Mohon tunggu...
Rosid bahar
Rosid bahar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

berfikir jernih

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Rosid Bahar Filsafat Pendidikan Matematika

23 Januari 2021   19:54 Diperbarui: 23 Januari 2021   20:04 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nature Of Education

Seteleh semua teori tentang ideologi pendidikan tertata rapi, mari kita membahas payung hukum pendidikan di Indonesia, sebagai implementasi dan landasan kita untuk berpijak dalam membangun pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Pada dasarnya, pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang begitu penting. Dengan mendapatkan pendidikan, manusia akan belajar mengenai hal --hal baru sehingga mampu bertahan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Di Indonesia sendiri, terdapat UUD yang mengatur akan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan. Pasal 31 Ayat 1 dan 2 UUD  tentang pendidikan dan kebudayaan, tertulis jelas bahwa:

  • Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
  • Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Untuk merealisasikan UUD tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 tentang Program Indonesia Pintar (PIP). Dalam pasal 2 disebutkan bahwa PIP bertujuan untuk meningkatkan akses bagi anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal/rintisan wajib belajar 12 (dua belas) tahun. Bentuk realisasi selanjutnya dari program tersebut, pemerintah memberikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) bagi setiap peserta didik sampai dengan usia 21 tahun.

Sebagai mahsiswa yang kritis, pertanyaan mendasar tentang payung hukum diatas adalah "apakah sudah meningkat kualitas pendidikan di Indonesia?". Jawabannya terdapat pada salah satu artikel seorang Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta yaitu Prof. Marsigit yang berjudul "Refleksi Pendidikan Kontemporer Indonesia"

Beliau menyatatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih di ekploitasi dengan kepentingan tertentu. Pendidikan hanyalah sebuah investasi (bahsasa tersembunyi) dan kurikulum sebagai instrument untuk tujuan egosentris dengan megaprojek besar. Inovasi pendidikan hanyalah sebagai Slogan Populis yang sebenarnya disadari merupakan dunia lain yang tidak mungkin dicapai. Sebagai Filsafat, Pendidikan yang bersifat netral dapat didorong oleh kekuatan politik sehingga melahirkan kebijakan dan arah pendidikan sesuai dengan karakteristik Makropolitik Pendidikan nya. Negara Indonesia yang sedang dilanda krisis multidimensi, Makropolitik Pendidikan lebih menarik dibanding Mikropolitik Pendidikan. Karena dampak vitalitas Makropolitik Pendidikan jauh lebih signifikan, terstruktur, masif dan sistemik. Selain dari itu, dalam situasi tidak menentu terkait krisis multidimensi di Indonesia, vitalitas Makropolitik Pendidikan terbukti telah menjadi sangat strategis dalam menentukan Indonesia ke depan sperti apa yang dikehendaki.

Untuk mengatasi multidimensi tersbut, solusi terbaik untuk pendidikan Indonesia saat ini adalah memberikan kebebasan untuk merancang kurikulum kepada daerah masing-masing sesuai kebutuhan daerah tersebut tanpa mengurangi garis-garis besar kurikulum pusat. Bagi perguruan tinggi, bisa merancang KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) sesuai potensi yang bisa dikembangkan oleh Program Studi masing-masing.

Ketika rancangan kurikulum diserahkan kepada daerah masing-masing, harapannya potensi daerah akan lebih mudah dikembangkan, sehingga pada saatnya nanti, masyarakat di daerah tersebut bisa bekerja untuk mengolah kekayaan sendiri. Karena Kebutuhan manusia terhadap pendidikan merupakan kebutuhan asasi dalam rangka mempersiapkan setiap insan sampai pada suatu tingkat di mana mereka mampu menunjukkan kemandirian yang bertanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya.

Dengan berbekal analisis kritis diatas, refleksi untuk pendidikan di Indonesia yang berasaskan demokrasi adalah sebagai berikut:

  • Jika kita ingin mempromosikan pendidikan lebih demokratis maka pandangan tentang value haruslah menuju ke keadilan dan kemerdekaan berpikir serta mendorong pengembangan aspek-aspek humanity. Praktek pendidikan kita masih terjebak pada dikotomi baik-buruk, tetapi kita kurang terampil mengisi interval di dalamnya. Praktek pendidikan cenderung semakin bersifat pragmatis dalam konteks hirarkhi paternalistik. Hirarkhi paternalistik itu akan lebih baik jika dia bersifat idealistic hierarchy paternalistic.
  • Jika ingin mempromosikan pendidikan lebih demokratis, maka tujuan pendidikan seyogyanya meliputi usaha-usaha mengembangkan masyarakat dan kehidupan seutuhnya secara komprehensif. Implementasi seyogyanya secara komprehensif dan konsisten.

Jika kita ingin mempromosikan pendidikan lebih demokratis maka kita perlu mempromosikan aspek multi budaya sebagai kakayaan yang perlu dikembangkan. Otonomi daerah dan desentralisasi perlu ditempatkan dalam kedudukan yang proporsional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun