Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mematahkan Mentalitas Pencari Kambing Hitam

9 April 2021   22:37 Diperbarui: 9 April 2021   22:49 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kota Surabaya, 9 April 2021

Pada suatu hari saat istri sedang mengikuti kuliah daring, dan pengasuh buah hati kami sedang libur, saya pun mengambil peran untuk mengasuh buah hati kami. 

Siang itu buah hati kami sedang bermain di halaman kediaman kami dengan teman sepermainan yang jarak kediamannya hanya sepelemparan batu. 

Saya pribadi lebih memilih untuk mengawasi mereka berdua dari balik jendela, tanpa melibatkan diri lebih jauh, hanya mencermati setiap rangkaian tindakan yang terjadi dalam permainan mereka.

Permainan terus berlangsung, hingga tiba pada satu bagian, mereka mulai bermain air dalam bak yang ada di halaman kediaman kami, dan karena larut dalam permainan, tanpa disadari baju mereka pun mulai basah. 

Pada bagian ini pun saya tidak mengintervensi, tetap membiarkan mereka larut dalam permainan, karena dalam sudut pandang saya semua rangkaian permainannya masih dalam batas wajar.

Hingga tiba saatnya teman sepermainan buah hati kami dipanggil pulang oleh Ayahnya, dan saya pun keluar untuk membukakan pagar, tanpa saya sempat menjelaskan tentang penyebab mengapa baju buah hatinya basah, sang anak langsung ditarik untuk dibawa pulang, dan dalam kemarahan Ayahnya terlontar sebuah pertanyaan: "Kenapa bajumu basah semua?"

Sang anak pun dengan spontan menjawab: "Disiram Relthan!" Seketika saya tersenyum mendengar jawaban tersebut, karena keadaan yang sebenarnya tidak seperti demikian, mereka berdua bermain air bersama hingga bajunya basah, tanpa terjadi tindakan saling menyiram.

Singkat cerita, setelah sebelumnya saya menceritakan semua rangkaian tindakan buah hati kami dengan teman sepermainannya kepada istri, sore harinya kami sengaja menguji buah hati kami dengan melontarkan sebuah pertanyaan: "Air di dalam bak ini kok keruh ya?" Sembari tersipu karena merasa bersalah, buah hati kami menjawab dengan spontan: "Ethan tadi main-main." 

Kami pancing lagi dengan pertanyaan lanjutan:"Oh, Relthan aduk-aduk ya?" Dijawab oleh buah hati kami: "Iya, Ethan yang aduk-aduk." Hanya sebatas itu saja jawaban yang diberikan oleh buah hati kami.

Dari peristiwa tersebut, secara tidak langsung kami sedang mempelajari karakter dari buah hati kami. Terlepas dari perbedaan cara mengajukan pertanyaan antara yang disertai dengan hardikan (rasa marah) dan tanpa adanya hardikan.

Setidaknya dari jawaban yang telah diberikan oleh buah hati kami dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwa buah hati kami berani mengakui sebuah kesalahan, dan tidak berusaha mencari kambing hitam untuk dijadikan tumpuan atas sebuah kesalahan yang telah dilakukan.

Jawaban yang diberikan oleh buah hati kami tentu boleh sedikit membuat kami berbesar hati, karena kami meyakini bahwa jawaban yang diberikan tidaklah muncul tiba-tiba, melainkan karena sebuah usaha panjang yang kami upayakan sejak buah hati mulai belajar merangkak. 

Bahkan kami pun menitipkan pesan kepada pengasuh, maupun kepada Opa Omanya yang sempat mengasuh, supaya terlibat bersama dalam usaha kami mematahkan mentalitas pencari kambing hitam.

Usaha panjang yang kami upayakan sebenarnya terbilang sederhana, kami selalu menghindari untuk mempersalahkan subjek lain saat buah hati kami sedang mengalami persoalan.

Salah satu contoh saat buah hati kami terjatuh, kami tidak pernah mempersalahkan subjek lain seperti memukul lantai sebagai penyebab terjatuhnya buah hati, melainkan kami lebih memilih memberikan semangat bagi buah hati untuk bangkit dari kejatuhannya, serta memberikan pesan supaya lebih berhati-hati agar tidak terjatuh kembali.

Kini buah hati kami menginjak usia empat tahun yang jatuh tepat pada hari ini (9/4/2021), upaya yang kami lakukan untuk mematahkan mentalitas pencari kambing hitam membutuhkan usaha yang lebih ekstra lagi.

Mengingat buah hati kami telah memiliki banyak kesempatan bermain bersama kawan sebayanya, sehingga usaha dalam memberikan pemahaman yang sesuai dengan pola asuh yang kami tetapkan sejak semula harus terus kami lakukan.

Bagi kami upaya mematahkan mentalitas pencari kambing hitam merupakan salah satu bagian yang penting dari pembentukan karakter bagi buah hati kami, karena apapun profesinya kelak, sangatlah penting memiliki mentalitas kesatria yang berani berdiri tegak di atas sebuah kesalahan yang diperbuatnya.

Dengan memiliki mentalitas kesatria, maka setiap langkah yang ditempuh akan dipertimbangkan dengan matang, sedetail mungkin mempertimbangkan segala sesuatu untuk menghindari sebuah kesalahan, karena dalam kamus hidupnya tidak akan pernah mencari kambing hitam saat sebuah kesalahan muncul ke permukaan. 

Terlebih apabila buah hati kami kelak menjadi seorang pemimpin yang harus tampil di depan, mentalitas kesatria harus benar-benar telah menginternalisasi dalam dirinya.

Tanpa mematahkan mentalitas pencari kambing hitam sejak dini, mustahil dapat membentuk pribadi berkarakter kesatria yang berani menanggung segala konsekuensi atas segala sesuatu yang ditimbulkan oleh tindakannya. 

Selama mentalitas pencari kambing hitam belum terpatahkan, hanya akan membentuk pribadi berkarakter pecundang yang memiliki perangai mudah mempersalahkan pihak lain untuk dijadikan tumpuan atas sebuah tindakan yang dilakukannya. 

Kiranya Sang Hidup memampukan kami sebagai orang tua dalam perjalanan panjang yang terbentang di depan.

Kota Surabaya, 9 April 2021

RAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun