Mohon tunggu...
Rosyid Amrulloh
Rosyid Amrulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Entomologist muda yang tertarik dengan isu pendidikan, jurnalistik, konservasi, lingkungan dan keberlanjutan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Food Estate: Untung atau Buntung?

18 November 2022   15:27 Diperbarui: 19 November 2022   01:39 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemerintah telah menggulirkan kebijakan food estate berulangkali. Kebijakan food estate terakhir kali digulirkan pada awal 2020 dan menjadi kebijakan strategis pemerintah pusat periode 2020-2024. Food estate merupakan sebuah kebijakan pemerintah pusat yang berupaya mengembangkan sistem pangan terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan dan peternakan. 

Dalam pelaksanaannya, pemerintah pusat memerintahkan Kementerian Pertahanan untuk mengawal kelancaran program food estate. Banyak akademisi maupun peneliti yang menyayangkan kebijakan tersebut. Pasalnya, Kementerian Pertahanan yang notabene tidak memiliki kewenangan terkait pertanian dan pangan justru menjadi motor penggerak food estate. Berbagai pro dan kontra pun muncul di berbagai lapisan masyarakat. 

Banyak masyarakat yang pro terhadap food estate, dan banyak juga masyarakat yang kontra terhadap food estate. Program food estate dinilai menjadi jalan keluar dari problematika pangan dalam negeri. Rencananya, area food estate akan ditanami beberapa komoditas pangan utama seperti jagung, singkong, dan padi. Sayangnya, kebijakan ini seakan tidak berdasar pada sains karena hampir semua area food estate merupakan bekas area gambut. 

Tanah bekas gambut merupakan area yang memiliki tingkat kemasaman tanah yang tinggi. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman bahkan berpotensi menyebabkan kematian pada tanaman. Oleh karena itu, perlu upaya memperbaiki kondisi tanah supaya ideal ditanami. Upaya ini secara tidak langsung berdampak pada pembengkakan anggaran program. 

Program food estate juga dinilai merusak alam karena merambah area hutan yang menjadi rumah bagi beragam flora dan fauna. Legal logging pada program food estate berpotensi meningkatkan risiko krisis iklim dan bencana. Potensi bencana utama akibat penebangan hutan adalah banjir dan tanah longsor. Di sisi lain, area yang terbuka juga akan mengalami penguapan yang lebih tinggi dibandingkan area yang terdapat pepohonan. Hal ini berpotensi menimbulkan kekeringan di musim kemarau. 

Program food estate yang lebih memilih komoditi singkong dan jagung dinilai menjadi alternatif subtitusi beras dan gandum. Substitusi gandum memang perlu dilakukan supaya Indonesia terlepas dari jerat impor gandum. Industri substitusi pangan ini juga dapat menciptakan lapangan kerja dengan membuka pabrik pengolahan. 

Program food estate juga dinilai dapat menyediakan lapangan kerja bagi petani baru. Namun demikian, minat generasi muda terhadap pertanian masih minim sehingga perlu promosi ekstra supaya generasi muda tertarik untuk terjun dalam pertanian.

Teknologi yang diperlukan juga harus memadai supaya program food estate berjalan lancar. Teknologi ini dimaksudkan supaya semua proses dan rantai distribusi dalam program food estate lebih efisien.

Dengan mempertimbangkan berbagai hal di atas, program food estate dapat memberikan keuntungan. Pada saat yang sama, food estate memberikan kerugian secara ekonomi maupun ekologi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun