Mohon tunggu...
Rosabela izzah
Rosabela izzah Mohon Tunggu... Mahasiswa - LEARNER

STUDENT OF INTERNASIONAL RELATIONS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

ASEAN-AS Renggang di Tengah Panasnya Trade War: Kesempatan Tiongkok Mendominasi di ASEAN

28 Oktober 2021   21:33 Diperbarui: 28 Oktober 2021   21:33 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Amerika Serikat sebagai negara great power memiliki dominasi yang cukup kuat dalam dunia internasional. Sejak nama AS keluar sebagai pemenang dalam perang dingin dominasinya sangat dapat kita rasakan sampai saat ini termasuk di kawasan ASEAN. Hubungan antara Amerika Serikat dengan ASEAN dimulai pada tahun 1977 tepatnya pada masa pemerintahan Presiden Jimmy Charter. Sejak saat itu hubungan antara AS-ASEAN terus terjalin dengan baik di mana AS menjadikan ASEAN sebagai salah satu fokus dari kebijakan luar negerinya.

ASEAN memiliki letak geografis yang sangat strategis dibuktikan dengan potensi sumber daya alam yang menguntungkan. Sehingga ASEAN merupakan salah satu kawasan yang menjadi jalur utama dalam perdagangan internasional. Selain itu jumlah penduduk di ASEAN yang tergolong besar dapat menjadi pasar yang strategis dalam perdagangan internasional. Keuntungan-keuntungan geografis yang dimiliki oleh ASEAN tersebut menarik negara-negara di kawasan lain untuk bekerjasama dengan negara-negara di ASEAN tidak terkecuali negara dengan julukan great power seperti Amerika Serikat. Sayangnya, hubungan kerjasama antara AS dan ASEAN sempat merenggang pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump yaitu pada 2017-2020. Sejak terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS kebijakan luar negeri AS banyak mengalami perubahan. Slogan Trump yang terkenal yaitu "America first" dan "make America great again" merupakan representasi ke-realis-an Donald Trump dalam memimpin AS.  Keinginan dan ambisi Donald trump untuk menjadi satu-satunya negara great power terutama dalam hal ekonomi menimbulkan suatu konflik yang cukup menegangkan dan mengancam keamanan internasional. Tiongkok yang muncul sebagai kekuatan baru dalam dunia internasional karena perekonomian yang berkembang pesat membuat AS dan Tiongkok bersaing dalam trade war. Perang dagang tersebut dimulai pada Maret 2018 dimana Presiden Donald Trump mengeluarkan kebijakan sweeping tariffs untuk semua barang impor Tiongkok yang masuk ke Amerika hingga mencapai US$60 miliar. Melihat kebijakan Trump tersebut Tiongkok merasa begitu dirugikan dan kemudian mengeluarkan kebijakan 'balas dendam' berupa tindakan menentukan sendiri tarif untuk produk Amerika yang berjumlah lebih dari 500 yang bernilai total US$34 miliar. Perang dagang antara kedua negara great power tersebut terus berkembang dan tentunya berpengaruh bagi negara-negara lain di kawasan.          

 Melihat potensi strategis yang dimiliki oleh ASEAN membuat Tiongkok turut menjadikan ASEAN sebagai salah satu fokus dari kebijakan luar negerinya terutama dalam hal perdagangan. ASEAN dapat dikatakan sebagai salah satu wilayah perebutan hegemoni antara AS dan Tiongkok. Hal ini tentunya mengancam stabilitas keamanan di kawasan ASEAN.

 Tetapi suatu hal yang menarik pada masa pemerintahan Donald Trump yaitu kebijakan luar negerinya terhadap ASEAN yang terkesan merenggangkan hubungan baik antara keduanya yang telah terjalin cukup lama. Kerenggangan hubungan AS-ASEAN tersebut terbukti dengan ketidakhadiran Presiden Donald Trump dalam KTT ASEAN selama 4 tahun masa jabatannya. Absennya Trump dari KTT ASEAN tersebut memunculkan banyak pertanyaan dalam dunia internasional terutama negara-negara ASEAN. Bagaimana tidak, sebelumnya Presiden AS selalu menghadiri KTT ASEAN sebagai bentuk komitmennya terhadap ASEAN. Sehingga ketika Presiden Donald Trump tidak pernah menghadiri KTT ASEAN membuat negara-negara ASEAN meragukan komitmen AS dalam menjalin kerjasama dengan ASEAN. Selain itu negara-negara ASEAN juga memandang bahwa kebijakan luar negeri yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump tidak dapat diprediksi sehingga banyak dari negara-negara ASEAN yang pada awalnya bekerjasama dengan AS kemudian kehilangan kepercayaan.

 Keluarnya AS dari TPP (Trans-Pasific Partnership) juga terkesan merenggangkan hubungan AS dengan ASEAN. TPP adalah perjanjian dagang regional di kawasan Asia-Pasifik yang merupakan salah satu kebijakan luar negeri stratejik pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama yang dicanangkan sebagai the world largest free trade di mana menutupi 40 persen dari ekonomi global. Keluarnya AS dari TPP secara tidak langsung menunjukkan berkurangnya dominasi ekonomi AS di kawasan Asia-Pasifik. Di sisi lain RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) yang juga merupakan free trade agreement di kawasan ASEAN dengan Tiongkok sebagai salah satu anggotanya tetap eksis. Keluarnya AS dari TPP dan keberadaan Tiongkok dalam RCEP di ASEAN merupakan peluang besar bagi Tiongkok untuk mendominasi kawasan tersebut. Selain itu di tengah ketidakharmonisan hubungan antara AS-ASEAN tersebut, Tiongkok hadir dengan salah satu kebijakan besar yang menjanjikan yaitu BRI (Belt and Road Initative). BRI merupakan kebijakan luar negeri Tiongkok di bidang investasi jangka panjang pada pengembangan infrastruktur dan peningkatan integrasi ekonomi di sepanjang jalur yang disebut silk road. BRI merupakan progam Tiongkok untuk meningkatkan koneksivitas antara Benua Asia, Eropa, dan Afrika dalam hal ekonomi. ASEAN sebagai salah satu kawasan dalam BRI tentunya membuat hubungan antara Tiongkok-ASEAN semakin baik. Terlebih lagi investasi miliaran dolar yang ditanamkan oleh Tiongkok di negara-negara ASEAN menunjukkan bagaimana dominasi Tiongkok di kawasan tersebut. 

 Melihat bagaimana AS dan Tiongkok bersaing dalam Trade war pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menjadi satu-satunya great power di dunia membuat ancaman non-tradisional tepatnya pada aspek ekonomi di ASEAN semakin besar. Terutama presiden AS saat ini yaitu Presiden Joe Biden tampaknya mulai kembali berambisi untuk memperbaiki hubungan antara AS-ASEAN setelah sempat merenggang pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump. Apakah kontestasi perebutan dominasi antara AS dan Tiongkok di ASEAN mungkin akan dimulai kembali pada tahun-tahun berikutnya? Melihat bagaimana Dominasi Tiongkok saat ini melaui BRI dan ambisi Joe Biden untuk memperbaiki hubungan dengan ASEAN. Tidak ada yang tahu bagaimana Joe Biden akan membawa AS kedepannya, tetapi yang pasti ASEAN harus tetap waspada terutama dalam menciptakan stabilitas di kawasan Asia Tenggara. 

Referensi

 Damayanti, Febrina, Novia Indira M.P., Retno Sri Wahyuni, M.Rahadian Prayoga, dan Giovani Kevin N.W. 2018.ASEAN di Tengah Rivalitas AS dan Cina: Kerja Sama ASEAN dengan RCEP dalam Mengurangi Dampak Perang Dagang. Universitas Diponegoro diakses melalui https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ip/article/view/22349

McBride, James, Adrew Chatzky, Anshu Siripurapu. 2021. What's Next for the Trans-Pasifik Partnership. Diakses melalui https://www.cfr.org/backgrounder/what-trans-pacific-partnership-tpp

ASEAN.(n.d). Tentang ASEAN. Diakses melalui http://setnas-asean.id/tentang-asean

Belt and Road Initiative.(n.d). diakses melalui https://www.beltroad-initiative.com/belt-and-road/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun