Kaum intellectual begitu dieluh-eluhkan kehadirannya di tenganh masyarakat sebagai pembawa perubahan, baik dari segi ekonomi dan politik. Kaum intelek ini disebut-sebut sebagai suatu kaum yang berpendidikan tinggi.Â
Tak ayal perubahan kualitas masyarakat digantungkan pada peran kaum intelek memperbaharui suatu system di masyarakat. perbaikan yang diharapkan menyangkut berbagai segi dalam kehidupan masyarakat. Terutama ekonomi dan politik yang adail dan jujur.
Di panggung politik yang telah dimulai pada tahun ini, berbondong-bondong para politikus mendekati para kaum intelektual untuk meminta dukungan. Mengapa kaum intelektual? Karena mereka dijadikan contoh oleh para masyarakat yang awam dengan politik.Â
Bukannya mereka tidak mengerti dengan pemilu, mereka awam dengan apa yang akan tejadi ketika masyarakat salah memimpin yang salah. Oleh karena itu para masyarakat menjadikan kaum intelektual sebagai contoh karena dianggap tahu calon mana yang dapat dipercaya.
Sadarkah kita bahwa di zaman ini para kaum intelektual tidak sedikit yang melakukan kongkalikong dengan calon-calon di pemilukada? Bukan maksud untuk beruruk sangka. Dalam teorinya pesta demokrasi haruslah berasas LUBEJURDIL. Tetapi prakteknya sangat jauh dengan kenyataan. Adanya money politik di belakang panggung inilah yang mencemari wajah politik Indonesia.Â
Para politikus yang melakukan hal-hal yang berbau pelanggaran bukanlah tidak berpendidikan. Pendidikan mereka sangatlah tinggi bahkan sangat hebat ketika berada di bangku kuliah. Bangku kuliah mungkin menjadi saksi mereka, dimana dengan kritisnya mengomentari para politikus di negeri ini yang kurang adil terhadap rakyatnya.
Politik dapat menjadikan para kaum intelektual mendapat sebutan bermuka dua. Muka dua gambaran terhadap kaum intelektual yang tidak sebanding antara ucapan dan perakataan. Inilah bentuk politik Indonesia apabila para kaum intelektual yang jujur dan mampu tidak berpartisipasi dalam melaksanakan suksesnya pemilukada. Cari aman.Â
Kata inilah yang menghalangi para intelektual untuk memasuki ranah politik memperjuangkan kepentingan rakyat. Jikalau para intelek jujur dan bertanggung jawab enggan memasuki ranah politik untuk menghindari kerugian yang berakibat fatal terhadap dirinya sendiri, maka akan banyak rakyat yang terkorbankan dan termakan oleh para politikus yang tak jujur dan bertanggung jawab
Politik mengalahkan seglanya. Kepentingan seglintir golongan memaksa para politikus memutar otak untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Suap, manipulasi seharusnya menjadi tanggung jawab para kaum intelektual untuk membersihkan wajah perpolitikan Indonesia dari hal tersebut. Bukan tidak ada harapan untuk menjadikan kancah perpolitikan Indonesia menjadi bersih kembali.Â
Generasi-generasi bangsa harus melakukan hal yang berbeda dengan pendahulunya. Perbedaan dalam hal yang bersifat positif melahirkan wajah perpolitikan yang berbeda dan lebih dipercaya sebagai pengemban amanat rakyat. Bukan hanya sebagai penyalur kepentingan golongan saja.
Penggerak roda politik harus terdiri dari berbagai elemen rakyat. Maksudnya tidak hanya dari golongan tua tetapi golongan muda juga turut berpartisipasi. Contoh nyata kita lihat kilas balik sejrah kemerdekaan Indonesia.Â