnya harga minyak dunia karena kelebihan suplai minyak dan permintaan menurun akibat pandemi korona.