Mohon tunggu...
Ronald Anthony
Ronald Anthony Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Hanya seorang pembelajar yang masih terus belajar. Masih aktif berbagi cerita dan inspirasi kepada sahabat dan para mahasiswa. Serta saat ini masih aktif berceloteh ria di podcast Talk With Ronald Anthony on spotify.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Saturday Morning #23 - "Beda Reaksi dan Respon"

31 Oktober 2020   09:00 Diperbarui: 31 Oktober 2020   09:15 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dua minggu kebelakang, saya banyak menemui orang-orang baru untuk mengurus sesuatu. Namun, tak jarang pula saya sadari dalam dua minggu kebelakang saya banyak bertemu juga dengan teman-teman lama. 

Selama ini saya selalu menganut prinsip bahwa dari setiap orang kita bisa selalu belajar. Belajar yang dimaksud tak melulu di bangku sekolah, karena sejatinya banyak ilmu serta kisah hidup yang dapat pelajari dari bertemu orang entah itu karakter, sikap, ataupun juga etika yang dipunyainya.  

Ngomong-ngomong soal belajar dari setiap cerita orang, saya mau membuat pengakuan jujur di awal tulisan ini, rata-rata ternyata orang yang membagikan kepada saya cerita atau kisahnya dalam dua minggu kebelakang adalah orang yang kerap lebih banyak membawa emosi dalam melihat atau memutuskan sesuatu.

Meskipun demikian, kadangkala melihat atau memutuskan sesuatu berdasarkan emosi saya pikir lebih disebabkan karena logika atau pemikiran yang singkat atau bahasa kerennya adalah cepat bereaksi. 

Maka daripada itu, seringkali keputusan yang diambil kadang kala menjadi tidak tepat. Saya pribadi berani mengambil kesimpulan karena dari cerita-cerita mereka yang memutuskan dengan emosi, lebih banyak yang kurang tepatnya dibandingkan yang tepat. Wkwkwk.

Entah kebetulan atau tidak, saya juga merasa seringkali orang terbalik dengan istilah "Reaksi dan Respon". Padahal ini adalah kedua istilah yang berbeda. Apalagi, cara menyikapi atau menggunakannya juga merupakan dua hal yang berbeda. 

Jika kita berbicara Reaksi, maka pada dasarnya adalah sebuah istilah bagi orang yang menanggapi sesuatu atau situasi dengan emosi atau pikiran sesaat. Dan biasanya jika menggunakan reaksi maka lebih banyak dikedepankan adalah emosinya ketimbang pikir panjang. 

Sedangkan jika kita berbicara Respon, maka ini tentu berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Reaksi. Hal ini karena dalam Respon yang dikedepankan adalah akal sehat, dimana orang yang dapat merespon dengan baik adalah orang yang dapat berpikir secara jernih dan matang baru menanggapi sesuatu kondisi. Sehingga, pada akhirnya kalau orang tersebut merespon dengan baik maka keputusan yang diambil pun menjadi tidak salah pula.

Berbicara soal reaksi dan respon, tak jarang saya banyak menemui orang yang masih sulit membedakan antara Reaksi dan Respon. Bahkan, ada pula diantaranya yang masih menganggap keduanya adalah sama. Anda masih bingung, dengan analogi reaksi dan respon ini? saya mau mencoba menjelaskan kepada anda dengan sebuah gambar dari antidosa sebagai berikut: 

dokumen: antidosa
dokumen: antidosa

dokumen  antidosa
dokumen  antidosa

dokumen: antidosa
dokumen: antidosa

Jadi, tentu anda bisa bandingkan ya mana yang menggunakan reaksi dan mana yang menggunakan respon ketika melihat suatu keadaan. Tugas kita sekarang, coba telisik, kita lebih banyak memberikan reaksi atau respon? Agar ada feedbacknya boleh kali coba dituliskan di kolom komentar berapa presentasenya!

Saya pun kalau begitu tidak ingin ketinggalan, saya pribadi setelah membandingkan dengan gambar diatas mungkin berada pada kisaran 75% Reaksi dan 25% Respon ketika dihadapkan pada masalah atau suatu situasi. Hmmmm, perlu kerja keras tampaknya untuk merubah pelan-pelan dari reaksi menjadi respon dalam diri saya.

Ahh, tapi begitulah hidup, saya pun masih terus mencoba belajar untuk menjadi lebih baik. Tapi, bicara soal prinsip reaksi dan respon ini saya jadi teringat materi pelajaran agama waktu saya SMA yaitu materi soal Kata Hati atau suara hati. Dan rasanya setiap jenjang saya bersekolah, bisa berulang kali saya dengar, dan berulang kali pula saya merasakan bahwa itu hal yang biasa-biasa saja. 

Sepintas seperti materi biasa pada umumnya, nothing special. Apa mungkin karena dari dulu saya idealis juga kali ya?Sebetulnya sederhana saja alasan saya, saya sering berpikir terkadang dalam setiap kondisi atau situasi harus dihadapi dengan logika dan bukan dengan hati. Hal ini karena menggunakan logika pada waktu itu agaknya lebih rasional dan masuk akal dalam pemikiran saya ketimbang menggunakan hati. 

Jika memakai hati dalam menghadapi suatu kondisi, biasanya keputusan yang dihasilkan selalu lebih banyak melibatkan perasaan.  Dan seringnya kalau memakai hati, keputusan yang diambil atas suatu kondisi terkadang tidak objektif dan seringkali lebih terkesan subjektif. Setidaknya itu dari pengamatan saya selama ini. 

Apakah demikian adanya? sebetulnya jika ditelisik lebih jauh belum ada rumus pastinya. Namun, makin kesini saya makin menyadari bahwa memang terkadang untuk merespon segala sesuatu memang perlu melibatkan hati dalam suatu pengambilan keputusan, agar logika yang digunakan bisa sesuai dengan hati. cielahh! Ini tentu berarti setiap logika juga harus melibatkan suara hati agar respon terhadap suatu kondisi atau keadaan menjadi lebih terukur dan bisa jadi menjadi lebih tepat. 

Oleh  karena itu, semakin kesini semakin saya menyadari pula bahwa terkadang munculnya suatu pertentangan atau perdebatan itu lebih disebabkan karena faktor dari dalam diri masing-masing kita. Utamanya adalah terkait "Cara kita di dalam menlai sesuatu" Karena pada dasarnya ukuran ideal setiap orang itu berbeda-beda dan tidak bisa anda samakan isi kepala anda dengan isi kepala orang lain. Mungkin ungkapan ini cocok untuk menggambarkan terkait topik yang kita bahas ini "Bahwa Tuhan menciptakan satu mulut untuk berbicara dan dua telinga untuk mendengar". 

Maknanya tentu sangat dalam bahwa "Lebih baik bagi anda untuk mendengar dengan baik dan tuntas terlebih dahulu sebelum berbicara" itulah guna nya dua telinga untuk mendengar agar kita dapat mendengar dengan baik ketimbang bicara. Karena, perlu anda ingat lidah tak bertulang, apa yang keluar dari dalam mulut anda bisa menaikkan seseorang atau bisa pula membuat orang menjadi down atau turun.

Oleh karena itu, di penutup tulisan ini saya pingin mengajak anda sekalian ketika ada suatu keadaan atau maslaah jangan gegabah dan langsung bereaksi. Lebih baik tahan diri, dan cobalah bagi anda untuk berpikir secara jernih dan tenang baru merespon suatu keadaan. Karena biasanaya lebih baik dan juga lebih tepat. Jadi mari sama-sama kita belajar merespon dengan baik ya teman!. 

Salam Satu Hati

*)Ronald Anthony

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun