Mohon tunggu...
Rosi Adha
Rosi Adha Mohon Tunggu... -

Seorang copywriter, bekerja di Slipi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sekarang, Ini “Perahu” Kita Semua: Menyoal Sisi Negatif BPJS

30 Agustus 2015   22:41 Diperbarui: 30 Agustus 2015   22:46 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Beberapa waktu belakangan ini, di timeline media sosial saya, rupanya ada satu kegiatan yang sedang digandrungi sejumlah orang. Kalau bisa dijadikan judul, kegiatan ini mungkin akan punya nama: “Ayo ramai-ramai kita mengeluh soal asuransi kita yang sekarang berganti menjadi BPJS.”

Isi keluhan ini bermacam-macam. Yang merasa diabaikan dan mendapat perlakuan kurang menyenangkan saat berobat sebagai pasien BPJS, ada. Yang merasa kesal karena sekarang harus rela antre di loket BPJS bersama ratusan orang lain, ada. Dokter yang mengeluh karena dibayar terlalu kecil, ada. Bahkan pekerja kantoran merangkap agen asuransi yang bersuara menyusul semakin kecilnya target market mereka, ada.

Jadi, ketika saya menuturkan pengalaman saya dalam menggunakan pelayanan kesehatan sebagai peserta BPJS yang (alhamdulillah) memuaskan di media yang sama, postingan ini tentu mendapat tanggapan yang cukup berwarna. Ada yang merasa setuju dengan saya—kemungkinan besar peserta BPJS yang sudah mendapatkan pelayanan cukup memuaskan, dan ada pula yang menyatakan ketidaksetujuan. 

Apresiasi positif saya, awalnya saya tulis “sekadar” sebagai review positif dari pelayanan kesehatan bersama BPJS yang sudah saya dapatkan. Namun, pada perkembangannya, tidak bisa dipungkiri saya tidak dapat menahan diri untuk mengomentari hal-hal yang dikeluhkan seputar BPJS. Sebelumnya, biarkan saya bercerita mengenai pengalaman saya menggunakan layanan kesehatan sebagai peserta BPJS. 

Saya mendatangi Klinik HSE di Ruko Patra Cepu karena alergi kulit. Klinik yang menjadi tempat saya berobat adalah sebuah klinik kecil saja. Posisinya di kompleks ruko kecil di pinggiran Kecamatan Cepu. Sebelum datang saya menghubungi klinik ini terlebih dahulu untuk menanyakan jadwal dokter sekaligus apakah mereka menerima saya sebagai peserta BPJS. Komunikasi yang saya lakukan sebelum berobat singkat saja, tapi cukup.

Saat itu, saya terkena alergi kimia dengan reaksi alergi tubuh saya cukup berat. Di bagian punggung tangan saya muncul bintil-bintil kecil yang terasa gatal luar biasa. Dibiarkan, gatal. Digaruk, perih. Apalagi, jika semakin digaruk, bintil-bintil ini semakin banyak, merah, dan membuat tangan saya tampak melepuh. Badan saya panas, kepala pusing, ditambah hidung mampet yang membuat susah bernapas. 

Di klinik itu, dokter yang menangani saya adalah dokter muda. Mungkin karena muda, ia terbuka pada diskusi soal diagnosis penyakit saya. Ia pendengar yang baik. Di samping memberi resep obat, dokter ini memberi batas waktu untuk pemeriksaan lanjutan. “Seharusnya dalam empat hari, alergi ini sudah sembuh. Tetapi, jika tidak hilang silakan kembali lagi ke sini,” kata Pak Dokter pada saya.

Sungguh menyenangkan rasanya bertemu dokter yang sudah berupaya menenangkan. Saya mengatakan ia berupaya—bukan berarti ia berhasil, he he he. Saya mudah crancky saat sakit, yang saya inginkan saat itu hanyalah buru-buru pulang, minum obat, lalu tidur. Syukurlah Pak Dokter melakukan pemeriksaan menyeluruh dengan efektif (tekanan darah, berat badan, suhu tubuh) dan memberi resep dengan cepat. Tidak ketinggalan, ia memberitahu dalam berapa lama saya harus kembali sehingga saya sendiri bisa memonitor progres kesembuhan saya. Berapa biaya yang saya keluarkan di klinik ini? Rp0 atau nol rupiah.

Pendeknya, semua ini membuat saya puas.

Padahal, saat itu tidak semua obat disediakan oleh klinik itu. Ada obat yang harus saya beli sendiri di apotek lain karena stok di klinik habis. Tapi tak mengapa, ini sudah cukup. Mengapa? Buat saya, negara sudah hadir dalam rasa sakit saya saat itu. Ekspektasi saya pada pelayanan BPJS yang rendah berkat komentar-komentar negatif perlahan meluruh. Saya jadi belajar, ada hal-hal yang memang perlu kita alami sendiri supaya kita bisa belajar, bukan?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun