“Uang itu bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.” Begitulah kalimat popular yang cukup sering kita dengar. Namun dalam konteks negara, salah satu sumber uang tersebut adalah Pajak. Apa yang akan terjadi jika pegawai pajak mampu membuat Wajib Pajak patuh secara sukarela tanpa paksaan? Tentu hal ini mampu menjadi kunci utama dalam meningkatkan penerimaan negara dan mendorong kebutuhan perekonomian nasional. Namun, rendahnya tingkat kepatuhan pajak di Indonesia saat ini menjadi tantangan yang cukup besar bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu solusi yang dapat diambil DJP yaitu meningkatkan skill atau kompetensi pegawai nya. Ada empat skill level dewa yang cukup penting untuk dimiliki oleh setiap pegawai pajak, yaitu pemahaman regulasi yang mendalam, komunikasi efektif, penguasaan teknologi informasi, dan integritas tinggi. Dalam tulisan kali ini, kita akan membahas bagaimana kompetensi tersebut dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak demi terciptanya penerimaan negara yang lebih optimal.
Pertama, pemahaman regulasi yang mendalam. Kompetensi dasar ini harus dimiliki oleh setiap pegawai pajak, sehingga mereka dapat memahami dan menerapkan peraturan perpajakan dengan benar agar dapat mengidentifikasi potensi masalah sejak dini dan menghindari kesalahan dalam penerapan hukum. Menurut A.H. Nadiah dalam jurnal The Influence of Core Competency Skills of The Inland Revenue Board of Malaysia (IRBM) Tax Auditors Towards Their Performance, kemampuan teknis seperti akuntansi dan hukum sangat diperlukan untuk menyelesaikan kasus audit dengan akurat. Selain itu, kemampuan untuk mendeteksi informasi yang tersembunyi atau tidak akurat dalam laporan keuangan juga penting untuk memastikan kepatuhan pajak yang tinggi dari wajib pajak. Pemahaman yang mendalam akan regulasi ini akan meminimalisir kesalahan administratif dan mendorong penerapan pajak yang adil dan transparan.
Kedua, komunikasi efektif. Setelah pegawai pajak memiliki pemahaman regulasi yang mendalam, mereka akan mampu menyampaikan peraturan atau informasi yang sangat rumit menjadi lebih mudah untuk dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Pegawai pajak yang dapat menjelaskan kewajiban pajak dengan cara yang jelas dan sederhana akan membantu masyarakat lebih mudah memahami pentingnya peran serta mereka dalam mendukung perekonomian negara. Komunikasi efektif ini dapat dilakukan dengan cara edukasi, sosialisasi, dan public speaking yang baik, sehingga diharapkan pegawai pajak mampu menyadarkan masyarakat terkait pentingnya peran pajak dan dapat mengurangi persepsi negatif terkait sistem perpajakan.
Ketiga, penguasaan teknologi informasi. Saat ini DJP telah memperkenalkan sistem informasi terbaru seperti Coretax/SIAP yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi administrasi pajak. Pegawai pajak diharapkan yang mampu memanfaatkan teknologi ini, tidak hanya untuk mempercepat proses administrasi tetapi juga membantu mempermudah Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Selain itu, berdasarkan penelitian oleh Joseph Kuba Nembe dalam jurnal The Role of Artificial Intelligence in Enhancing Tax Compliance and Financial Regulation, kemampuan dalam menggunakan Artificial Intelligence (AI) atau Machine Learning sangatlah penting guna membantu pegawai pajak dalam memproses dan menganalisis data besar dalam mengidentifikasi potensi penerimaan pajak atau mendeteksi risiko ketidakpatuhan, sehingga meningkatkan efektivitas pengawasan dan kepatuhan.
Keempat, integritas yang tinggi. Kompetensi ini sangatlah penting dan menjadi syarat utama bagi setiap pegawai pajak, serta perlu mendasari ketiga kompetensi di atas. Alhasan Usman dalam jurnal The Impact of Taxpayers' Perception of Competence and Integrity of Tax Officials on Companies Income Tax Compliance Level in Nigeria menekankan pentingnya standar etika yang tinggi dan transparansi dalam setiap proses administrasi pajak. Pegawai pajak yang menunjukkan integritas akan membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan, yang pada gilirannya meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Sebagaimana dijelaskan dalam teori "slippery slope" oleh Erich Kirchler dalam jurnal nya Enforced versus voluntary tax compliance: The "slippery slope" framework, kepercayaan publik merupakan pondasi utama dalam mendorong kepatuhan pajak. Ketika masyarakat percaya bahwa pajak yang mereka bayarkan telah digunakan dengan baik dan adil, mereka akan lebih cenderung untuk membayar pajak secara sukarela tanpa rasa terpaksa.
Secara keseluruhan, pemahaman regulasi yang mendalam, komunikasi yang efektif, penguasaan teknologi informasi, serta integritas yang tinggi, merupakan 4 kompetensi kunci yang perlu dimiliki dan ditingkatkan oleh setiap pegawai pajak. Dengan menggabungkan empat kompetensi level dewa ini, pegawai pajak tidak hanya akan meningkatkan penerimaan negara saja, tetapi juga dapat mendorong peningkatan kepatuhan pajak serta menciptakan sistem perpajakan yang transparan, adil, dan berkelanjutan, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H