Mohon tunggu...
Ronaldo Harahap
Ronaldo Harahap Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - - Mahasiswa

Mahasiswa (Universitas Negeri Padang) serta mencari Informasi seputar Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Hakekat Manusia dalam Pendidikan

4 Desember 2021   23:43 Diperbarui: 4 Desember 2021   23:52 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Hakikat Manusia Menurut Al-Qur’an

Berbicara tentang manusia adalah merupakan pembahasan yang sangat kompleks dimana kita menemuhi banyak definisi yang berbeda-beda dari banyak pendapat. Para ahli dari berbagai disiplin ilmu telah mengemukakan jawaban yang bervariasi tentang manusia. Ahli ilmu mantiq (logika) menyatakan bahwa manusia adalah hewan yang berfikir (hayawan al-nathiq), sedangkan ahli antropolog atau budayawan menyatakan bahwa manusia adalah makhluk budaya (homo sapiens), dankaum agamawan menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang senantiasa bergantung pada kekuatan “supranatural” yang ada diluar kekuatan dirinya. Namun,didalam Al-Qur’an,terdapat banyak kata yang mengindikasikan tentang manusia dengan kata yang berbeda-beda. Antara lain Al basyar, An-Nas, dan Bani Adam.

Kata Al basyar, Menurut M. Quraish Shihab,diambil dari akar kata yang bermakna penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama,lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dalam konsep al-Basyar,dipandang dari pendekatan biologis,berarti manusia terdiri atas unsur materi,sehingga menampilkan sosok dalam bentuk material (Hasan Langgulung,1987: 289),berupa tubuh kasar (ragawi). Dalam kaitan ini,manusia merupakan makluk jasmaniah yang secara umum terkait kepada kaidah-kaidah umum dari kehidupan makhluk biologi.

Berdasarkan konsep Al-Basyar, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Al-Basyar adalah gambaran manusia secara materi,yang dapat dilihat,memakan sesuatu, berjalan,dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak,mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat pematangan dan kedewasaan. Manusia memerlukan makanan dan minuman untuk hidup, dan juga memerlukan pasangan hidup untuk melanjutkan proses keturunannya. Lengkapnya manusia memiliki dorongan biologis seperti dorongan makan dan minum, dan dorongan seksual.

Dalam konsep al-Basyar ini tergambar tentang bagaimana seharusnya peran manusia sebagai makhluk biologis. Bagaimana ia harus berperan dalam upaya memenuhi kebutuhan primernya secara benar menurut tuntunan yang telah diatur oleh Penciptanya. Sebagai makhluk biologis,manusia di bedakan dari makhluk biologis lainnya seperti hewan,yang pemenuhan kebutuhan primernya dikuasai oleh dorongan instingtif. Sebaliknya manusia dalam kasus yang sama,didasarkan tata aturan yang berlaku dari Allah SWT.

Kata An-Naas,dalam Al-Qur’an mengidikasikan tentang fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Bagaiman ia hidup bermasyarakat dalam lingkungannya,mulai dari tingkat keluarga, masyarakat,hingga pada kawasan yang lebih besar dan kompleks lagi seperti bangsa. Konsep An-Naas mengacu pada peran manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia di arahkan agar menjadi warga sosial yang dapat memberi manfaat bagi kehidupandidalam masyarakat.

Yang ketiga adalah kata Al-Insan yang menurut Qurais Shihab terbentuk dari akar kata nasya yang berarti lupa. Penggunaan kata Al-Insan sebagai kata bentukan yang termuat dalam al-Quran, mengacu pada potensi yang di anugrahkan Allah kepada manusia. Potensi tersebut antara lain berupa potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara fisitak (Qs. 23:12-14) dan juga potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara mental spiritual.

Begitulah sejatinya manusia dalam Al-Qur’an. Ada banyak kata lain yang juga sinonim dari kata Al-Basyar, An-Naas, dan Al-Insan. Saya hanya mengambil secara garis besarnya saja. Kata itu antara lain; Bani Adam, Kholifah fil Ardh, Abdi Allah, dan Al-Ins. WALLAHU A’LAM.

B. Hakikat Manusia Menurut Para Ahli 

Para ahli mempunyai pemahaman yang beragam dalam memahami hakekat tentang manusia, hal ini dapat kita lihat dari berbagai pendapat berikut :

  1. Charles Robert Darwin (1809-1882) menetapkan manusia sejajar dengan binatang, karena terjadinya manusia dari sebab-sebab mekanis, yaitu lewat teori descendensi (ilmu turunan) dan teori natural selection (teori pilihan alam).
  2. Ernest Haeckel (1834-1919) menyatakan manusia dalam segala hal menyerupai binatang beruas tulang belakang, yakni binatang menyusui.
  3. Aristoteles (384-322) memeberikan devinisi manusia sebagai binatang yang berakal sehat yang mampu mengeluarkan pendapatnya, dan berbicara berdasarkan pikirannya (the animal than reasons). Disamping itu manusia juga binatang yang berpolitik (zoon politicon) dan binatang yang bersosial (social animal).
  4. Harold H. Titus menempatkan manusia sebagai organisme hewani yang mampu mempelajari dirinya sendiri dan mampu menginterpretasi terhadap bentuk-bentuk hidup serta dapat menyelidiki makna eksistensi insani.

Ahli mantiq mendevinisikan manusia sebagai “al-insan hayawanun nathiq” (manusia adalah hewan yang berbahasa). Dalam Islam manusia dipandang sebagai manusia, bukan sebagai binatang, karena manusia memiliki derajat yang tinggi, bertanggung jawab atas segala yang diperbuat, serta makhluk pemikul amanah yang berat. Berikut pemahaman para pemikir Islam tentang manusia;

Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Ibnu Rusyd menyatakan bahwa hakekat manusia itu terdiri dari dua komponen penting, yaitu;

  1. Komponen jasad. Menurut Farabi, komponen ini berasal dari alam ciptaan yang mempunyai bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad dan terdiri atas organ. Al-Ghazali memberikan sifat jasad manusia yang ada dalam bumi ini yaiu, dapat bergerak, memiliki rasa, berwatak gelap dan kasar, dan ini tidak berbeda dengan benda-benda lain, sedangkan Ibnu Rusyd berpendapat bahwa komponen jasad merupakan komponen materi. (Ahmad Daudy, 1989:58-59)
  2. Komponen jiwa. Menurut farabi, komponen jiwa berasal dari alam perintah (alam kholiq) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad manusia. Hal ini karena jiwa merupakan roh dari perintah Tuhan walaupun tidak menyamai Dzat-Nya. Menurut al-Ghazali, jiwa ini dapat berfikir, mengingat, mengetahui, dan sebagainya, sedangkan unsur jiwa merupakan unsur rohani sebagai penggerak jasad untuk melakukan kerjanya yang termasuk alam ghaib. Bagi Ibnu Rusyd jiwa adalah sebagai kesempurnaan awal bagi jasad alami yang organik (Ahmad Daudy, 1989; 59)Ibnu Miskawih, menambahkan satu unsur lagi disamping unsur jasad dan jiwa, yaiu unsur hayah (unsur hidup). Hal ini karena pada diri manusia ketika dalam bentuk embrio (perpaduan antara ovum dan sperma) sudah terdapat kehidupan walaupun roh belum ditiupkan, sedangkan hayah sendiri terdapat pada sperma dan ovum yang membuat embrio hidup dan berkembang. Jadi hayah bukan komponen jasmanai yang berasal dari tanah dan bukan pula komponen jiwa atau rohani yang ditiupkan oleh Allah.(Syahminan Zaini, 1984:23)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia pada dasarnya dapat ditempatkan dalam tiga kategori, yaitu;

  1. Manusia sebagai makhluk biologis (al-Basyar) pada hakekatnya tidak berbeda dengan makhluk-makhluk biotik lainnya walaupun struktur organnya berbeda, karena struktur organ manusia lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.
  2. Manusia sebagai makhluk psikis (al-insan) mempunyai potensi rohani seperti fitrah, qolb, ‘aqal. Potensi tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk yang tertinggi martabatnya, yang berbeda dengan makhluk lainnya, artinya apabila potensi psikis tersebut tidak digunakan, manusia tak ubahnya seperti binatang bahkan lebih hina.
  3. Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai tugas dan tanggung jawab sosial terhadap alam semesta, ini disebabkan karena manusia tidak hanya sebagai Abdullah tetapi juga sebagai khalifatullah untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Daftar Pustaka

Kamaluddin,U,A. (2012). Filsafat Manusia Sebuah perbandingan antara Islam dan Barat. Bandung: CV Pustaka Setia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun