Mohon tunggu...
Hidayatun Nafiah
Hidayatun Nafiah Mohon Tunggu... Penjahit - Mahasiswi

Reading is Hot, Writing is Cool.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Kurang Apa?

29 November 2020   08:40 Diperbarui: 12 Februari 2021   10:55 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak ada pagi yang lebih menyedihkan dari pagi ku hari ini. Rasa kecewa yang tiada tara membuatku lemah dan lesu. Aku tengkurap, menyandarkan kepalaku di bantal kamar sambil terus menatap layar handphone yang menampilkan sebuah daftar mahasiswa yang diterima di Organisasi Jurusan. Ya, namaku tak ada di daftar itu, sedangkan nama-nama kawan baikku ada disana, mereka berempat diterima! Aku ingin sekali menangis, rasanya ini tak adil! aku sudah berusaha keras dan telah mempersiapkan segalanya dengan baik dan bersusah payah, tapi aku malah tidak diterima.

Tak terima dengan kenyataan, aku mulai menyalahkan kawan kawanku, terutama sahabatku, Lena. Tapi tentu saja, aku tak menyalahkannya langsung di depan si empunya nama, aku menyalahkannya di dalam hatiku. ‘jelas lah dia diterima, dia loh cantik, deket sama kakak panitia, pinter, percaya diri, disukai banyak orang, aktif di organisasai mana pun, cerdas, bapaknya PNS, anak orang kaya, lha aku? Aku mah apah atuh, si dekil kumal yang pemalu! Wajar aja kalo aku nggak diterima.’ Begitulah riuh hatiku, memaki maki, mencari pembelaan diri.

Memang, apa yang dikatakan hatiku benar. Di tahun pertama saja, Lena sudah aktif sekali di organisasi, ikut kegiatan ini, ikut kegiatan itu, jadi duta ini jadi duta itu. Rasa-rasanya berkas untuk memperkaya CV miliknya sudah banyak. Kenapa dia begitu serakah dengan tidak memberi aku kesempatan untuk masuk di organisasi sepertinya?

Ini semester ke tigaku di bangku kuliah, dan aku belum ikut organisasi apapun. Padahal aku punya cita cita untuk bisa berkuliah di Luar Negeri, sedangkan salah satu syarat utama beasiswa adalah surat keterangan aktif di organisasi. Hal itu membuatku gelisah! Aku harus ikut organisasi! Tapi masalahnya, berorganisasi di tingkat universitas lebih sulit daripada organisasi di tingkat sekolah. Absolutely.

Aku menarik nafas panjang dan melepaskannya dengan berat diiringi airmata. ‘kenapa aku bisa sebodoh dan se dungu ini sekarang?’ kataku dalam hati. Ku benamkan wajahku didalam bantal, biar saja airmata tumpah disana, sebanyak-banyaknya!

Untung saja ini hari minggu, sehingga aku punya lebih banyak waktu untuk menyesali dan meratapi hidupku. Kehabisan nafas karena membenamkan wajahku di bantal, aku berbalik telentang. Pelafon kost yang berwarna putih itu tiba tiba seperti berubah menjadi layar yang menampilkan sebuah film tentang hidupku di masa lalu sebelum aku masuk ke dunia perkuliahan.

Dulu, aku menghabiskan masa SMA ku di sebuah pondok pesantren di kotaku. Aku terbilang aktif disana, berulangkali aku mendapatkan gelar juara, baik secara akademis maupun non akademis, tingkat sekolah maupun tingkat kota. Hampir semua prestasi ku dapatkan dengan mudah dan hampir semua guru mengenal dan mengandalkanku. Di tahun ke tiga aku juga mendapatkan amanah untuk menjabat sebagai ketua OSIS. Aku pun  menjadi santriwati idola banyak orang, terutama adik adik kelasku. Kurang apa coba aku saat itu? Sempurna!

Tapi sekarang, mendapatkan prestasi semacam itu terasa sangat-sangat sulit. Jangankan prestasi, mendaftar jadi anggota organisasi kecil saja, aku sudah tidak diterima. Aku mengalami shock dengan kehidupan perkuliahan. Huh... padahal rasanya aku sudah berjuang mati matian. Kurang apa lagi coba?

Sedang asyik menonton masa lalu di pelafon kamar kost, handphone ku berbunyi. Satu pesan WhatsApp muncul dari Lena. “aighh kenapa  lagi orang ini?!” aneh ya, bisa-bisa nya aku se munafik ini, merasa iri kepada sahabatku sendiri. Tapi sungguh,aku iri dengan Lena, rasanya semua hal bisa ia dapatkan dengan mudah, aku seperti melihat diriku di masa lalu pada Lena. Tapi kenapa aku tak bisa seperti itu lagi? Kenapaa? Aku kurang apaaa?

“Meg, pengumumannya udah keluar, kamu keterima nggak?” tanyanya di pesan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun