Mohon tunggu...
Abdurrauf Said
Abdurrauf Said Mohon Tunggu... Penulis - Dilettante

Penulis berusia 17 tahun, menyukai sejarah, sains, dan film. Cukup peduli untuk topik seputar konservasi lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Sedang Bunuh Diri

10 Mei 2020   15:35 Diperbarui: 10 Mei 2020   15:35 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

8 Januari 1642 adalah tanggal menyedihkan yang juga membahagiakan. Terdengar ambigu memang, tapi inilah kenyataannya. Seorang ilmuwan hebat bernama Galileo Galilei meninggal di umurnya yang ke-77.

Di Arcetri, Grand Duchy of Tuscany, ia dieksekusi hukuman mati oleh Gereja karena pandangannya yang bersebrangan dengan pihak Gereja kala itu, yang mana mereka memercayai bahwa Bumi adalah pusat Tata Surya/ Geosentris.

Sementara itu, Galileo Galilei bersikeras berpendapat bahwa Gereja salah. Matahari adalah pusat Tata Surya/ Heliosenstris, dan Bumi turut mengorbit Matahari.

Sekarang, banyak dari teori dan hipotesis Galileo Galilei yang dikembangkan. Kematiannya lima ratus tahum yang lalu membawa banyak pelajaran dan menyadarkan kita bahwa apa yang "belum" sejalan dengan nalar kita, belum tentu salah untuk selamanya. Sistem kepercayaan bersifat fleksibel pada dasarnya, karena ilmu pengetahuan bergerak dari masa ke masa.

azquotes.com
azquotes.com
Tidak ada fakta abadi dan tidak ada kebenaran yang mutlak.

Negara-negara Barat beruntung memiliki sepak terjang sejarah yang panjang, mereka menjadi lebih bijaksana. Mereka adalah sejarawan yang baik, oleh karenanya paham-paham kemanusiaan lahir di sana.

Di kala masyarakat Indonesia sibuk dengan masalah stereotip yang seperti tiada habisnya, Amerika Serikat sudah mengusut masalah ini sejak masa kepemimpinan Abraham Lincoln pada tahun 1861-1865. Begitu pula beberapa negara lainnya.

Bangsa kita kurang menghargai sebuah ide, kita (termasuk saya) masih sering meremehkan pekerjaan yang tak zahir. Jadi jangan terkejut jika pekerja kasar banyak sekali jumlahnya di Indonesia. Sedangkan brain drain atau migrasi kalangan intelektual Indonesia ke negara-negara lain marak terjadi.

Mereka lahir di Indonesia? Ya. Dicantumkan sebagai warga Indonesia? Tidak. Mereka lebih memilih berkontribusi di negara yang lebih menghargai sebuah ide dan gagasan.

Mungkin bangsa kita lebih seperti sedang bunuh diri perlahan.

Ada banyak cerita yang sejarah catat tentang nilai sebuah ide, bahwa ide sangatlah mahal dan tidak bisa seenaknya saja kita buang tanpa diobserve terlebih dahulu. Salah satunya adalah Bapak Genetika, Gregor Johann Mendel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun