“Ssssstt…..,”Menik meletakan telunjuk kanannya di bibir, mengiba suara ibunya tidak terdengar para pengunjung candi. “Bu, rumah di Selomerto tidak mungkin kami sewa. Apalagi dijual. Guruh pun tidak bisa keluar bekerja dari kantornya.”
“Tapi Bapakmu juga masih mengajar, Nduk.”
“Bapak sudah cukup pengabdiannya, Bu. Di sini Bapak bisa mengawasi pekerjaan anak-anak di proyek.”
“Meminta Bapakmu pensiun dini dari pekerjaannya itu terdengar aneh.”
“Tidak aneh kalau Ibu yang mengusulkan.”
“Hmmmm….kamu saja yang bicara dengan Bapak bagaimana?,”Bu Sri meragu.
“Kok aku sih, Bu?,” Menik tertawa.
“Jadi Ibu yang bicara sama Bapak?”
“Ibu diplomat sejati. Percayalah…,”Menik bermadah.
“Ya. Ibu akan bicarakan dengan Bapak.”
Menik memeluk pinggang ibunya dan tersenyum.