Mohon tunggu...
Roy SamsuriLubis
Roy SamsuriLubis Mohon Tunggu... Buruh - Penyiar paruh waktu

Pemikir Penuh Waktu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biduk di Tengah Lautan

28 Januari 2020   17:17 Diperbarui: 28 Januari 2020   17:25 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: the-numbers.com

Untukmu Pejuang Halal 

Menikah adalah impian semua orang. Terlebih menikah dengan orang yang dicintai. Namun, menikah bukan perkara cinta saja. Menikah jauh lebih kompleks dari itu. Tulisan ini aku buat untukmu yang sedang berjuang untuk bisa menikah. Terutama buat yang berjuang untuk menikahi orang yang dicintainya. Yang bekerja keras meyakinkan calon mertua agar diterima. Untuk kamu yang bersiap menjalani sisa usia dengan orang yang kamu kenal selepas dewasa. Untuk kamu yang sedang menuju dan menerima orang lain masuk dalam kehidupanmu. Mengatur banyak hal dalam hidupmu. 

Mengajari, mengajak, dan berjuang mati-matian untuk saling membahagiakan. Semoga Allah merahmatimu dan memudahkan urusanmu. Ini bukan curahan hati hanya saja sebagai iktibar agar kamu, yang berjuang untuk menunaikan sunah rasul, bisa belajar. Menikah bukan lagi perkara kamu mencintainya atau tidak. Sebelum akad diucapkan, penghulu (Kepala KUA) akan menyuruh kita meluruskan niat menikah. Bukan lagi soal apa yang kamu lihat pada dirinya, tapi urusan mencapai rida Allah.

Hari itu pesan BBM di ponselku masuk. Sebuah pesan datang dari gadis yang menolakku tiga tahun sebelumnya. Basa-basi bertanya kabar. Singkat kata kami dekat, meski tidak pernah berikrar pacaran. Toh, pacaran dilarang dalam agama, kan. Ha ha ha. Aku pun awalnya tak berpikir untuk memilih dia jadi pendampingku. Namun, seiring waktu berjalan kami semakin dekat, banyak impian yang kemudian kami sepakati untuk digapai bersama. Aku menikahinya.

Dalam pernikahan, meyakinkan calon mertua bukan perkara sulit. Kamu hanya perlu menunjukkan kalau kamu bertanggung jawab dan putrinya tidak akan diperlakukan tidak baik sepanjang bersamamu. Kamu hanya perlu meyakinkan kalau kamu akan bekerja sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan calon istrimu dan meyakinkan orang tuanya kalau putrinya tidak akan pernah mengemis makanan. Lelaki yang yakin pada dirinya pasti akan bisa. 

Perkara pelik itu justru muncul selepas akad nikah. Itu makanya aku agak telat menikah. Usiaku saat menikah 29 tahun 2 bulan 13 hari. Cukup telat dibanding kawan-kawan seusiaku. Aku harus memastikan siap secara mental mengarungi kehidupan rumah tangga. Kesiapan mental jauh lebih penting dari kesiapan materil. Tak heran jika banyak yang menikah muda berakhir dengan perceraian. Sebab terkadang tidak tahan dengan huru-hara kehidupan berumah tangga.

Aku orang yang percaya kehidupan rumah tangga itu tidak akan selalu mulus, akan banyak perkara dan permasalahan. Maka dari itu aku menyiapkan mental. Benar saja. Baru saja menikah, sepeda motor yang dulunya kami pegang sewaktu lajang ditarik orang tua. Baik dia mau pun aku. Kami tak punya kendaraan lagi, sementara kami sangat butuh itu sebagai sarana untuk sampai di tempat kerja. 

Pekerjaan tambahanku selepas menikah yang pertama adalah pedagang. Tak tanggung-tanggung, pedagang emas. Setelah diskusi panjang akhirnya kami memutuskan menjual emas milik istriku. Hasil penjualan emas itu ditambah sedikit uang yang kami miliki kami gunakan untuk membeli sepeda motor. Itu harta pertama kami. 

Tak usah kautanya seperti apa sedihnya saat menjual emas itu. Berhari-hari kami pikirkan dan bicarakan. Itu masih awalnya. Beberapa bulan setelah menikah istri kehilangan pekerjaannya. Pukulan berat untuk kami berdua. Aku tentu saja berusaha untuk menguatkan dan menghiburnya. Setelah bebepa bulan tinggal dengan orang tua, kami memutuskan untuk mengontrak rumah. Kami pun pindah. Saat pindahan uang di tangan kami tidak lebih dari tiga ratus ribu rupiah. Uang sebanyak itu ternyata tidak terasa saat pindahan. Banyak hal yang harus kami beli untuk kebutuhan rumah. Gajiku dari mengajar dan kerja tambahan jadi penyiar praktis harus kami hemat betul. 

Pernah satu waktu uang yang kami miliki cuma empat ribu rupiah. Kami beli telur dan kami bagi dua. Kami kelimpungan. Untung masih ada sedikit beras yang tersisa sehingga untuk saat itu tak perlu memikirkan uang beli beras. Belum lagi adanya pengeluaran-pengeluaran di luar dugaan. Hidup kami benar-benar terhimpit. 

Sekali dua kali kami meminta bantuan kawan-kawan sembari menunggu datangnya gaji. Kami buka usaha kecil-kecilan dan sedikit membantu keuangan kami. Kami bisa sedikit bernafas lega, tapi muncul masalah baru. Ada kesalahpahaman antara aku, istri, dan keluargaku. Urusan keluarga ini sudah menjadi salah satu masalah klasik dalam rumah tangga. Butuh waktu dua minggu untuk menyelesaikan ini. Istri sampai saat itu belum juga bekerja. Aku memang tidak pernah memaksa dia untuk bekerja. Namun, dia selalu meminta untuk bekerja, alasannya agar ada kegiatan, meski aku tahu dia ingin ikut berbagi beban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun