Genap seminggu sejak perhelatan BCA Bali Trail Run presented by Asics aku berhasil mengumpulkan semua dokumentasi yang dibutuhkan untuk mengisahkan perjalanan ini. Here we go.
Persiapanku berlangsung cukup panjang termasuk latihan bersama Mbak Kadek dan Pak Datu serta Mbak Kitty di Sentul. Melengkapinya Mbak Binar menghibahkanku fasilita berlaga di SMR2025.
Menara capaian itu ditopang oleh latihan dasar mingguan yang dicoba untuk disusun di atas tumpukan bata konsistensi. Aku masih mengerjakan menu latihan malam saat misa perayaan setahun meninggalnya orang tua adik ipar di Wonogiri. Juga mencari keringat di bawah jingga langit senja Palu kala mendampingi Kunjungan Kerja Bapak Dirjen Bina Keuda dan Komisi II DPR RI di Palu. Cross training tidak ketinggalan masuk daftar menu guna mencukupi kebutuhan mileage.
Menikmati Kintamani
Tibalah saat race. Aku dan keluarga menuju Kintamani via Denpasar. Kami tiba di Batur Natural Hot Spring dan mengikuti RPC pada Jumat, 9 Mei 2025. Kami mengambil RPC istri dan putra bungsu yang berlomba di kategori 7K baru kemudian mengambil RPC-ku. Panitia begitu ramah dan akomodatif. Keramahan mereka memberi kami energi positif untuk menuju tempat penginapan yang terletak 5Km dari venue lomba. Itu jarak yang boleh dibilang dekat. Sebagian teman bahkan harus menginap belasan kilometer dari venue karena semua penginapan dan hotel penuh terisi.
Sabtu, 10 Mei 2025, aku terjaga pukul 02.30. Semua peralatan lomba yang disusun malam dicek ulang. Lalu aku menuju venue pada pukul 03.00 diantar oleh pemilik Glamping. Pilihan tiba awal di lokasi start sangat tepat karena di sana aku bertemu Kak Lia, salah seorang sweeper lomba memberiku tips menghadapi tantangan medan. Sore kemarin sudah ada arahan dari panitia di acara briefing. Info Kak Lia memperjelas apa yang justru kemarin ingin aku tanyakan.
Race day
Demikianlah. Setelah lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang, tepat pukul 04.00 peserta kategori 60K meninggalkan garis start. Dalam keheningan pagi, nafas para pelari terdengar begitu jelas di telinga. Sementara mata ini menatap jauh pada samar cahaya lampu pelari di barisan depan. Kami mencapai puncak Gunung Batur yang berketinggian 1.717 mdpl saat langit masih gelap pekat. Lalu kami berlari menuruni lanskap magis pasir Culali dan black lava menuju WS1 ditemani syahdu mentari pagi.
Setelah melewati Desa Kadisan aku teringat limit COP di WS3. Dada ini memompa semangat untuk mencapai pos persiapan pendakian Gunung Abang itu lebih cepat. Pukul 9,35 aku mencapainya. Tetapi cukup lama aku berada di sana setelah pemeriksaan mandatory gear. Aku minum dan makan sebanyak mungkin sembari mengisi flask.