Mohon tunggu...
Rosidin Karidi
Rosidin Karidi Mohon Tunggu... Human Resources - Orang Biasa

Dunia ini terlalu luas untuk ku. Menjadikan sadar semakin sedikit yang ku tahu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sudah Saatnya Pemerintah Koreksi Alokasi Kuota Haji Provinsi

28 Januari 2020   17:04 Diperbarui: 29 Januari 2020   08:35 3281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jemaah haji Indonesia antre naik bis di Bandara King Abdul Aziz Jeddah | sumber: dokumen pribadi

Nyata di depan mata, ada ketimpangan signifikan masa tunggu antrean jemaah haji antar provinsi

Pertengahan bulan April 2019, Pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan 10 ribu kuota haji, dari musim sebelumnya. Sehingga pada musim haji 2019 kemarin, kuota haji Indonesia menjadi 231 ribu.

Tentu saja tambahan kuota tersebut disambut gembira banyak kalangan. Khususnya mereka yang saat ini antre sebagai jemaah haji. Kuota tambahan tersebut dinilai bisa menggerek percepatan berangkat.

Tambahan kuota itu juga disebut-sebut sebagai keberhasilan lobi Presiden Joko Widodo dalam lawatannya ke Saudi dan bertemu dengan Putra Mahkota Muhammad bin Salman.

Landasan Alokasi Kuota Haji
Alokasi kuota haji setiap negara mengacu pada hasil kesepakatan Konferensi OKI pada 1986. Kesepakatan itu menyebut, besarnya kuota haji setiap negara satu per seribu jumlah penduduk beragama Islam.

Komposisi Penduduk Indonesia menurut Agama | sumber: Dukcapil 2018
Komposisi Penduduk Indonesia menurut Agama | sumber: Dukcapil 2018
Data Dukcapil Kementerian Dalam Negeri pada 2018 menyebut penduduk Indonesia beragama Islam berjumlah 231 juta jiwa. Artinya sudah tepat bila Indonesia mendapat kuota 231 ribu jemaah.

Mekanisme Pembagian Kuota Haji Indonesia
Tahun 2019, kuota sebanyak 231 ribu, kemudian oleh Pemerintah dibagi menjadi dua kelompok. Haji reguler peroleh jatah 214 ribu dan haji khusus 17 ribu jemaah.

Tidak berhenti di situ. Meski sudah ada kuota khusus petugas, kuota haji reguler tidak sepenuhnya untuk jemaah. Sebagian diambil untuk jatah petugas daerah atau biasa disebut Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD).

TPHD merupakan petugas yang ditunjuk oleh Gubernur dan dibiayai sepenuhnya dengan anggaran Pemerintah Daerah. Mereka diberi tugas membantu Petugas Kloter dalam pemdampingan jemaah dari daerahnya masing-masing.

Setiap kloter setidaknya ada tiga orang TPHD. Jumlah ini lumayan menggerus jatah jemaah yang sudah lama antre. Jika semua ada 500 kloter, berarti sudah 1.500 kuota untuk TPHD.

Sementara kuota haji khusus sebanyak 17 ribu, di dalamnya sudah termasuk untuk petugas. Tahun 2019 lalu, kuota itu dialokasikan 15.663 untuk jemaah dan 1.337 untuk petugas.

Alokasi Kuota Haji Provinsi Sebelum 2008
Tahun 2007, kuota haji Indonesia tercatat 210 ribu jemaah. Jumlah tersebut 16 ribu untuk haji khusus dan 194 ribu untuk haji reguler. Kuota haji reguler kemudian didistribusikan ke provinsi.

Sebelum 2007, praktis belum ada antrean dalam berangkat ibadah haji. Hampir seluruh pendaftar dapat berangkat dengan kuota yang ada.

Perkembangan kuota haji Indonesia tahun 1888-2014 | sumber: haji.kemenag.go.id
Perkembangan kuota haji Indonesia tahun 1888-2014 | sumber: haji.kemenag.go.id
Namun semenjak 2007 mulai terjadi kelebihan pendaftar. Akibatnya mulai terjadi pendaftar tidak bisa berangkat, dan antre di tahun berikutnya.

Dari sinilah sistem pembagian kuota per provinsi dimulai. Namun sampai saat ini belum ditemukan dokumen resmi yang menjadi landasan pembagian kuota provinsi saat itu.

Meski demikian, apapun bentuk alokasi kuota per provinsi terus berdampak hingga saat ini.

Alokasi Kuota Haji Provinsi Pasca UU 13 2008
Rambu-rambu dalam UU 13 tahun 2008 memberikan mandat kepada Menteri Agama untuk menetapkan kuota provinsi dengan memperhatikan prinsip adil dan proporsional.

Seperti sudah turun temurun, alokasi kuota provinsi tanpa banyak pergeseran. Ketika terjadi penambahan atau pengurangan, akan dialokasikan secara proporsional pada setiap provinsi.

Sampai akhirnya pada 2012 terbit Peraturan Pemerintah sebagai landasan pelaksanaan atas UU 13 tahun 2008. Peraturan itu menyebut pembagian kuota provinsi dilakukan dengan mempertimbangkan dua hal. Pertama jumlah proporsi jumlah penduduk muslim di setiap provinsi dan kedua proporsi jumlah daftar tunggu jemaah haji di setiap provinsi.

Namun yang terjadi tidaklah demikian. Proporsi kuota antar provinsi semakin tahun semakin menunjukkan jarak dilihat dari masa tunggu. Hingga awal tahun 2020 ini, Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) menyebut masa tunggu paling lama 2060 dan paling pendek 2028.

Satu Kabupaten seperti Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan harus menunggu sampai 40 tahun ke depan. Sementara Kabupaten lain seperti Kabupaten Landa Kalimantan Barat cukup menunggu 8 tahun. Masa tunggu yang timpang antar kabupaten ini tentu kurang baik. Prinsip keadilan dalam penyelenggaraan haji seperti terabaikan.

Maka sudah saatnya Pemerintah perlu mengambil sikap tegas, melakukan koreksi alokasi kuota haji untuk kepentingan nasional.

Gambaran Alokasi Kuota Haji Provinsi 2019
Menurut data dari haji.kemenag.go.id pada tanggal 13 Januari 2020, tercatat 4.225.698 orang jemaah terdaftar dalam Siskohat. Jumlah ini belum termasuk mereka yang menunda keberangkatan sebanyak 130.798 jemaah.

Setiap harinya, dipastikan tidak kurang dari 2.000 orang terdaftar sebagai jemaah baru dalam Siskohat. Artinya dibandingkan kuota yang ada, tidak akan mampu habiskan jemaah seperti era sebelum 2007.

Saat ini, proporsional pembagian satu kuota haji untuk seribu penduduk muslim tidak sepenuhnya terpenuhi.

Rasio penduduk muslim dengan alokasi kuota haji per provinsi | Sumber: haji.kemenag.go.id (diolah)
Rasio penduduk muslim dengan alokasi kuota haji per provinsi | Sumber: haji.kemenag.go.id (diolah)
Jika diasumsikan kuota nasional untuk haji reguler 214 ribu, maka secara proporsional dibandingkan jumlah penduduk muslim, menjadi satu kuota untuk 1.080 penduduk muslim. Tapi dari grafik di atas menunjukkan hal berbeda. Terjadi ketimpangan signifikan antarprovinsi.

Rasio kuota haji dengan penduduk muslim di Papua, tergolong sangat rendah, hanya 405. Artinya setiap 405 penduduk muslim di Papua mendapat proporsi satu kuota. Sementara Kalimantan Barat paling tinggi, boleh dibilang tiga kali lipat lebih tinggi dibanding Papua. Di provinsi ini rasio mencapai 1.287 penduduk muslim untuk satu kuota.

Ketimpangan serupa terjadi pada sebaran menurut masa tunggu. Anehnya, ketimpangan satu ini terjadi pada provinsi berbeda dari sebaran menurut rasio penduduk seperti gambaran sebelumnya.

Masa tunggu antrean jemaah haji per provinsi | sumber: haji.kemenag.go.id (diolah)
Masa tunggu antrean jemaah haji per provinsi | sumber: haji.kemenag.go.id (diolah)
Provinsi Maluku memiliki masa tunggu 11 tahun, sementara Kalimantan Selatan harus menunggu hingga 30 tahun.

Jarak masa tunggu jemaah haji antar provinsi telah mencapai 20 tahun

Sebagai tahapan akhir, jika kedua gambaran tersebut dipetakan dalam empat kuadran, maka akan nampak lebih jelas ketimpangan yang terjadi. Ada kelompok provinsi dengan rasio besar, tapi masa tunggu relatif rendah. Begitu pula sebaliknya ada kelompok provinsi rasio rendah, tapi masa tunggu relatif tinggi.

Indeks alokasi kuota haji terhadap rasio penduduk muslim dan masa tunggu jemaah haji | sumber: haji.kemenag.go.id (diolah)
Indeks alokasi kuota haji terhadap rasio penduduk muslim dan masa tunggu jemaah haji | sumber: haji.kemenag.go.id (diolah)
Searah jarum jam. Kuadran I, rasio tinggi, masa tunggu panjang. Kuadran II, rasio tinggi, masa tunggu pendek. Kuadran III, rasio rendah, masa tunggu pendek. Kuadran IV, rasio rendah, masa tunggu tinggi.

Dalam kondisi normal, mestinya titik provinsi mengumpul pada titik pusat. Tapi kenyataan tidak menunjukkan demikian. Banyak titik terpencar dalam jarak berjauhan. Kondisi ini menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam mendapatkan kuota haji.

Lantas kenapa ini semua bisa terjadi? Jawaban yang paling memungkinkan, hal Ini terjadi akibat lebih dari sepuluh tahun, kuota nyaris tanpa koreksi.

Sekali lagi, gambaran ni menjadi alasan kuat memang sudah saatnya alokasi kuota haji provinsi perlu ditinjau ulang.

Ke mana Larinya 10.000 Kuota Tambahan Tahun 2019?
Tambahan 10 ribu kuota haji dari Saudi, kemudian dialokasikan ke setiap provinsi. Separuh diantaranya untuk jemaah lanjut usia sebagai prioritas. Namun ketika dicermati, pembagian ini tidaklah signifikan berdampak pada pemerataan atas ketimpangan sebagaimana dipaparkan sebelumnya.

Pembagian seperti "kurang berani" memapas antrean satu provinsi sekaligus tidak harus mengafirmasi provinsi lain yang memang panjang antrean "sudah wajar". Sehingga akhirnya nampak bahwa tambahan kuota dialokasikan nyaris sama untuk semua provinsi.

Alokasi tambahan kuota haji per provinsi tahun 2019 | sumber: Keputusan Menteri Agama 176 Tahun 2019
Alokasi tambahan kuota haji per provinsi tahun 2019 | sumber: Keputusan Menteri Agama 176 Tahun 2019
Ambil contoh, provinsi Sumatera Selatan peroleh tambahan 80 jemaah. Padahal secara antrean, provinsi ini bukanlah terpendek. Sementara itu, provinsi Sulawesi Selatan dapat tambahan terbanyak 465 jemaah. Padahal rerata antrean jauh di bawah Kalimantan Selatan, yang mencapai 30 tahun.

Mestinya tambahan kuota ini bisa dijadikan momentum kendalikan antrean provinsi. Penambahan seiring dengan indeks masa tunggu. Sehingga pada akhirnya, setelah sekian tahun, terjadi keseimbangan antrean antar provinsi.

Alokasi Kuota Haji Provinsi Pasca UU 13 2019
Melihat kenyataan di atas, rasanya sudah pas bila UU 13 tahun 2019 kembali menegaskan soal penataan alokasi kuota haji provinsi. Penegasan sekaligus penguatan dari peraturan sebelumnya, alokasi harus memperhatikan proporsi penduduk muslim dan daftar tunggu.

Inilah celah sekaligus menjadi landasan realokasi kuota haji provinsi. Tidak perlu ada lagi kata mundur atau kekhawatiran gejolak dari pimpinan daerah. Kuota haji harus dialokasikan secara adil dan proporsional sesuai amanat Undang-Undang.

Dari pengalaman 2019, menggunakan tambahan kuota sebagai penyeimbang, rasanya mustahil. Jumlah 10 ribu dinilai relatif kecil dibanding rentang masa tunggu. Kalo pun bisa, perlu waktu cukup panjang.

Dua alternatif lainnya adalah realokasi per provinsi atau menarik menjadi alokasi nasional. Masing-masing cara tentu ada kelebihan dan kekurangan serta tantangan yang mesti disikapi secara bijak. Ulasan lengkapnya ada sini: Mencari Solusi Pangkas Antrean Jemaah Haji

Semoga ada keadilan. Karena penyelenggaraan haji bukan saja adil dalam pelayanan di Tanah Suci, tapi juga adil dalam masa tunggu. Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun