Mohon tunggu...
Hidayatun Nafiah
Hidayatun Nafiah Mohon Tunggu... Penjahit - Mahasiswi

Reading is Hot, Writing is Cool.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Kurang Apa?

29 November 2020   08:40 Diperbarui: 12 Februari 2021   10:55 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“nahh gitu dong... ntar aku kirimin posternya ke kamu! Uhuu semangat Megaaaa” ia mencoba menghiburku dengan mengepalkan tangan dan mengangkatnya ke udara.

“....tau kaan... zona nyaman itu tidak pantas untuk kita yang mendambakan cita cita yang agung!” aku membenci kata kata ini ketia mereka keluar dari mulut Lena beberapa detik yang lalu. Tapi kemudian, kalimat itu justru  terpantul pantul di dinding hatiku. Menggema di sebuah ruangan di dalam jiwa yang tak kasat mata. Gendang telingaku pun ikut mendendangkan kalimat itu berkali kali hingga kalimat itu sampai ke hati.

“yaudah yok, pulang! Udah sore, ntar kesorean!” Lena melihat jam di pergelangan tangannya, lalu bangkit dari kursi.

*** *** ***

 

Lena mengantarkanku pulang sampai kost-ku. Sesampainya di sana, Lena menumpang sholat ashar. Aku mempersilahkannya menggunakan kamar mandi dan sholat terlebih dahulu.

....tau kaan... zona nyaman itu tidak pantas untuk kita yang mendambakan cita cita yang agung!” rupanya sepanjang perjalan pulang, kata kata itu terus bergema, beriring bersahutan. Ya, hingga akhirnya kalimat itu menyentuh hatiku dan menyadarkanku perlahan. Tapi aku tak mau disadarkan oleh Lena, rivalku! Aku tak mau disadarkan oleh kalimatnya! Karena tentu saja itu akan mebuatku semakin iri padanya. Aku menggelengkan kepala untuk menampik semua kenyataan. Tapi itu tak bertahan lama, semakin keras aku mencoba untuk menampiknya, kata kata itu semakin jelas menggema di kepala.

Hingga akhirnya, aku kalah, Lena benar. Setelah aku pikir pikir lagi, ternyata selama ini aku terlalu asyik berada di zona nyaman. Rebahan di kasur setiap sabtu dan minggu, tanpa mengetahui bahwa orang lain sedang berlari mengejar mimpi di hari dan saat yang sama. Karena terlalu nyaman di zona bebas hambatan, aku jadi tak tau kalau diluar hal itu, masih ada hambatan-hambatan besar yang belum aku taklukkan.

Aku terduduk di kasurku, memperhatikan Lena sholat. Aku jadi merasa bersalah kepadanya. Lena selalu berterus terang padaku tentang apapun yang ia hadapi di bangku perkuliahan. Sedang aku, yang merasa gengsi dan iri padanya seringkali menyembunyikan sesuatu agar aku tak dinilai lebih rendah darinya. Padahal itulah saat dimana aku  menjadi orang yang rendah. Dan Lena tetap tinggi bersinar di jalannya tanpa sedikitpun ada penyakit dalam hati.

Kau tau? Kau tak akan pernah bisa berdamai dengan segala perasangka dalam hatimu sebelum kau berterus terang dengan orang yang bersangkutan. Apa yang hatimu perdebatkan hanyalah prasangka tak bertuan, dan prasangka-prasangka itulah yang akan menyakiti dirimu sendiri.

Lena telah selesai sholat, ia melepas mukenaku dan melipatnya. “eh... anu... Len... aku kenapa ya kemaren nggak masuk Organisasi Jurusan. Padahal aku udah nyiapin syarat-syaratnya sampe lembur. Kok susah banget rasanya mau masuk Organisasi Jurusan aja. Emang aku kurang apa sih? Aku kurang cantik ya Len? Kurang pinter ya?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun