Mohon tunggu...
Surobledhek
Surobledhek Mohon Tunggu... Guru - Cukup ini saja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi tak harap kembali

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ahok, Kelahiran yang Salah Tempat dan Waktu

6 Maret 2020   09:28 Diperbarui: 6 Maret 2020   10:40 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Menjegal orang lain untuk maju, sementara diri sendiri tak mau berpacu.

Begitulah istilah yang tepat digunakan untuk Ahok. Karir kepemimpinannya terbukti mampu melakukan perubahan dan inovasi. Buktinya ketika di Jakarta, mampu memimpin dan melakukan perubahan mendasar pada tatanan pemerintahan.

Sistem pemerintahan juga dikelola dengan strategi yang jitu, buktinya e-bugdeting terbukti ampuh menekan pelaku korupsi. Momok yang hingga kini masih menjadi musuh besar bangsa. Namun tetap menglilingi pemerintahan. Hingga KPK dilemahkan, dengan macam-macam peraturan.

Sejak di Bangka Belitung, usahanya menduduki jabatan kepala daerah batal karena terganjal masalah keyakinan. Dengan dalih yang begitu banyak dikemukakan. Intinya hanya satu, rasa tidak suka.

Aksi 212 yang mencoba menurunkan Ahok berhasil sempurna, melahirkan keponggahan. Merasa memiliki pengaruh besar kemudian melanjutkan dengan aksi serupa. Memangnya bisa pengadilan jalanan merubah tatanan negara. Padahal pemerintahan yang sah dan segala undang undang dan peraturannya memberikan peluang menata bangsa.

Memperbesar kekurangan yang dimiliki seseorang dan melupakan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya justru merupakan tindakan tidak terpuji. Bukankah lebih bijaksana jika kelebihan yang dimilikinya kita manfaatkan semaksimal mungkin guna membangun bangsa. Sementara kekurangan yang dimiliki kita awasi dan kita nasihati.

Setiap orang pasti memiliki peluang yang sama untuk berbuat baik dan berbuat salah. Lingkungan sekitar menjadi tempat yang subur terjadinya perubahan. Mengapa kesempatan itu tertutup untuk Ahok?

Tulisan ini tidak ingin mendukung Ahok, juga tidak ingin menafikan keistimewaan yang dimiliki Ahok. Saya lebih senang menyebutnya, anak manusia yang lahir di waktu dan tempat yang salah.

Jika sentimenisme terhadap Ahok sedikit saja diturunkan, lalu aksi jegal, aksi tolak dihentikan dengan sebuah kesadaran. Kemudian memberi peluang sekali saja kepada Ahok untuk menjadi kepala otorita Ibukota Negara yang baru bagaimana hasilnya. Kita lihat dan awasi bersama.

Mengingat pembangunan Ibukota Negara Baru adalah mega proyek dengan anggaran yang tak sedikit. Saya hanya membayangkan, ketika setiap butir fasilitas negara yang harusnya bertahan hingga puluhan tahun, bahkan mungkin mampu bertahan ratusan tahun karena tilep anggaran yang sudah menjadi kebiasaan hampir pada seluruh proyek pemerintah menjadi rusak sebelum waktunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun