Mohon tunggu...
Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Teruntuk dan Karena CintaNYA

pelajar yang belum juga terpelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nilai-Nilai Sufisme untuk Menangani Kasus Korupsi di Negara Indonesia

24 Agustus 2022   16:44 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:44 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diunduh dari IBtimes.com

Sufisme yang selama ini dianggap sebagai "pakaian"nya orang-orang miskin, dan tidak memiliki harapan untuk menghadapi kemoderenan. Lebih dari itu banyak orang yang menggambarkan tasawuf sebagai makhluk individu, bukan makhluk sosial, sehingga bertasawuf sering dianggap sebagai menyepi, 'uzlah, bertahannuts, dan menjauhkan diri dari masyarakat. Padahal sesungguhnya, tasawuf adalah pekerjaan hati yang sebagiannya mungkin saja telah dijalani tanpa disadari. Sebagai program penyucian jiwa (tazkiyat al-nafs), tasawuf merupakan terapi positif manusia dalam menghadapi berbagai persoalan yang ditemui dalam semua aspek kehidupannya.

Tasawuf adalah jalan bagaimana manusia dapat dekat dengan Tuhannya, karena hakikat tasawuf adalah hati, maka yang dekat dengan Tuhan juga adalah hati. Dan ketika hati sudah dekat dengan Tuhan, maka dengan sendirinya hati, dan pada gilirannya seluruh tubuh, akan selalu dekat dengan kebaikan, amal shaleh, sikap dan prilaku yang baik, begitu juga sebaliknya, ketika hati sudah dekat dengan Tuhan, maka hati dan pada gilirannya seluruh tubuh, akan terhindar dari segala kejelekan, perbuatan kemaksiyatan dan sikap dan prilaku yang buruk, hati akan mampu menghadapi cobaan-cobaan dan bujukan hawa nafsu, syahwat, dan kecenderungan-kecenderungan duniawi lainnya, terutama dalam hal ini adalah prilaku korupsi.

 Abu Nasr As-sarraj memberikan pendapat tentang metode terapi kebersihan hati dengan maqomat Tasawuf Wara' dan Zuhud yang dihubungkan dengan cara menanggulangi perilaku korupsi.

Wara'

 

Wara' menurut Abu Nasr Al-Sarraj adalah sikap batin yang mencerminkan kebersihan jiwa dan kesungguhan hati menjalankan hukum Allah. Sikap wara' tercermin dalam tiga konsep. Pertama, menjauhkan diri sesuatu yang syubhat. Kedua, menjauhkan diri dari sesuatu yang diragukan oleh kata hatinya, hal ini tentu hanya bisa diketahui oleh mereka yang suci hatinya. Dalam konteks sekarang, upaya ini dapat ditempuh dengan meminta pertimbangan orang lain yang dipandang memiliki jiwa bersih dan berkompeten. Ketiga, over protective terhadap sesuatu yang dipandang syubhat dan tidak jelas hukumnya.

 

Penanaman nilai wara' dalam pribadi Muslim menjadi langkah penting untuk mencegah seseorang dari penggunaan dan pemanfaatan harta yang tidak halal. Dalam upaya menciptakan tata pemerintahan yang baik, wara' menjadi barometer penting pembentukan pemerintahan yang jujur dan bersih. Semakin lemah sikap wara', semakin rendah, bobrok dan hancur tata kelola pemerintahan, terutama pemanfaatan harta kekayaan negara dan fasilitas negara.

 

 Zuhud

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun