Mohon tunggu...
rosida sihombing
rosida sihombing Mohon Tunggu... Guru - Rosida br Sihombing

Rosida br sihombing Lahir pada 2 maret 2020

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Opini Pilkada 2020 Bebas Korupsi

4 Desember 2020   21:45 Diperbarui: 4 Desember 2020   21:44 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengenai Transparansi Anggaran, seseorang yang tengah
bermasalah dengan hukum atau bahkan berstatus tersangka
kasus dugaan tindak pidana korupsi seharusnya tidak boleh
mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah karena korupsi
adalah kejahatan yang luar biasa. Menurut saya khusus
tersangka kasus korupsi dan mantan koruptor harusnya tidak
diperbolehkan mengikuti Pilkada. Karena apa, sekali dia sudah
melakukan korupsi pasti sedikit banyak ia juga melakukan
korupsi ketika ia menjadi kepala daerah.
Memang tidak ada larangan seseorang yang berstatus
tersangka maju sebagai calon Kepala Daerah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus ikut mengawasi
para calon kepala daerah yang bermasalah, terutama petahana
atau pejabat daerah seperti pengawasan terhadap potensi
penyalahgunaan fasilitas negara hingga politik uang.
KPK mustinya terus mengawasi setiap calon kepala daerah
yang bertarung, terutama incumbent atau pejabat daerah yang
maju karena berpotensi menggunakan fasilitas negara, money
politics, dan lain-lain. Bentuk pengawasan lainnya, memastikan
setiap calon menyerahkan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggaraan Negara (LHKPN).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak ada
penundaan proses hukum di masa Pilkada Serentak 2020.
Peserta pilkada yang terlibat kasus korupsi tetap bakal diusut,
Polri memutuskan menunda pengusutan perkara peserta
pilkada di masa pesta demokrasi lokal ini untuk mencegahpengusutan perkara dijadikan alat politik. Namun pengusutan
perkara yang dilakukan KPK harus sesuai prosedur, Tidak
terpengaruh situasi politik.
Calon kepala daerah tidak mungkin dapat ditersangkakan,
ditahan dan seterusnya kecuali memenuhi syarat dan prosedur
yang sangat ketat. Proses hukum yang dilaksanakan sesuai
peraturan tidak akan terintervensi oleh tekanan, desakan
kemauan politik dalam masa pilkada ini.
Meski begitu, KPK memiliki tanggung jawab kepada
masyarakat untuk memberikan informasi mengenai track
record calon kepala daerah. Jangan sampai proses politik yang
biaya dan keterlibatan masyarakatnya tinggi, namun tidak
mengungkapkan info dan data semua sisi dari para calon
kepala daerah Dengan mengungkapkan track record calon,
diharapkan masyarakat bisa mengetahui pemimpinnya yang
baik agar Pilkada 2020 ini mampu menemukan pemimpinpemimpin daerah yang berintegritas, bukan sekadar sukses
pilkada secara formal.
Diselenggarakannya Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) di
tengah pandemi Covid-19 menuai banyak pro dan kontra dari
berbagai kalangan. Walaupun pandemi di Tanah Air masih
belum berakhir, pemerintah tetap menyelenggarakan Pilkada
dengan melakukan penerapan Protokol Kesehatan yang ketat
dengan bantuan pihak aparat kepolisian. Dari calon-calon
kepala daerah yang terdaftar pada pemilihan (Pilkada) serentak
2020 diberitakan bahwa ada beberapa calon yang mempunyai
rekam jejak pernah terseret kasus korupsi. Menurut saya
pilkada seharusnya menyediakan pilihan yang baik kepada
masyarakat untuk memajukan daerah.
Akan tetapi yang terjadi di sebagian daerah di Indonesia,
termasuk di berbagai daerah di labuhanbatu justru sebaliknya.
Orang-orang yang ratifikasi masih berhasrat untuk
mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Beberapa dari
mereka mendapat ruang untuk diusung partai politik
sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Regulasi terkait persoalan ini, menurut dia masih perlu
diperbaiki untuk mencegah hasil pilkada yang melukai rakyatDalam upaya melahirkan pemimpin yang bersih harus dimulai
dari proses pilkada yang baik, yang dapat membendung orangorang yang terlibat kasus korupsi mencalonkan diri. Dalam
penanganan Covid-19, contohnya, KPU dapat menunda
pencalonan politisi yang terkonfirmasi Covid-19. Seharusnya,
upaya lainnya dalam konteks melahirkan pemimpin yang
diharapkan masyarakat, dipikirkan juga potensi kerawanannya
seperti tidak memberi ruang kepada orang-orang yang terlibat
kasus korupsi dan gratifikasi di KPK.
Dengan kehadiran pasangan calon kepala daerah yang
bermasalah, menurut dia dapat menimbulkan permasalahan
bila mereka memenangkan pilkada. Kemudian setelah dilantik,
berhadapan dengan kasus hukum. Situasi tersebut tidak hanya
memperburuk nama pemerintahan daerah, melainkan bertolak
belakang dengan harapan rakyat, yang menginginkan kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang lahir dari pesta
demokrasi, tidak terlibat kasus korupsi maupun gratifikasi.
KPU maupun Bawaslu tidak memiliki wewenang untuk
menolak calon kepala daerah yang bermasalah hukum
sebelum diputuskan pengadilan. Namun sanksi dapat diberikan
pemilih dalam pilkada yakni tidak memilih mereka yang
tersandera dalam kasus korupsi atau pun gratifikasi di KPK.
Orang-orang yang pernah menjadi napi korupsi dan juga
terlibat dalam kasus korupsi berpotensi mengulangi kejahatan
yang sama sehingga pemilih sebaiknya tidak memilihnya pada
pilkada. Seluruh calon kepala daerah yang disajikan dalam
pilkada untuk dipilih oleh pemilih seharusnya tidak bermasalah.
Sebab pilkada menguras anggaran daerah yang sangat besar,
sehingga tidak layak kalau masyarakat diberi pilihan kurang
baik.
Namun terkait upaya dalam pencegahan korupsi dan
kecurangan dalam pilkada ini, bawa slu harus melakukan
kerjasama dengan pihak KPK dalam upaya mengawasi
transaksi keuangan yang mencurigakan dimasa pilkada ini.
Setidaknya dari jumlah kabupaten kota tersebut, mayoritas
akan didominasi petahana untuk maju pada pertarunganpemilihan kepala daerah 2020. Namun demikian, patut diawasi
penyalahgunaan kekuasaan ataupun jabatannya karena
kesempatan dalam akses kekuasaan akan sangat terbuka
lebar. Seperti contoh program-program bantuan, sosial, hibah
atau dalam bentuk yang lain. Dimungkinkan juga adanya
transaksi-transaksi dalam penggunaan anggaran daerah untuk
kepentingan petahanan. Tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana menjaga stabilitas profesional dalam bekerja dan
bersifat netral dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Petahana harus bisa membedakan suatu kegiatan itu sebagai
bentuk tugas pemerintahan atau kampanye. Namun, praktikpraktik semacam itu sering kita lihat dalam setiap peristiwa
pemilihan kepala daerah. Disinilah peran-peran pihak terkait
harus jeli dan selalu memberi pengawasan, khususnya
pengawas pemilu dan juga masyarakat. Para pihak sudah
selayaknya memberi ruang yang cukup untuk mengawasi  incumbent dalam pilkada ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun