Mohon tunggu...
Rossa Saniya
Rossa Saniya Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Knowledge

Que Sera Sera

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Beauty Standard, Obsession, and All That Insecurities

29 April 2020   21:07 Diperbarui: 30 April 2020   14:27 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nothing makes a woman more beautiful than the belief that she is beautiful" -Sophia Loren 

Apa yang terbayang dalam benak kalian ketika mendengar kata "cantik"? Mungkin yang terlintas dalam benak adalah putih, langsing, tinggi, paripurna tanpa cacat, atau, mungkin sebaliknya?

Sebelum revolusi industri, perempuan tidak memiliki pemikiran yang sama mengenai " kecantikan", kemudian pada tahun 1830 teknologi baru pertama kali mereproduksi daguerreotypes, tintypes, dan gambar rotograuve menampilkan bagaimana penampilan perempuan cantik.

Pada tahun 1840, foto-foto telanjang pelacur pertama kali diambil dan iklan yang menggunakan gambar "cantik" pun mulai bermunculan pada pertengahan abad. (Dilansir dari buku The Beauty Myth karya Naomi Wolf)

Mulai saat itulah stereotip baru mengenai "kecantikan" seolah-olah dipukul rata dan mulai terbentuk di kalangan social. Perempuan yang sebelumnya tidak pernah mempermasalahkan bentuk tubuh, wajah, dan warna mereka lambat laun mulai cemas dan kebebasan atas penampilan fisiknya sedikit-sedikit dirampas oleh standard 'cantik' ini.

Kenapa Kita Harus Merekonstruksi Stereotip ini ?

Berbagai trend kecantikan terus berganti, dulu bentuk tubuh gitar spanyol ala kylie jenner, dan yang sekarang trend: V shape yang membikin wajah jadi tirus. 

Akibatnya kita perempuan, berusaha dengan berbagai cara agar dapat mencapai standad baru yang menggambarkan unrealistic beauty ini, bahkan dengan cara-cara instant yang tidak aman. 

Stereotip ini semakin lama semakin berpengaruh, and guess what? Industry kosmetik, makanan (diet food), dan bedah palstik, meraup keuntungan yang fantastis.

maya-poto-5eaa7d24097f3646fd732032.jpeg
maya-poto-5eaa7d24097f3646fd732032.jpeg
Ironisnya, di sisi lain, tak terhitung wanita yang menjadi korban beauty standard ini, contohnya, Maya Spencer Berkeley, sebelum menjadi model, ia mengalami beauty bullying hingga sempat depresi karena penyakit kulit Epidermolysis Bullosa yang dideritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun