Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ojek Online, Mengatasi Masalah dengan Masalah

28 Februari 2020   19:13 Diperbarui: 29 Februari 2020   17:07 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah sama-sama kita ketahui, saat ini kita tengah berada di era revolusi industri gelombang keempat atau revolusi 4.0. Era ini ditandai dengan makin merebaknya penggunaan smart Phone dan fasilitas internet dalam melayani kehidupan manusia. Kemajuan teknologi informatika berbasis internet telah dimanfaatkan untuk mempermudah dan menyediakan berbagai fasilitas kehidupan manusia, termasuk di antaranya munculnya aplikasi Ojek Online.

Keberadaan Ojek Online seolah menjadi solusi bagi akselerasi pemenuhan kebutuhan tranportasi bagi masyarakat khususnya di perkotaan. Saat ini banyak di antara kita yang dengan mudahnya, hanya cukup meng-install aplikasi Ojek Online di smartphone kemudian dapat memesan Ojek secara online kapanpun dan dimana pun. Namun secara tak disadari sudah terjadi beberapa pergeseran nilai di masyarakat dari keberadaan Ojek Online ini, di antaranya:

1. Munculnya sikap malas. Dengan adanya Ojek Online banyak di antara kita yang sudah segan untuk sekedar berjalan kaki sejauh puluhan meter untuk mendatangi akses transportasi terdekat seperti angkutan umum, stasiun kereta atau yang lainnya. Bahkan Aplikasi Ojek Online biasanya juga menyediakan aplikasi pesan makanan/minuman secara online. Sehingga hal ini makin menambah sikap malas dari sebagian masyarakat. Mereka tinggal gunakan jari-jarinya, maka makanan/minuman akan segera tiba dalam waktu yang tidak lama.

2.Menurunnya tingkat disiplin dan kerja keras. Sebagai contoh kasus. Dahulu sebelum ada Ojek Online para pelajar terbiasa bangun pagi untuk berangkat sekolah. Karena mereka harus berjalan kaki sejauh puluhan bahkan ratusan meter menuju jalan raya utama. Namun saat ini karena mereka merasa mudah mendapatkan pelayanan antar jemput via Ojek Online, maka mereka menjadi mulai bangun agak siang, bahkan masih ada yang sering terlambat ke sekolah karena bangun kesiangan.

3. Menurunnya tingkat kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena kebiasaan olah raga melalui berjalan kaki, secara bertahap ditinggalkan sehingga dapat mengundang penyakit seperti peredaran darah kurang lancar, sakit jantung dan lain sebagainya.

Selain pergeseran nilai dan kebiasaan masyarakat tersebut, keberadaan Ojek Online juga dapat di lihat dari sisi driver Ojek Online itu sendiri. Menjadi driver Ojek Online sejatinya bukanlah merupakan profesi pilihan utama. Banyak di antara mereka yang dulunya pernah bekerja di sebuah perusahaan kemudian resign atau diPHK kemudian melamar pekerjaan di perusahaan lainnya namun tidak diterima karena faktor usia atau tidak ada lowongan pekerjaan. Akhirnya mereka terpaksa melamar sebagai driver Ojek Online dari pada tidak bekerja. 

Pada awalnya menjadi driver Ojek Online merupakan solusi cepat untuk mengatasi masalah keuangan keluarga, karena dengan bermodalkan semangat maka income ratusan ribu rupiah perhari akan segera didapat bahkan bonus siap menanti. Namun kalau kita lihat jam kerja para driver Ojek Online, rata-rata mereka bekerja 6-8 jam sehari selama satu pekan. Walaupun pada dasarnya jam kerja mereka adalah fleksibel tergantung pada mereka. Namun demi mengejar bonus dan membayar uang cicilan atribut, mereka harus bekerja dalam jangka waktu yang lama.

Padahal menurut ketentuan UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, bekerja lebih dari 40 jam per pekan dianggap sebagai jam kerja yang lama. Apalagi jika 48 jam per pekan maka dianggap kerja berlebihan. Di lain sisi, para driver Ojek Online bukanlah pegawai dari perusahaan aplikasi Ojek Online, mereka hanyalah mitra. Sehingga perusahaan tidak memiliki kewajiban memberikan Upah minimum dan hak-hak lainnya kepada layaknya para pekerja atau pegawai. 

Kalau kita melihat perkembangannya saat ini, seolah tidak ada perbedaan antara Ojek Online dengan Ojek Pangkalan. Dalam arti para pengemudi Ojek Online juga memilih mangkal pada tempat-tempat tertentu, seperti stasiun kereta, sekolah, kampus, atau bahu jalan. Hal ini dapat menimbulkan kesemrawutan dan rawan menjadi penyebab kemacetan. Menjamurnya jumlah pengemudi Ojek Online bisa disebabkan karena memang sulitnya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk mereka. 

Menjadi tugas pemerintah untuk memberi solusi terbaik dari salah satu permasalahan anak bangsa ini. Di dalam konstitusi kita dinyatakan bahwa :"setiap warga negara berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak". Pemerintah harus dapat menciptakan perlindungan terhadap setiap warga negara khususnya pekerja, baik perlindungan di bidang kesehatan, bidang keselamatan di jalan ataupun peraturan perundang-undangan. Keberadaan Ojek roda dua belum diakui sebagai sarana transportasi umum dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sehingga keberadaan mereka sering dianggap masalah oleh petugas di lapangan.

Pada akhirnya kita selaku masyarakat harus bijak dalam memanfaatkan kemudahan fasilitas di era millenial ini, sehingga tidak terbuai pada kemudahan-kemudahan sehingga dapat merusak tata nilai yang selama ini kita junjung tinggi. Kita juga berharap kepada pemerintah semoga dapat bertindak secara bijaksana dan mengarahkan segala program kerjanya pada usaha untuk meningkatkan kesejahteraan umum, sebagaimana telah menjadi amanah dalam konstitusi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun