Pagi tadi merasa terhenyak dengan pemberitaan MI (Media Indonesia) yang mengangkat judul : “Dua Yang Meneguhkan Spirit Kebangsaan” dan penulispun menyimak dengan seksama ulasan editorial rutin setiap pagi Metro TV ; pagi ini terasa sangat berbeda dan salut TV swasta yang cukup punya reputasi ini mengulasnya secara sangat khusus tentang Muktamar Muhammadiyah dan NU.
Memang kedua acara Akbar ini Muktamar Organisasi besar di Indonesia yaitu Muhammadiyah juga NU tidak terlalu hingar bingar di sorot media sebagaimana sorotan panas Deddy dan Chika, namun akhirnya MI memberitakan lewat editorialnya secara mengharukan bagi penulis.
Muktamar Muhammadiyah ke 47 akan diselenggarakan 3 – 7 Agustus 2015 di Makassar dengan mengusung tema : “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan”.
Muktamar NU ke 33 dilaksanakan di Jombang 1- 5 Agustus 2015 dengan mengusung tema : “Meneguhkan Islam Nusantara Merawat Tradisi Untuk Peradaban Dunia”
Bukan hal yang kebetulan jika salah satu fenomena tahun 2015 bulan agustus ini menjelang sambut hari kemerdekaan Indonesia organisasi besar Islam di Indonesia sama–sama bermuktamar, ini adalah kehendak Dia yang mensetting kehidupan seluruh makhluk di alam ini, dengan di mukaddimahi berlebaran sama-sama 1 Syawwal 1436 H yang bertepatan dengan 17 Juli 2015 M
Bayangan indahnya Indonesia di ungkap dalam editorial, bahwa Presiden RI pertama pernah berwasiat, karena ia seorang Muhammadiyah jika wafat ingin di selubungi dengan hijab penutup plus simbol Muhammadiyah, ini adalah pengakuan seorang Soekarno atas kontribusi Muhammadiyah terhadap dirinya.
Dan KH. Abdurrahman Wahid yang menjadi Presiden RI ke empat dari tahun 1999 hingga 2001 ; salah seorang tokoh NU yang melewati batas ke NU – annya, penulis dan keluarga menyaksikan sendiri betapa Jombang setelah wafat GusDur selalu penuh dengan bis – bis peziarah khususnya di setiap malam jum’at, ketakjuban penulis sempat diungkapkan saat berjumpa dengan salah seorang hafidzah Qur’an alumni Jombang, “Apa kira – kira (amalan semasa hidup) yang membuat Gus Dur didatangi ribuan peziarah sepanjang tahun”. Sang Hafizhah yang asli dan besar di Jombang menjawab datar dan sederhana : “Gus Dur selalu baik kepada semua orang, tanpa pandang suku, agama atau bangsa”. NU membuktikan eksistensinya melahirkan tokoh sekaliber Gus Dur !
Azhari Akmal Tarigan, salah seorang Nara Sumber Editorial Media Indonesia pagi itu, menyampaikan : “Bagi saya tidaklah terbayang Indonesia tanpa Muhammadiyah dan NU ; Nahdhatul Ulama dengan ribuan pondok pesantrennya yang tersebar di seluruh Indonesia dan eksis hingga kita melahirkan banyak ulama juga intelektual, Muhammadiyah dengan ribuan sekolah, rumah sakit dan perguruan tingginya yang tidaklah mungkin pemerintah Indonesia bisa sendiri menyelenggarakannya tanpa kiprah kedua organisasi besar ini. Jikapun ada perbedaan–perbedaan antara keduanya dalam masalah fiqih itu karena perbedaan “metologi’ dalam istimbat hukum”.