Pada sisi yang berbeda, bagi banyak pihak yang optimis dan mendukung kebijakan Kurikulum Merdeka, saat ini mereka sudah bergerak dan secara perlahan namun pasti sudah mulai tinggal landas dari paradigma lama menuju paradigma baru. Â Â
Kurikulum Merdeka, kebijakan publik atau bukan?
Untuk menjawab pertanyaan itu, tentu saja tidak sulit. Begitu banyak referensi dapat dijumpai dari mesin-mesin penelusur informasi.Â
Studi-studi tentang kebijakan dan pendidikan pun bertaburan di alam ilmiah, riset-riset yang sama juga banyak ditemui dalam hamparan keilmuan.Â
Namun semua itu bisa meragukan manakala pada tataran praktisnya diasumsikan terjadi anomali. Oleh karena itu, perlu diskursus lebih lanjut untuk menjembataninya.
Dari berbagai teori kebijakan dasar yang dikemukakan para ahli, seperti Thomas R. Dye, Frank Fischer, Joseph Stewart Jr, dan lain-lain, mengungkapkan benang merah kebijakan adalah seperangkat ketentuan dari administrator kebijakan yang harus dijadikan pedoman, pegangan, atau petunjuk bagi setiap usaha atau kegiatan yang berkaitan di dalamnya untuk mencapai tujuan tertentu (Satori, 2020).
Kebijakan itu kemudian dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kebijakan publik, yang diwujudkan melalui kewenangan pemerintah; dan kebijakan privat, yang dilakukan otoritas swasta dan tidak mengikat pihak lain di luarnya (Cahore dkk, 2021).Â
Artinya, kebijakan publik berlaku untuk semua (publik), sedangkan kebijakan privat tidak berlaku untuk semua dan bersifat terbatas.
Batasan jelas tentang kebijakan publik disebutkan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/04/M.PAN/4/2007.
Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Pemerintah untuk mengatasi persoalan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak.
Lebih lanjut disebutkan kebijakan publik itu dikelompokkan ke dalam dua bentuk meliputi:Â