Mohon tunggu...
Rozana Vatkhi
Rozana Vatkhi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Hanya Betina, yang melawan kerasnya dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sabar? Tau apa?

19 Agustus 2020   00:27 Diperbarui: 19 Agustus 2020   00:36 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"PERSETAN PADA KESABARAN" tau apa kalian tentang sabar? Pertentangan menunggu? Hubungan berjarak? Soal rindu? Menunggu bus? atau permasalahan sosial, tertindas dsb? Tidak. Jangan asal bicara pada orang yang ingin membatasi kesabarannya karna sudah melampaui batas walau sabar tak ada batas. Mudah memang membelenggu diriku, mengikat kakiku dengan rantai, hingga kau bebas menarik dan menyiksa dalam gua yang sama selama bertahun-tahun. Memang ada hal dimana kau memberikan waktu untuk diriku asik menikmati dunia, bermain bersama kupu-kupu atau serigala. Kemudian saat bulan purnama kau menarik kembali ke gua dan lagi-lagi melemparkan pisau hingga menusukku, heran mengapa aku tak mati saja dalam gua itu. 

Untuk hati yang begitu sesak izinkan diri berbicara walau tak semua mendengar. Perkenalkan aku penghuni gua, dengan kaki terikat besi berkarat, memiliki banyak luka, dan hanya memiliki satu tetes air mata yang sudah terjatuh 10 tahun yang lalu. Aku lahir dengan kehidupan yang dikatakan sempurna, semua orang sepertinya bahagia ketika aku datang dan dilahirkan dengan cinta. Orang tersenyum melihat ku waktu dulu, dan aku pun tersenyum jika ada yang melihat senyumku. Ah indah sekali senyumku saat itu, sepertinya.

Aku tumbuh dengan sempurna hingga berumur 10 tahun, dengan gembira aku bermain di lapangan tanpa alas kaki. Mencabut rumput liar yang aku sangat mengaguminya, indah yang kupikirkan saat itu. Hingga diseberang lapangan yang penuh dengan rumput liar ada sebuah hutan yang yang sangat terang, penuh dengan cahaya matahari. Kupu-kupu yang hinggap pada pundakku berbisik dan mengajakku bermain didalam. dengan langkah yang sangat pasti aku berlari bersama kupu-kupu itu, dengan tawa yang aku sudah lupa bagaimana suara tawa itu. Satu langkah pertama memasuki hutan, tanaman berduri perlahan menutupi arah kembali pulang. Aku berlari ketakutan, mencari cahaya yang lebih terang dalam hutan. Hingga hujan badai menerpa kesendirian ku dalam hutan selama beberapa tahun, hingga...

Aku bertemu lelaki tua dengan kaki yang panjang, ia terikat dengan rantai. Berdarah dan tak sanggup untuk berdiri. Aku mendekat memberikat apel yang aku petik dari hutan bagian timur. Ia menatap ku, menceritakan semua kepedihan, menggenggam tanganku, hingga air matanya jatuh tepat pada nadiku. Tangan ku menjadi sangat basah dan dangat basah, dengan banyak lumpur pada kakiku lumpur itu ku gunakan untuk membuat licin kaki lelaki itu. Ya kemudian terlepas.. Bebaslah lelaki tua kaki panjang dari jeratan dalam gua. Tak sadar karna bahagia lelaki tua itu dapat bebas, kami menyuarakannya terlalu keras hingga langit menjadi malam dan purnama muncul dengan cepaat. Lelaki tua itu lari secepat ia bisa, dan bodohnya aku mata tak dapat berhenti menatap pada apa yang terdapat dalam isi gua. Kalian sudah tau apa yang terjadi, iya aku yang menggantikan lelaki itu terjerat. Pada malam itu aku takut dan menangis dengan satu tetes air mata. Setelah itu, hanya rintihan dan amarah yang kuketahui pada diriku. 

Melepaskan lelaki tua kaki panjang memang menjadi bahagiaku, tak ada yang salah dengan jeratan besi karat. Aku bebas bermain dalam hutan dengan kawan dalam hutan, dengan musik besi yang bergesekan mengiringiku. 

Demi kesesakan dalam hati, ada diri yang tak ada niat sedikit menyakiti siapapun. Ada diri yang rela mengurung dan mengunci hingga lupa siapa dirinya untuk tidak menyakiti hati siapapun. Ada diri yang melupakan mimpinya dan menghancurkan mimpinya untuk tidak menyakiti siapapun. Ada kesenangan dan keinginan yang tertahan untuk tidak menyakiti siapapun. Ada diri yang berusaha untuk diam, menjadi seseorang yang dipandang kurang baik karna diri ingin melindungi diri dari rasa sakit. Ada diri yang sedang berusaha berlutut, dan melukai jiwanya sendiri untuk tidak melukai siapapun. 

Jika benar yang diinginkan ialah membunuh jiwa dalam diri dan diriku akan sepenuhnya hidup dengan raga tanpa jiwa, aku tak apa. Dengan balasan untuk memaafkan masalalunya. Akan rela hidup dengan raga tanpa jiwa, untuk balasan surga yang sebenarnya surga. 

Penghuni Gua, 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun