Ibu kota Jakarta memang selalu terkenal dengan hiruk pikuknya yang tak ada habisnya. Jakarta penuh dengan orang-orang yang mengejar mimpi yang sama. Jakarta yang dikenal sebagai kota sulit yang memaksa penduduknya berbenturan dengan medan yang tersedia untuk bertahan hidup, dipadati orang-orang yang mengantre di seluruh penjuru kota. Selama bulan suci Ramdhan, hiruk pikuk jalanan Jakarta terus berlanjut. Tiada hari tanpa antrean panjang di internet, tiada hari tanpa membunyikan klakson lalu lintas, tiada hari tanpa padatnya kerumunan orang di sekitar Jakarta. Meski harus menghilangkan dahaga di bawah terik matahari dan hiruk pikuk ibu kota, masih banyak orang yang berpuasa dan mengejar mimpinya di sana. Saat matahari mulai terbenam dan orang-orang yang berpuasa mulai pulang kerja, Jakarta juga ramai. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke rumah atau yang dikenal dengan istilah jam sibuk akan memaksa ribuan kendaraan bermotor masuk ke jalur untuk mencapai tujuannya masing-masing. Kejadian ini pasti selalu terjadi selama bulan Ramadhan di Jakarta meskipun kita sedang dalam masa pandemi. Karena itu, Jakarta dikenal sebagai kota yang tidak pernah mati.
Namun di penghujung bulan suci Ramadhan ini, akhirnya kota Jakarta bisa beristirahat. Saat orang-orang bermigrasi ke Jakarta untuk mengejar mimpi, istirahat dan kembali ke tanah air, jalanan di  Jakarta menjadi lebih sepi. Antrean panjang kendaraan bermotor yang masih ramai di sudut-sudut jalan di Jakarta berangsur-angsur menghilang, keramaian yang menggebu-gebu berangsur-angsur mereda, keramaian semakin berkurang. Semua ini membuat Jakarta terasa lebih bebas dan damai. Jalan Raya Sudirman yang masih dipadati mobil di nomor, hanya dilalui satu  dua mobil. Suasana ini hanya bisa kamu rasakan setahun sekali, terutama saat Lebaran.
Juga, jangan pernah menyalahkan garis pusat kota, keramaian  pusat kota, hiruk pikuk di setiap sudut kota. Karena kita semua mengejar mimpi yang sama di kota pembunuh seribu mimpi.