Pasukan kota terkejut. Ledakan di ujung mata begitu keras. Namun mereka hanya dapat menyaksikannya. Kendaraan besar pengangkut pasukan porak poranda. Pemimpin pasukan dan anggotanya tewas oleh ledakan dinamit di sisi kiri dan kanan jalan.
Pada saat yang sama, sang Jenderal dan para prajurit goa keluar rawa dan berlari ke gerbang kota. Pasukan yang ditempatkan di baluwati  belakang segera menyambut mereka dengan tembakan.
Para prajurit goa menggunakan taktik kuno. Mereka menyusun perisai secara berlapis dan memberi ruang kecil di antara lempengan baja itu. Ruang kecil yang memungkinkan para penembak menempatkan ujung laras dan membalas tembakan. Satu demi satu anggota pasukan kota di baluwati belakang tersungkur tak bernyawa.
"Maju ke gerbang dengan formasi mundur!"
Sang Jenderal memberi perintah. Para prajurit goa maju ke gerbang kota dengan gerakan mundur sambil melancarakan tembakan.
Untuk beberapa saat taktik itu efektif. Namun formasi porak poranda saat tembakan peluru tank jatuh beberapa meter di depan. Satu peleton terdepan runtuh. Orang-orang goa semakin terdesak ketika peluru kedua, ketiga dan keempat jatuh di samping mereka.
Beruntung, bahwa dinamit yang dipasang Guruh, Suami Menik dan para prajurit penyerta bekerja baik. Lima menit setelah ledakan di ujung jembatan, dua buah dinamit meledak tepat di tempat dimana tank ditempatkan.
Tank meledak bersama semua peluru yang dibawanya, menimbulkan gelombang ledakan beruntun yang lebih besar lalu menghantam semua pasukan yang berada di sekitarnya.
Pada tiap lima menit berikutnya, sepasang dinamit meledak memporak-porandakan pasukan kota, mobil mereka, juga kendaraan tempur. Penderitaan pasukan kota kian bertambah oleh tembakan mortir orang goa yang bersembunyi di hutan bakau.
Sang Jenderal dan sisa prajuritnya berhasil mencapai pelataran downtown. Demikian pula prajurit yang berada di  sisi lain muara.
Tetapi baru saja langkah sang Jenderal menapaki pelataran kota, bunyi sirene mengaung dan suara peringatan terdengar dari toa di sepanjang jalan. Â