Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perseteruan Mahathir dan Najib Razak Kian Memanas

11 April 2016   11:01 Diperbarui: 11 April 2016   11:05 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Perseteruan kedua tokoh Malaysia ini kian membara. | Photo: lh3.googleusercontent.com"][/caption]Tekanan isu korupsi di pemeritahan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak saat ini masih belum mereda.  Isu koropsi milyaran dollar dari dana 1MDB yang merupakan program investasi nasional Malaysia kian memanas ketika adanya aliran dana sebesar $ 1 milyar yang masuk ke dalam rekening pribadi Najib Razak.

Sejak pengunduran diri Mahathir dari UMNO beberapa waktu lalu, mantan Perdana menteri Malysia ini memang lantang menyatakan secara moral perlu dipertanyakan mengapa dana sebesar itu sampai ada dalam rekening pribadi.

Rupanya tekanan Mahathir terhadap Najib Razak tidah hanya sampai disitu saja namun kini melebar ke isu ekstrimisme terkait sikap yang diambil oleh Najib Razak dalam menerapkan hukum agama di Malaysia.

Secara terang terangan Mahathir menuduh bahwa Najib Razak ingin menerapkan hukum hudud (seperti hukum  rajam dan potong tangan) di Malaysia.  Mahathir menilai bahwa Najib Razak ingin melakukan hal tersebut untuk mendapatkan dukungan dari partai Islam yang bulan lalu menarik dukungannya dari partai yang berkuasa untuk menetang kepemimpinan Najib Razak.

Bahkan Mahatir menyatakan bahwa Najib Razak tidak memperdulikan konsekuensi dari apa yang dilakukannyanya  hanya untuk mendapatkan dukungan dari partai Islam dan mempertahankan kekuasannya.

Isu hukum Hudud memang menghangat di Malaysia.  Survey di kalangan umat muslim Malysia yang dilakukan pada tahun 2003 menunjukkan bahwa orang yang setuju diberlakukan hukum ini hanya mencapai 47% saja. Namun angka ini melonjak tajam mencapai 73% pada survey yang dilakukan akhir February lalu.

Jika apa yang dikatakan Mahathir ini benar adanya berarti Malaysia di bawah kepemimpinan Najib Razak dikhawatirkan akan  berobah  menjadi negara Islam konservatif untuk mempertahankan kepemimpinannya dengan menyetujui diberlakukannnya hukum Hudud.

Data empiris memang menunjukkan bahwa Perdana Menteri Najib menudukung pengenalan  hukum Hudud di negara bagian Kelantan.  Namun secara hukum tata negara, hukum Islam Hudud ini tidak dapat diberlakukan kecuali mendapat dukungan dari 2/3 anggota parlemen untuk mengganti hukum yang berlaku saat ini. Demikian juga halnya dengan upaya  peningkatan wewenang pengadilan shariah.

Mahathir mensinyalir bahwa Najid Razak saat ini sedang melakukan menggunakan isu rasis dan agama untuk mempertahankan kekuasannya dan memecah belah kekuatan oposisi. 

Di bawah pemerintahan Mahathir pengadilan Shariah berwenang untuk melakukan negosiasi hukuman bagi terpidana yang jika menggunakan hukum Hudud akan berakibat fatat dengan menggantinya dengan hukuman kurungan selama 3 tahun atau denda sebanyak $5000 an juga hukuman dicambuk rotan 6 kali.

Mantan menteri pendidikan di zaman Mahathir yaitu Anwar Ibrahim pernah memperkenalkan prinsip pendidikan Islam  di sekolah sekolah di Malaysia yang oleh kalangan Islam moderat dituduh sebagai upaya untuk meningkatkan konservatifisme di kalangan anak muda Malaysia.

Mahathir mengatakan bahwa Najib Razak tidaklah semoderat apa yang dilihat oleh dunia saat ini, namun di dalam negeri Najib Razak menyepakati penerapan  hukum shariah.  Merangkul hukum hudud merupakan upaya Majib Razak untuk mengembalikan reputasinya setelah kehilangan popularitasnya pada pemilu tahun 2013 lalu ditambah lagi dengan isu penurunan ekonomi Malaysia dan skandal korupsi yang menimpanya.

Dengan mengalisa kritik dan opini Mahathir tampaknya ke depan perseteruan antara kedua tokoh Malaysia akan semakin tajam dengan target akhir pengunduran diri Najib Razak. 

Kegalauan Mahathir sangat tampak ketika dia juga menyatakan bahwa Anwar Ibrahim juga tidak memiliki potensi menggantikan Najib Razak karena tidak memiliki akar kepemimpinan yang kuat dan juga usianya yang sudah mencapai 68 tahun.

Bak buah simalakama Malaysia kini mengalami krisis kepemimpinan akibat terlalu lamanya suatu partai berkuasa seperti yang pernah dialami oleh Indonesia. Idealnya di saat krisis saat ini muncul pemimpin potensil yang mengambil alih estafet kepemimpinan yang diharapkan dapat membawa Malaysia keluar dari krisis kepemimpinan ini.

Rujukan : The Australian, ABC, BBC, The Guardian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun