Mohon tunggu...
Ronald Dust
Ronald Dust Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Musik dan Jurnalis

Seniman Musik dan Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Duo Ratu Jurnalistik Mematahkan Sistem Debat Pemilu

3 April 2017   03:03 Diperbarui: 4 April 2017   18:23 3199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: clipartpanda.com

Debat adalah salah satu elemen terpenting dalam proses kampanye Pemilu, baik Pilpres maupun Pilkada. Selama ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelenggarakan debat bagi para kontestan Pemilu. Perhelatan debat yang diselenggarakan KPU merupakan proses resmi yang diatur dalam UU.

Pada dasarnya debat antar kontestan Pemilu dilakukan untuk menentukan gagasan siapa yang terbaik. Hal ini dilakukan untuk memberikan masyarakat berbagai pertimbangan menentukan calon pejabat pilihannya.

Mengingat tujuan dilakukannya debat, seharusnya masing-masing calon yang berkompetisi memaparkan visi, misi dan program mereka secara rinci; disampaikan sejelas mungkin melalui dialog untuk meyakinkan pemilih.

Sistem Debat KPU

Sayangnya sistem debat yang dimiliki KPU tidak cukup kuat untuk mencapai tujuan utama dari sebuah debat, yakni: perbandingan kebenaran yang ditawarkan para peserta debat. Hal yang paling mendasar yang menjadi kelemahan sistem debat KPU adalah manajemen waktu yang mempengaruhi kualitas dialog. Dialog adalah unsur utama dalam debat, bukan pidato.

Durasi yang diberikan kepada masing-masing peserta untuk menyampaikan pandangan/jawaban dibatasi; durasi biasanya diberikan selama 1-3 menit saja.

Dengan waktu yang singkat tersebut, peserta debat harus menyampaikan suatu penjelasan yang belum tentu dapat dijelaskan dalam hitungan 1-3 menit. Dampaknya adalah peserta debat harus memberikan pemaparan dengan tergesa, sehingga mendorong mereka untuk memberikan penjelasan dengan ‘gaya’ pidato, mereka dapat memilih beretorika ketimbang mempertahankan prinsipnya mengenai inti pertanyaan.

Tidak hanya itu, pengaturan giliran berbicara juga membuat proses debat berjalan kaku. Ketika satu peserta menjawab pertanyaan moderator, ia sangat mungkin meleset dari apa yang ditanyakan atau berusaha mengaburkan suatu fakta. Lalu kemudian ketika peserta debat lain diberikan kesempatan menanggapi, mereka akan selalu merespon dengan kritikan lalu kembali memamerkan prinsipnya sendiri. Sehingga penonton tidak akan pernah tahu secara rinci tentang apa yang sebenarnya dibicarakan peserta debat pertama. Akhirnya masyarakat tidak dapat menilai peserta berdasarkan visi, misi dan programnya.

Memang ada suatu dilema yang menjadi pertimbangan. Jika dua pihak sedang berdebat tanpa pengaturan lama berbicara dan giliran berbicara, resiko terjadinya debat kusir terlalu besar. Tetapi jika diberlakukan manajemen waktu yang ketat, resikonya adalah debat tidak akan memberikan hasil yang diharapkan.

Jika peserta debat hanya melakukan pidato menjelaskan visi, misi dan programnya lalu mengkritisi lawannya.. mereka tidak membutuhkan panggung debat bukan? Semestinya peserta debat saling beradu paham melalui sebuah dialog yang baik.

Dari sudut pandang lain, jika peserta debat masih harus diatur seperti anak sekolah, itu hanya merendahkan martabat peserta debat; karena itu berarti para peserta tidak mampu melakukan perdebatan sehat.. karena tidak mampu mengontrol diri sehingga menyelam ke dalam perdebatan debat kusir atau berdebat dengan kontrol emosi yang buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun