Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenalkan Tanah Leluhur

14 Agustus 2022   23:05 Diperbarui: 14 Agustus 2022   23:14 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Relthan Aradhana Soselisa/Dokumentasi pribadi

Tidak banyak yang kami ketahui tentang asal-usul leluhur kami, selain semasa kecil hanya mendapat cerita dari Papa tentang mitos yang tidak boleh janji-janji untuk pergi ke Pulau Nusalaut, karena apabila berulang kali berjanji akan pergi, tetapi berulang kali pula tidak ditepati, maka pada saat kepergian ke Pulau Nusalaut benar-benar terealisasi, kapal yang ditumpangi akan dibalikan oleh ombak yang ganas.

Dari adik Papa yang perempuan, kami mendapatkan bocoran tentang kebenaran cerita tersebut. Kebenaran yang sesungguhnya, cerita tersebut sebenarnya hanya karangan yang sengaja dibuat oleh Opa kami yang bernama Thomas Soselisa, supaya semua anaknya yang berjumlah dua belas orang, dan semua cucunya kelak, tidak ada yang pergi ke Pulau Nusalaut hanya untuk mempermasalahkan warisan yang menjadi bagian Opa Thomas Soselisa---cucunya memanggil dengan sebutan Opa Thom, saya pribadi tidak pernah merasakan memanggil beliau Opa Thom, karena sewaktu Papa Mama tunangan pun yang mendampingi saat meminang ke orang tua Mama adalah kakak laki-laki Papa yang tertua sebagai pengganti Opa Thom yang telah meninggal.

Dari cerita yang tersampaikan, selepas Opa Thom menyelesaikan pendidikan yang setara dengan Sekolah Menengah Pertama di Pulau Nusalaut, Opa Thom mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Pulau Jawa yang kala itu merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh anak dari seorang raja (matarumah parentah) yang berkedudukan layaknya kepala desa di Negeri Sila yang merupakan salah satu dari tujuh negeri yang ada di Pulau Nusalaut---Nusalaut sendiri untuk saat ini merupakan salah satu kecamatan yang baru dimekarkan pada tahun 2001 dari Kecamatan Saparua di Kepulauan Lease, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Sejak Opa Thom yang merupakan generasi pertama dari pohon keluarga kami yang menginjakan kaki di Kota Surabaya beberapa tahun sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, Opa Thom tidak pernah kembali ke Pulau Nusalaut. Opa Thom memilih untuk melanjutkan kehidupan di Kota Surabaya, menikah dan berkeluarga dengan seorang gadis berdarah Bugis bernama Wilhelmina van Rooj---konon nama depan saya diambilkan oleh Papa dari nama belakang Oma ini, tetapi kalau dari versi Mama berbeda lagi ceritanya, Papa Mama saling klaim untuk versi terbaiknya masing-masing, wkwkwkwk.

Selama bertahun-tahun, hanya sebatas itu cerita yang kami ketahui tentang asal-usul leluhur kami, hingga pada awal tahun 2022 saya membeli sebuah buku yang baru diterbitkan pada akun toko buku rohani langganan kami di sebuah aplikasi perbelanjaan daring. Buku tersebut berjudul Teologi Laut: Mendialogkan Makna Laut dalam Keluaran 14-15 Berdasarkan Kosmologi Masyarakat Titawaai di Pulau Nusalaut -- Maluku dengan Kosmologi Israel Kuno.

Melalui buku yang ditulis oleh Margaretha Martha Anace Apituley yang merupakan sebuah karya tulis ilmiah yang telah dipertahankan dalam ujian disertasi pada tanggal 13 September 2019 di Program Studi S3 Ilmu Teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) inilah kami mendapatkan penuturan kisah yang sangat luas tentang leluhur kami di Pulau Nusalaut---meski sebenarnya ada beberapa buku yang mengulas dan mengeksplorasi begitu banyak wilayah (masyarakat kepulauan) di Maluku dengan kosmologinya, tetapi untuk Pulau Nusalaut tidak pernah disebutkan sama sekali, sekalipun ada yang membahas tentang Pulau Nusalaut dalam karya ilmiah, karyanya tersebut tidak diterbitkan, sehingga tidak bisa dibaca oleh masyarakat luas.

Melalui sejarah dan perkembangan kehidupan di Pulau Nusalaut yang tersajikan dalam buku Teologi Laut, saya mencoba menenggelamkan diri dalam setiap kisah dan perjalanan yang pernah dilalui oleh leluhur kami. Dimulai dari catatan sejarah tentang awal mula Pulau Nusalaut pada waktu dahulu yang tidak berpenghuni, dan baru sekitar abad ke-13 dihuni oleh pendatang dari Pulau Seram. Hal ini dibuktikan dengan kesamaan marga dan budaya antara masyarakat di Pulau Nusalaut dengan Pulau Seram. Menurut J. A. Pattikayhatu, perpindahan tersebut terjadi karena perang antara kelompok/suku di Pulau Seram (Ambon: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2012).

Kemudian berlanjut pada referensi (lebih dari satu cerita) yang disajikan di dalam buku terdapat perbedaan pengisahan tentang proses pengusaan Pulau Nusalaut, namun menurut Bartels menegaskan bahwa ketepatan urutan tidak terlalu berpengaruh karena titik utama dari cerita tentang Pulau Nusalaut bukanlah pada perkembangan sejarah, melainkan pada legitimasi gelar, hak tanah dan hirarki pulau (Dieter Bartels, Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku II).

Bagian yang paling menarik dari buku Teologi Laut adalah saya bisa menjumpai kisah yang bersentuhan dengan nama belakang kami, kisah yang menuturkan tentang leluhur kami, dan dari beberapa cerita menyatakan bahwa fam (nama marga atau nama keluarga) Soselisa mengepalai salah satu negeri adat di Pulau Nusalaut yakni Hatalepa Pawas, dan setelah di zaman VOC, seperti sebagian besar negeri di Pulau Ambon dan Lease, terjadi pemindahan negeri-negeri (migrasi penduduk) dari pegunungan ke pesisir dalam rangka memudahkan politik kontrol dan monopoli VOC dan Hindia Belanda, terutama dalam perdagangan cengkeh. Dengan adanya pemindahan negeri ke pesisir tersebut, nama baru untuk Hatalepa Pawas menjadi Negeri Sila, dan hingga kini fam Soselisa yang mengepalai Negeri Sila tersebut.

Kemudian, cerita Papa tentang keganasan laut dalam mitos yang tidak boleh janji-janji untuk pergi ke Pulau Nusalaut, ternyata tidak sepenuhnya berangkat dari karangan Opa Thom belaka. Dalam buku Teologi Laut, cerita Papa terkonfirmasi melalui ulasan keberanian sebagian masyarakat Pulau Nusalaut yang berjalan di atas air dari Nusa Amba (Ambalu) ke Nusalaut pada waktu yang lampau, menjadi penanda bahwa masyarakat Pulau Nusalaut tidak pernah takut dengan laut, kalau ada orang Nusalaut yang tenggelam di laut, penyebabnya adalah kejahatan yang dibuat atau dirancang---salah satunya mungkin seperti yang dimaksudkan oleh Opa Thom tentang janji-janji yang tidak pernah ditepati, sekalinya ditepati hanya untuk mempermasalahkan warisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun