Mohon tunggu...
rosyidah SriWahyuni
rosyidah SriWahyuni Mohon Tunggu... Guru - Guru

Rendah diri kepada sesama itu tidak diperlukan. Tapi rendah hati terhadap sesama itu adalah suatu keharusan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Kesalahan, Kejujuran, dan Rasa Syukur

23 Juni 2020   11:21 Diperbarui: 23 Juni 2020   11:20 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: Area persawahan di depan rumah

Dilahirkan di pedesaan merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi saya. Alam yang masih asri, kesederhanaan, dan keramahan masyarakatnya. Belum  lagi kalau melihat hamparan air bengawan yang membentang luas, yang di bagian atas ditanami sayur-sayuran, seperti terong, labu, blonceng, Lombok, tomat dan tanaman-tanaman lainnya oleh para petani.

Ingat saat kecil, saya dan kakak saya beserta teman-teman yang lain suka mandi di bengawan, apalagi saat libur. Kami akan sangat betah berlama-lama main di bengawan.

Selain itu, orang tua kami suka menyewa perahu dan mengajak kami dan anak-anak yang lain untuk menaiki sampan. Mereka senang sekali, dan itu pula yang membuat orang tua kami bahagia, ketika melihat anak-anak di desa kami tersenyum bahagia. Meski pada awalnya aku harus menangis  karena takut, tapi lama-lama aku menikmatinya sambil melihat pemandangan sekitar. Ini yang membuat saya semakin betah dan bersyukur tinggal di desa.

Dokpri: Pemandangan di bengawan solo
Dokpri: Pemandangan di bengawan solo
Yach... Disana aku ditempa dan didik oleh orang tuaku. Kejujuran, bersyukur adalah diantara didikan yang kuperoleh dari mereka yang saya ingat sampai sekarang.

Ketika itu hari sudah menjelang sore. Saat saya mencuci piring, bapak melihat depan kamar mandi yang terlihat becek. Maklum, saat itu depan kamar mandi kami belum berkeramik.

"Siapa yang menumpahkan air disini?" seingatku itu pertanyaan yang kudengar dari bapakku. "Saya", jawabku. Rasa khawatir dimarahi bapak saat jawaban itu keluar dari bibirku sirna ketika bapakku dengan begitu bijaksananya berucap "Alhamdulillah". Saya bertanya-tanya dalam hati, mengapa bapakku malah mengucapkan Alhamdulillah, padahal aku sudah jelas-jelas melakukan sebuah keteledoran.

Ternyata kejujuran dan keberanian mengakui kesalahan yang sudah saya lakukanlah, yang menyebabkan bapak mengucapkan rasa syukur itu kepada Allah.

Dari sini saya belajar tentang dua hal yang sangat penting. Pertama kejujuran, meski terkadang jujur itu menakutkan.  Dan yang kedua adalah rasa syukur dalam segala keadaan. Bersyukur bukan hanya ketika kita mendapatkan nikmat dan terhindar dari bencana saja. Tapi bersyukur juga perlu kita lakukan ketika anak atau orang lain bersikap jujur kepada kita. Semoga Allah selalu menjadikan kita sebagai orang yang jujur dan bersyukur. Aamiin.

Oleh:Rosyidah

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun