Mohon tunggu...
Rovina Alisa Sasa
Rovina Alisa Sasa Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Health Care Assistant

Perempuan sipenikmat hujan dan malam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Kecil untuk Ayah

3 Desember 2022   03:45 Diperbarui: 3 Desember 2022   03:52 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagi seorang anak, ayah adalah sosok lelaki yang paling dekat dalam hidupnya. Lelaki yang memberikan kasih tak terkira. Lelaki yang selalu menghadirkan senyum di pagi buta. Juga selalu menenangkan saat larut malem bercerita. Ia akan selalu siap sedia untuk segala tangis dan luka yang mendera.

Menghadiahi Bahagia dalam perjalanan waktu sepanjang usia. Tak pernah Lelah membuat anaknya Bahagia. Selalu ada acara yang dia ciptakan agar anak-anaknya merasa aman. Ia berusaha memenuhi segala hal yang dibutuhkan keluarganya. Namun aku tak mengenal siapa Ayahku.

Ini kisahku, mungkin aku samarkan agar tidak terlalu kelihatan orang banyak. Panggil aku ila, usia ku saat ini 22 tahun. Ntah kenapa aku ingin menceritakan kisah ini, yang bahkan kurang lebihnya beberapa anak ada yang merasakannya, ada juga yang memang ada kehadirannya tapi, seperti tidak ada.

Ibu yang bekerja membanting tulang demi sesuap nasi didaerah Kawasan MM2100, Cikarang Jawa Barat. Sedangkan tidak pada Ayahku. Ia selalu bersenang-senang Bersama teman-temannya. Meski demikian, Ayah selalu mengerjakan hal yang tidak ibu sukai dan ibu melihat sepulangnya Ibu bekerja. Dan ia sering meninggalkan Ibu di rumah sendirian.

Tak banyak waktu yang ayah habiskan bersama. Sampai suatu hari, pernikahan Ibu dengan Ayah membuahkan aku. Tapi, saat masa kehamilan tuanya, Ayah tak hadir bahkan menjelang persalinan. Ibu bersusah payah  sendiri di antar Adiknya ke rumah bersalin yang masih terhitung muda. Di atas ranjang, detik-detik sebelum aku dilahirkan tak ada Ayah mendampingi Ibu. Aku menangis di pelukan Ibu tanpa tahu siapa Ayahku.

Ibu mencoba menerima kenyataan pahit itu. Semua ia lakukan demi aku walau hatinya perasaan yang sudah tak terkira hancurnya. Ibu belajar menerima kenyataan lelaki yang dicintainya ternyata tidak hanya milik dia seutuhnya.

Tahun demi tahun, aku tumbuh menjadi anak mandiri yang diajarkan oleh Ibu tanpa sosok Ayah didalamnya. Dan Ibu bilang untuk menghormati Ayah. Aku dilarang membenci Ayah. “Seperti apa wajah Ayahku? Seperti apa suara yang ia keluarkan?” Tanya lubuk hatiku. Aku tidak tahu sosok apa yang harus ku gambarkan di dalam tulisan ku ini. Ibu pernah bercerita kepadaku bahwa Ayah ku pergi dari ku dan Ibu setelah 2 bulan aku terlahir di dunia ini, bayangkan saja bertahun-tahun aku tidak menemukan sosok itu di diri ini. Dan saat detik kelahiran ku. Ayah dari Ibu, yaitu Kakek pun jatuh sakit dan pergi nan jauh karena dipanggil sang Khaliq.

Betapa sesaknya dada Ibu menahan semua tangisan dalam dirinya. Yang harus menerima kenyataan bahwa Ibu kehilangan 2 sosok laki-laki yang sangat Ibu cintai, pertama harus kehilangan Orangtuanya, yaitu ( Kakekku). Dan pasangan hidupnya, yaitu Ayahku sendiri.

Ibu yang tak pernah membenci Ayah. Apapun yang terjadi di dalam hidup Ibu, Ibu selalu berusaha tenang menghadapinya. Meski dalam hatinya banyak perasaan kecewa tak terkira. Kemarahan-kemarahan Ibu menumpuk setiap hati, tapi tak sedikit pun Ayah menangapinya. Walaupun harus mengurusi anaknya seorang diri, menjadi Ibu sekaligus menjadi Ayah di dalam hidup ku. Tapi Ibu tidak pernah mengeluh apalagi menunjukan kesedihannya. Iya, itulah Ibu ku. Sang Wanita hebat yang di ciptakan Tuhan untuk ku.

Dalam hati, sejujurnya aku iri melihat anak-anak lain memiliki Ayah yang penuh kasih sayang. Hal yang tak pernah ku dapatkan. Aku juga ingin merasakan dibesarkan oleh Ayah, diajarkan membaca, menghitung, atau memilih pria. Aku bahkan memimpikan menerima usapan kepala oleh Ayah, lalu ia berkata “ aku bangga memilikimu." Seperti Ayah-ayah yang lain kepada anaknya. Tapi aku sadar, semua itu khayalan hanya sebatas angan yang akhirnya menghadirkan sesak di dadaku.

Ibu juga yang mengajarkan ku untuk hidup mandiri sampai detik ini, karna bagi ibu meski kita hidup tidak bisa mandiri dan butuh seorang pasangan. Apa salahnya jika menjadi Wanita mandiri. “ tetap berjalan meskipun terlihat Lelah, Nak. boleh sejenak beristirahat tapi bukan untuk menyerah”. Itu yang dikatakan ibu pada ku. Meski aku kadang merindukan sesosok Ayah, tapi hal itu mustahil untuk ku rasakan. Aku saja tidak pernah merasakan apa-apa prihal Ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun