Mohon tunggu...
Ropikotul Husna
Ropikotul Husna Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pojok Buku? Masih Berfungsi?

14 Mei 2019   16:14 Diperbarui: 14 Mei 2019   16:24 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Milenial oh milenial...


Kidz zaman now or old kah?


Apakah pojok buku masih tersimpan rapi dalam sebuah nalar niat membaca buku?  Apakah fungsinya sudah tidak berguna atau tidak digunakan lagi?  Apakah candu orang membaca sudah tertanam hidup-hidup?  


Realisasinya memang kebanyakan seperti itu.  Cara berpikir kaum milenial sudah berbeda,  bukan maksud menyalahkan,  akan tetapi sebagian kaum milenial memang memiliki cara pandang yang berbeda.


Seorang selebgram membuat vlog mengenai perbedaan kaum milenial atau kita kenal dikalangan luas dengan sebutan 'kidz zaman now' dengan 'kidz zaman old' dengan tujuan sedikit menjelaskan perbedaan anak zaman sekarang dengan anak zaman dahulu.


Penjelasan selebgram itu mengenai perbedaan yang sering ditujukan untuk merendahkan kaum milenial dan mengelu-elukan anak zaman dahulu. Memang sering kita membaca sebuah meme yang beranggapan bahwa dunia ini lebih pro kepada anak zaman dahulu.  Membanding-bandingkan bahwasanya teknologi telah merubah cara pandang mereka berpikir.


Mungkin sebagian orang memang berpikir begitu,  tetapi banyak juga kaum milenial membawa dampak baik,  dampak yang dapat mempermudah seseorang, teknologi yang sangat helpful dan dunia yang seakan berdekatan tetapi nyatanya perbedaannya sampai melangkahi pulau-pulau.


Baikah, cukup mengenai selebgramnya, yang ingin saya bahas di sini adalah mengenai perubahan pojok buku.  Dahulu semasa kecil, saat sepeda motor lewat dengan banyak buku di keranjangnya,  kami berlarian mengikutinya dengan maksud meminjam beberapa buku untuk dibawa pulang dan dibaca.  Tetapi akhir-akhir ini sudah tidak ada.  


Ketika sudah beranjak dewasa,  kami hanya berusaha meminjam buku dari perpustakan, memang tidak jauh berbeda tetapi rasanya sedikit berbeda.  Entahlah,  ini adalah perspektif saya sendiri.


Saat pertama kali menginjakkan kaki pada saat SMA,  saya kagum dengan sekolah saya,  ada beberapa taman baca dan di dalam kelasnya juga memiliki rak buku mini dan ruang pojok buku kecil disudut ruangan,  pojok buku itu berada pada tiap kelas,  biasanya pojok buku itu dilapisi tilam kecil untuk orang dapat duduk di sana.
Tapi lambat laun,  murid-murid menggunakannya sebagai tempat tidur.  Memang sejuk dan tidak ada salahnya jika hal itu dilakukan saat tidak jam pelajaran.  
Tapi setiap pagi biasanya kami akan dituntun untuk one day one bab,  artinya satu hari mengerti isi cerita dalam buku minimal satu bab.  Kami akan melakukan hal itu setiap selesai tadaruzan,  para guru akan berkeliling apakah kami memiliki buku yang dapat dibaca atau tidak sama sekali.


Aku sangat tertarik dengan sistem seperti ini,  menurut saya membaca itu menyenangkan. Kita dapat menambah gaya berbahasa kita, memperluas kognisi mengenai sesuatu hal dengan rangkaian yang indah.  Saat ujian juga sangat berlaku dan membantu sekali.  Saya hanya memikirkan satu point dan dapat mengembangkannya dalam bentuk rangkaian kata seakan menjadi sepuluh point?  Mengerti?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun