Mohon tunggu...
NoVote
NoVote Mohon Tunggu... Guru - Mohon maaf jika tak bisa vote balik dan komen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Terimakasih

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

"Awkward on The Job" bagi "Stalker", Wajarkah?

15 Maret 2020   01:26 Diperbarui: 15 Maret 2020   01:22 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com Mulai Bekerja di Kantor Baru? Jangan Pernah Ucapkan Kalimat Ini!



Mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidang keahlian memang sulit didapatkan. Kadang teuletan dan ketelatenan melamar pekerjaan ibarat stalker yang selalu waspada setiap saat. Laman online penyedia lapangan pekerjaan jadi sasaran paling utama.

Peluang ada, namun belum tentu skill yang dimiliki sesuai dengan penawaran. Semangat yang mulanya menggelora dengan hayalan macam-macam keinginan setelah menjadapatkan job yang dinginkan sirna. Begitu stalker gagal memenuhi kompetensi yang ada.

Terlebih lagi perusahaan asing dengan penawaran gaji yang lumayan besar. Sementara job diskription dari hasil stalker menggiurkan. Tak perlu banyak mengeluarkan keringat.

Padahal yang bersangkutan sering lupa, di samping skill harus mumpuni, juga psikis yang perlu tahan banting. Bekerja dengan disiplin yang tinggi di bawah tekanan berat memang membutuhkan stamina prima.

Sementara rerata orang Indonesia, walau tidak semua namun sebagian besar lebih ingin santai dalam segala job yang diberikan. Kebiasaan suka ngakal-ngakali pekerjaan. Job diskription yang ada maunya ada kebijaksanaan dan modifikasi sesuai keinginannya.

Tentu saja budaya demikian tak berlaku ketika diterima di perusahaan asing. Tak ada stalker di dalam pekerjaan. Job diskription memang diberikan ketika tanda tangan kontrak. Jika mengerjakan ini maka income-nya sekian. Jika memilih job doskription itu maka income-nya segitu.

Dalam perjalanannya, kadang realita tak sesuai dengan kontrak yang ada. Nah, kebiasaan di kita protes diurutan pertama. Berbeda dengan negara lain. Mereka yang tak sesuai realita dengan kontrak sesuai job diskription yang ada rela keluar dari pekerjaan.

Pindah ke pekerjaan lain sepertinya tak masalah. Memang skill yang dimiliki sangat mumpuni. Tidak ada istilah tanggung-tanggun. Tak punya kesempatan ketika sudah masuk dalam lingkungan kerja menyempatkan jadi stalker.

Budaya demikianlah yang selayaknya kita ubah segera. Paradigma tentang sulitnya mencari pekerjaan, dan patuh terhadap perusahaan tak semestinya melahirkan protes, apalagi demo.

Nah, antara pekerja dan perusahaan memiliki kepentingan yang sama. Rasa percaya diri atas sinergitas kedua belah pihak perlu menjadi penguat kedua hubungan timbal balik tersebut.

Memang yang paling mudah adalah menjadi bos untuk diri sendiri. Dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan. Kalau memang kondisi belum memungkinkan, kompetensi teknis terkait keahlian yang dimiliki jangan setengah-setengah. Berusaha semaksimal mungkin, kalau perlu jadi stalker agar bisa profesional di bidang kerja yang akan dilamar dan ditekuni.

Oleh karena itu tak akan ada istilah awkward on The Job yang jadi masalah bagi para pemula di manapun mereka bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun