Mohon tunggu...
Ronald Dust
Ronald Dust Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Musik dan Jurnalis

Seniman Musik dan Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Argumen Menolak RUU Permusikan (Pasal Demi Pasal)

9 Februari 2019   04:28 Diperbarui: 11 Februari 2019   04:22 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya adalah seorang seniman musik. Saya belajar, berkarya dan bermusik semenjak tahun 1996 secara otodidak. Scope saya masih kecil saja, hanya di kalangan gereja ke gereja dan lingkungan orang-orang yang hobi musik. Beberapa tahun terakhir ini saya menjual jasa aransemen/komposisi musik untuk para penulis lirik amatir di luar negeri.  

Jenis musik yang saya tekuni banyak sekali, karena saya terbebas dari kurikulum; diantaranya mulai dari musik-musik populer, musik eksperimental, musik gerejawi, musik klasik barat sampai musik dunia (world music). Materi musik yang saya dalami mencakup teori musik dan perkembangannya, teknologi musik dan perkembangannya, sejarah perkembangan musik barat dan beberapa materi musik tradisional Indonesia. Saya juga pernah menjadi salah satu dari tim penulis di Kritik Musik Indonesia. 

Artikel ini saya kerjakan untuk menolak RUU Permusikan yang direncanakan DPR RI. RUU Permusikan secara absolut mematikan mata pencaharian saya dan dengan gagahnya  meremehkan kemampuan bermusik saya dan banyak seniman lain!

RUU Permusikan juga mengandung terlalu banyak kesalahan/kekurangan/kejanggalan/kelemahan. Biasanya materi yang bermasalah itu terletak pada penggunaan istilah, pemahaman prosedur-prosedur dunia musik dan isi dari regulasi yang dibuat. Karena materi kritiknya banyak sekali maka saya akan langsung mulai saja. Saya melakukan ini secara berurut, pasal per pasal.

**

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 (poin 2) Kegiatan Permusikan adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan proses kreasi, reproduksi, distribusi, dan konsumsi.

Pada pasal ini tidak disebutkan dalam term "Kegiatan Permusikan" mengenai Produksi. Proses pembuatan karya musik sampai ke transaksi bisnis seharusnya dengan urutan:

  • Proses  kreasi (creative process) dimana pencipta lagu merangkai nada (musik), lirik, musik & lirik; biasanya karya didokumentasikan melalui  sistem notasi, tulisan lirik dan rekaman audio sederhana.
  • Produksi (production) dimana karya yang diciptakan mengalami proses produksi melalui proses arrangement, recording, mixing & mastering, final (tergantung outputnya. Apakah kaset, CD, digital, dsb.);
  • Pengurusan administratif seperti Hak Cipta;
  • Distribusi (penjualan/sharing) dan;
  • Konsumsi (oleh pendengar).

Saya tIdak yakin istilah Reproduksi digunakan dalam kegiatan musik, karena itu istilah reproduksi bisa didebatkan. Reproduksi berarti diproduksi ulang. Bisa bermakna proses remix, re-mastering, remake, mash up, rearrange, dsb.

Lalu jika ada kasus cover lagu tanpa ijin di Youtube misalnya, dengan istilah apa UU ini menyebut proses cover lagu?

Inti dari kegiatan permusikan sejatinya adalah proses kreatif dan playing the music..! Hal-hal mengenai proses produksi dan distribusi adalah bagian dari kegiatan bisnis atau industri.

BAB II KEGIATAN PERMUSIKAN

Pasal 3 Kegiatan permusikan terdiri dari: a. Proses Kreasi; b. Reproduksi; c. Distribusi; dan/atau d. Konsumsi.

Lagi, tidak dijelaskan mengenai proses PRODUKSI.

Pasal 8 (1) Reproduksi karya Musik harus berdasarkan persetujuan penulis lagu, penyanyi, dan/atau penata Musik.

Oh, ternyata sepertinya UU ini memahami bahwa PRODUKSI dan REPRODUKSI adalah dua hal yang berbeda. Ya, lalu mengapa tidak mendefinisikan proses produksi dan membuat regulasinya seperti pada proses lain? Produksi adalah proses yang sangat penting jika ingin menyelesaikan suatu kasus di persidangan. Terlapor tidak mungkin mereproduksi produk yang belum diproduksi bukan?

Pasal 4 (1) Proses Kreasi dilakukan berdasarkan kebebasan berekspresi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.

UU ingin para seniman berkarya dengan menjunjung tinggi nilai agama. Agama siapa?

Umat Kristiani akan senantiasa menyanyikan lirik bermakna "Yesus adalah TUHAN". Ini menjunjung tinggi agama bagi umat Kristiani namun umat Islam mana yang mengakui bahwa Yesus memang TUHAN? Umat Islam akan senantiasa menyerukan shalat 5 waktu pada lagu-lagu rohaninya namun agama mana lagi yang melakukah ibadah shalat tersebut?

Lagu rohani menjunjung tinggi agamanya sendiri dan mengatakan agama lain salah/bohong pada saat yang bersamaan; kegiatan ini dilakukan secara terbuka bagi publik. Dan setiap kali itu terjadi, hati orang-orang beragama itu selalu dipenuhi dengan keberatan hati sentimen agama, tidak jarang yang berakhir pada perseteruan bahkan bunuh-bunuhan. Kita semua tahu itu! Apakah UU ingin memecah belah bangsa berdasarkan SARA dengan cara membiarkan masyarakat beragama saling tuntut? Hanya karena lagu rohani?

Mengapa bangsa ini selalu membahas agama tapi Indonesia tidak juga dikatakan maju?

Masih dengan pasal 4 poin 1.

MAAF CINTAKU -- Iwan Fals

Ingin kuludahi mukamu yang cantik, Agar kau mengerti bahwa kau memang cantik,

Ingin kucongkel keluar indah matamu, Agar engkau tahu memang indah matamu.

NINGRAT -- Jamrud

Macarin kamu ga jauh beda dengan main ludruk

Pake nanya silsilah, golongan darah, ningrat atau umum..

Pa e, bu e, ini abad baru bukan dunia wayang,

Ngomong darah biru, skarang orang ketawa

SEPHIA -- Sheila on Seven

Selamat tidur kekasih gelapku, semoga cepat kau lupakan aku

Kekasih sejatimu tak kan pernah sanggup untuk melupakanmu

Selamat tidur kasih tak terungkap, semoga kau lupakan aku cepat

Kekasih sejatimu tak kan pernah sanggup untuk meninggalkanmu

UU ingin menentukan etika dan moral seniman? Sopan santun? Semua contoh karya di atas bermakna positif. Tapi kami para seniman mempunyai cara sendiri menggambarkan makna. Kami menggunakan bahasa puitis, metafora-metafora yang indah, pengalaman hidup, apapun yang menggugah hati pendengar kami atau menyentil ego seseorang.. UU tidak ingin memberikan kebebasan berekspresi,  Anda membunuh kreatifitas seniman!

Memang ada karya-karya konyol yang tidak sopan dan bermakna negatif.. namun UU tidak bisa atau tidak boleh mengeneralisasi moral para seniman dengan satu pasal hukum. Sama seperti agama bahwa manusia menanggung dosanya sendiri-sendiri. Atau kita analogikan dengan DPR. Banyak pejabat DPR yang korup atau suka tidur/bolos pada saat sidang, apa mereka mau dikatakan bahwa semua anggota DPR brengsek? Bubarkan DPR?

MANUSIA  SETENGAH DEWA -- Iwan Fals

Masalah moral, masalah akhlak

Biar kami cari sendiri

Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu

Peraturan yang sehat yang kami mau

Selanjutnya. Kreasi musik seniman Indonesia harus menjunjung budaya bangsa? Bangsa Indonesia? Budaya apa? Korup?

Bagaimana kalau saya ciptakan lagu yang memuji kepahlawan seorang polisi Amerika dan membandingkannya dalam lagu dengan polisi Indonesia yang suka minta uang pada saat tilang? UU mau menghukum saya? Apa salah saya..

Dan untuk menyadarkan kita semua, selama musik kita menggunakan instrumen band seperti gitar, piano, drum apalagi instrumen orkestra, beserta dengan teori-teori musik yang digunakan lagu-lagu Indonesia.. kita senantiasa menjunjung budaya barat.

Anda memainkan pop, rock, jazz, blues, reggae, samba, ska, EM/EDM, dan keturunan-keturunan genrenya.. semuanya budaya asing. Walaupun kita mampu membuat pendengar internasional terkagum dengan karya versi kita, Indonesia.

Musik adalah bahasa universal.

Lalu bagaimana dengan lagu Indonesia yang menggunakan bhs. Inggris, sepenuhnya atau sepotong-sepotong seperti yang sedang trend pada jaman milenial ini?

Pasal ini lebih elastis dari karet gelang. Orang-orang tidak bersalah bisa dipenjarakan dengan niat buruk dan alasan yang mengada-ada. UU tidak cukup gagah meregulasi kekuatan yang kami sebut dengan ESTETIKA seni. Imajinasi seni jauh melebihi logika politik. Lama-lama UU kita menjelma menjadi Hitler.

Berikutnya masalah istilah lagi.

Penjelasan Pasal 4 (3a) Yang dimaksud dengan "penulis lagu" adalah orang yang menuliskan karya Musik lagu/melodi lagu, termasuk penulis kata-kata (lirik) dalam lagu.

Ini adalah perdebatan global di dunia musik (banyaknya pada proses kolaborasi online) bahwa apakah definisi dari Lagu itu merupakan musik, lirik atau musik & lirik. Apakah karya musik tanpa lirik dapat disebut lagu atau harus digantikan dengan istilah karya instrumental? Isu ini berkembang menjadi bagaimana porsi kontribusi antara komposer musik dan lyricist. Tentu saja perdebatan dapat berujung pada kasus hukum, siapa yang lebih berhak memegang hak cipta suatu lagu jika komposer memiliki hak cipta atas musiknya dan lyricist memegang hak cipta atas liriknya. Bagaimana mengatur korelasi  hak cipta seperti itu, apalagi jika dua hak cipta didaftarkan di dua negara yang berbeda? Jadi sebaiknya istilah penulis lagu dipecah menjadi komposer dan penulis lirik.

Dan pada dasarnya lagu itu bukan ditulis melainkan diciptakan melalui nyanyian atau permainan musik. Penulisan not dan lirik termasuk proses pendokumentasian. Jika Anda menggunakan PC, itu berarti diketik. Istilah yang lebih tepat adalah "Pencipta Lagu".

Penjelasan Pasal 4 (3b) Yang dimaksud dengan "penyanyi" adalah musisi, baik penyanyi atau pemain alat Musik, termasuk juga kelompok Musik, yang melakukan kegiatan berkaitan dengan menampilkan karya Musik.

Tentu saja Anda salah wahai undang-undang. Penyanyi memang musisi tapi tidak semua pemain alat musik bernyanyi.

Penjelasan Pasal 4 (3c) Yang dimaksud dengan "penata Musik" adalah orang yang mengatur atau mengaransemen sebuah karya Musik, termasuk menyesuasikan komposisi Musik dengan suara penyanyi atau instrumen lain yang didasarkan pada sebuah komposisi yang telah ada (penggubah lagu). Penata Musik termasuk komposer, arranger, sound engineer, dan music director.

Saya tidak yakin komposer termasuk dalam kategori "Penata Musik" karena ketika komposer sedang berkarya maka ia dikatakan sedang membuat komposisi musik. Seorang arranger-lah yang mengaransir atau melakukan "penataan" itu. Jika seorang komposer mengaransir suatu karya, maka ia disebut arranger.

Sound Engineer tidak melakukan proses kreasi lagu  seperti composing atau arranging. Tugas seorang sound engineer adalah men-set segala peralatan yang digunakan dalam studio. Sifatnya lebih ke masalah teknis peralatan. Jadi tidak tepat dikatakan sebagai "Penata Musik".

Penjelasan Pasal 4 (3d) Yang dimaksud dengan "produser" adalah orang yang bertanggung jawab dalam mengawasi dan mengelola proses rekaman dari karya Musik seorang musisi atau komposer. Hal ini meliputi pengumpulan ide untuk proyek rekaman, memilih lagu atau musisi, melatih musisi di studio, mengatur sesi rekaman, dan supervisi keseluruhan proses rekaman melalui mixing dan mastering. Produser dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: produser Musik, yang bertanggung jawab mengawasi dalam segi kreasi karya Musik, dan produser eksekutif yang bertanggung jawab mengawasi dalam segi keuangan proyek rekaman.

Produser adalah pelaku bisnis, bukan pelaku seni. Hendaknya definisi "kegiatan bermusik" yang adalah mencipta sampai memainkan karya musik dibedakan dengan "kegiatan bisnis" yang adalah proses membuat karya menjadi sebuah produk. Sehingga ada istilah "proses kreatif" dan "kegiatan industri". Produser tidak melakukan proses kreatif/kreasi, ia melakukan hal-hal agar suatu karya dapat menjadi profit bisnis.

Pasal 5 (a) Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalah-gunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;

Jika ada kasus seseorang mendengar musik EDM tanpa lirik, lalu dikatakan di BAP bahwa ia terdorong untuk mengkonsumsi Sabu karena mendengar lagu jenis EDM tersebut, siapa yang bersalah menurut pasal ini? DJ atau si pemakai narkoba?

Jika ada kasus seseorang mendengarkan lagu Teruskanlah dari Agnes Monica, lalu ia teringat mantan kekasihnya yang menurutnya menyebalkan. Ia kemudian pergi mencari mantannya dan langsung menghajar mantannya itu. Siapa yang akan polisi tangkap? Mantannya, Agnes Monica atau yang melakukan penganiayaan?

Lalu banyak anak-anak remaja yang mengemari musik metal. Mereka pikir kalau sudah metal harus minum Chivas. Yang salah siapa? Musisi metal yang belum tentu suka minum-minum atau pendengarnya yang lebay.

Lalu bagaimana pula jika seandainya ada jingle iklan rokok, zat adiktif..

Kuberi satu permintan..

Jin, pingin merokok..

Monggo..

Saya memahami seruan baik pasal 5 (a). Tapi jika ini menjadi undang-undang, orang-orang yang melakukan pelanggaran yang disebutkan akan dapat beralasan 'karena dengar lagu' lalu menyeret nama seniman. Setidaknya nama seniman bisa menjadi perbincangan yang tidak enak di tengah masyarakat. Pasal ini bisa membuat para seniman dikriminalisasi. Siapa yang ingin mengkriminalisasi seniman? Tentu saja kemungkinan besar rival-nya atau politikus.

Apa saya mengada-ada? Begitulah kebanyakan dunia politik dan persidangan, mengada-ada.

Imajinasi dalam menginterpretrasikan karya musik/lagu sangat luas cakupannya. Regulasi hukum tidak mampu mengorganisir masalah itu. Pokoknya jika ada yang sampai melakukan tindak kriminal, silahkan hukum pelakunya!

Pasal 5 (b) Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;

Ini semua tidak jelas. Konten sex dalam lirik lagu tidak selamanya porno, bisa digunakan juga untuk gairah pasangan suami-istri. Atau juga memperbaiki hubungan pasutri yang retak. Jamrud bahkan dengan cerdas menggunakannya untuk menasihati dan mengedukasi pendengar (seperti menyatakan bahwa  sex di luar pernikahan itu tidak baik).

Memaknai musik sangat luas sekali cakupannya. Mengenai jika ada yang lalu berbuat mesum, saya rasa sudah ada UU yang lain yang lebih tepat untuk itu (atau tidak ada sanksi hukum untuk perbuatan mesum?). Dan berbeda dengan video porno yang 'karya' visualnya tidak baik untuk............. KPI.

Lain halnya jika UU melarang kata-kata kasar atau jorok pada lirik lagu.

 Pasal 5 (d) Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;

Argumennya sama dengan yang sudah disampaikan di bagian-bagian depan artikel ini. Setiap lagu rohani yang memuat lirik doktrin agamanya menjadi baik pada agamanya sendiri sekaligus menista agama lain. Semua khotbah dan ceramah agama-agama pun demikian adanya.

JIka UU terus saja memaksakan konteks penistaan agama, semua orang beragama di Indonesia bisa saling tuntut terus dan perang saudara.

Pasal 5 (e) Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;

Pasal ini jelas menista demokrasi. Jika ada hukum yang dirasakan bertentangan dengan kepentingan masyarakat, para seniman tentu harus dibebaskan mengkritisi hukum tersebut dan mengajak pendengarnya untuk melawan. Ini demokrasi positif.

Mengenai jika ada lagu yang mengajak masyarakat menjarah toko, itu memang harus ditangkap karena telah menghasut publik berbuat kriminal. Jadi, sekali lagi, UU tidak boleh mengeneralisasi suatu kondisi sebab-akibat seperti ini kepada semua seniman atau karya musik.

Pasal 5 (f) Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang membawa pengaruh negatif budaya asing; 

Apa UU cukup berani untuk menyebutkan secara spesifik pengaruh negatif apa dan budaya asing dari negara mana? Karena jika tidak bisa menjelaskannya seccara gamblang, pasal ini sangat bisa disalah-gunakan.

Disarankan untuk melakukan survey terlebih dulu untuk mencari tahu negara mana yang bersedia dikatakan berpengaruh negatif, lalu disebutkan dalam UU Indonesia dan sejauh apa keyakinan UU bahwa pengaruh negatif yang dimaksud bukan berasal dari negeri sendiri?

Apa dasar hukumnya menyebut sesuatu sebagai pengaruh negatif dan itu berasal dari negara lain?

Pasal 5 (g) Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang merendahkan harkat dan martabat manusia.

BERITA KEPADA KAWAN -- Ebiet G Ade

Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita

Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa

Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita

Ada banyak lagu yang isinya mengkritisi perilaku manusia. Ada banyak pula lagu rohani yang isinya memang merendahkan diri untuk Tuhannya. Pasal ini juga dapat disalah-gunakan dan tidak tepat diberlakukan untuk semua seniman.

Pasal 7 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mengembangkan Musik Tradisional sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa. (2) Pengembangan Musik Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pelatihan dan pemberian beasiswa; b. konsultasi, bimbingan, dan pelindungan hak kekayaan intelektual; dan/atau c. pencatatan dan pendokumentasian Musik Tradisional.

Saya sudah sering menulis tentang strategi melestarikan musik tradisional, silahkan dilihat di sini:

Strategi Pelestarian Musik Tradisional Indonesia

Arsip Musik Tradisional

Menjaga Seni Tradisional

Siapakah Keroncong?

Reproduksi Pasal 8 (1) Reproduksi karya Musik harus berdasarkan persetujuan penulis lagu, penyanyi, dan/atau penata Musik. 

Reproduksi Pasal 8 (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dan saling menguntungkan. 

Reproduksi Pasal 8 (3) Penulis lagu, penyanyi, dan/atau penata Musik dapat melakukan Reproduksi sendiri sebagai master terhadap hasil karya Musik.

Yang berhak terhadap suatu karya adalah pemegang hak cipta yang sah. Jadi untuk memproduksi ulang suatu  karya, haruslah ada lisensi dari para pemegang hak cipta. Maka istilahnya bukan "berdasarkan persetujuan penulis lagu, penyanyi dan/atau penata musik" melainkan "berdasarkan persetujuan pemegang hak cipta yang sah, siapapun itu".

UU harus melihat jenis-jenis hak cipta dalam musik karena lisensinya tentu akan tergantung apa yang mau direpro, karya musiknya atau produk jadinya. Itu berbeda. Ada istilah hak cipta lagu. Ada juga yang disebut dengan mechanical rights dan performing rights.

Pasal 8 ini tidak perlu karena meregulasi hal perjanjian antara seniman dengan pihak lain. Sebagai UU, yang diatur cukup mengenai masalah Hak Cipta dan Lisensi. Bagaimanapun perjanjian dibuat oleh yang bersepakat, selama tidak melanggar hak cipta seseorang, maka perjanjian itu tidak melanggar UU dan kesahannya sesuai persetujuan masing-masing pihak. Jika ada dispute, pihak-pihak silahkan membuktikan argumen masing-masing di persidangan.

Pasal 9 Karya Musik hasil Reproduksi harus memuat paling sedikit informasi mengenai pemain, komposer, label rekaman, dan tanggal rilis.

Untuk dimuat dimana? Yang penting menginformasikan judul asli dan pencipta aslinya. Jika pemainnya (yang merepro) tidak mau terkenal, itu masalah beliau.

Saya ingatkan, seperti yang telah disampaikan di atas, definisi term Produksi dan Reproduksi karya musik  dalam UU ini tidak jelas.

Pasal 10 (1) Distribusi terhadap karya Musik dilakukan secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat. 

Pasal 10 (2) Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh: a. label rekaman atau penyedia jasa distribusi untuk produk Musik dalam bentuk fisik; atau b. penyedia konten untuk produk Musik dalam bentuk digital

Pasal ini adalah senjata monopoli untuk major label dan perusahaan besar. Saya MENOLAK!

Pertama, UU harus membedakan karya musik 'mentah' yang berupa ide berupa notasi+lirik dan rekaman demo dengan karya yang sudah menjadi produk jual. Biaya pembuatan, profit dan pajaknya jelas mesti berbeda.

Kedua, pekerjaan saya adalah menjual karya musik mentah kepada lyricist di luar negeri dan sistemnya sebagian besar "jual putus". Jika saya tidak boleh menjual karya sendiri yang saya ciptakan sendiri, yang saya kerjakan sendiri dengan susah payah, lalu bagaimana saya mencari nafkah?

Ketiga, di jaman serba canggih ini, siapapun yang memiliki perangkat home studio dapat membuat produk musik kualitas siap jual di dalam kamar tidur si seniman! Dengan tambahan sedikit modal untuk produksi CD musik, maka ia dapat menjual CD karyanya sendiri. Mengapa dilarang selama seniman tidak melanggar hak cipta orang lain?

Pasal 11 Dalam distribusi dapat dilakukan kegiatan promosi produk Musik melalui media cetak, elektronik, dan digital.

Tidak penting masuk UU. Masyarakat beriklan melalui perusahaan iklan/media iklan yang resmi atau website sendiri dan akun media sosial sendiri, melalui beragam media/device.

Pasal 12 (1) Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib memiliki izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Selain memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib memperhatikan etika ekonomi dan bisnis.

Percuma bicara mengenai etika bisnis jika UU memasukkan pasal yang mempersilahkan monopoli usaha.

Pasal 13 Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada kemasan produk Musik yang didistribusikan ke masyarakat.

Itu perusahaan mereka, bukan BUMN. Terserah mereka mau menamai kemasannya dengan apa. UU juga harus memiliki pola pikir yang terbuka. Bahasa Inggrisnya: Open minded.

Pasal 18 (1) Pertunjukan Musik melibatkan promotor musik dan/atau penyelenggara acara Musik yang memiliki lisensi dan izin usaha pertunjukan Musik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengamen, live music caf, festival musik, konser musik gerejawi, panggung seni 17-an, panggung sekolah. Itu semua pertunjukkan musik dan tidak semua memiliki/membutuhkan promotor. Juga tidak semua penyelenggara pertunjukkan musik adalah pengusaha EO karena tidak semua pertunjukkan musik merupakan kegiatan bisnis.

Pasal 19 (1) Promotor musik atau penyelenggara acara Musik yang menyelenggarakan pertunjukan Musik yang menampilkan pelaku musik dari luar negeri wajib mengikutsertakan pelaku musik Indonesia sebagai pendamping.

Mengapa? Belum tentu artis luar negerinya suka/tertarik dengan artis lokal Indonesia. Memillih musik yang disukai itu hak fundamental setiap orang.

Pasal 20 (1) Penyelenggaraan Musik harus didukung oleh Pelaku Musik yang memiliki kompetensi di bidang Musik.

Pasal 20 (2) Dukungan Pelaku Musik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mewujudkan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten di bidang Musik.

Tidak perlu.  Ada yang pro sebagai bidang kerja tapi ada juga lingkungan musik yang berdasarkan hobi. Kualitas kerja pemusik ditentukan penilaian yang subyektif. Lagipula menentukan elemen untuk sebuah penyelenggaraan musik sepenuhnya hak penilaian si penyelenggara atau sponsor. Tidak perlu intervensi UU.

Pasal 31 (1) Kompetensi yang diperoleh secara autodidak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan cara belajar secara mandiri. (2) Pelaku Musik yang memperoleh kompetensi secara autodidak dapat dihargai setara dengan hasil jalur pendidikan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi standar nasional pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah.

Luar biasa! UU Indonesia melarang menghargai masyarakat musiknya hanya karena tidak ikut ujian kesetaraan. Saya pikir kita sedang membicarakan musik..!? Seni yang membutuhkan talenta, bukan nilai ujian dan sertifikat.

Seluruh bagian Bagian Keempat Uji Kompetensi

Wahai undang-undang, bedakan regulasi untuk seniman dengan calon guru sekolah. Untuk UU ketahui mengenai nilai estetika yang terkandung dalam setiap karya seni, tidak perduli level skill dan wawasan seorang seniman, selama ada yang ingin mendengarkan karya si seniman, maka si seniman tetap seniman dan karyanya tetap karya seni. Dan kita semua harus menghargai baik si seniman maupun apresiatornya. Itu hukum dalam karya seni dan kode etik di antara kami para seniman.

Berbeda dengan guru sekolah. Tanpa sertifikasi atau ukuran kompetensi, guru tidak layak mengajar.

Saya siap di uji, saya sudah bermusik selama 21 tahun lebih. Namun pemerintah tidak siap menilai. Kita harus memahami unsur estetika dalam seni karena hanya itu sejatinya yang terkandung dalam setiap karya seni.

Pasal 42 Pelaku usaha di bidang perhotelan, restauran, atau tempat hiburan lainnya wajib memainkan Musik Tradisional di tempat usahanya.

UU ingin restaurant Korea memainkan tor-tor Batak?

******

KESIMPULAN

Secara keseluruhan RUU Permusikan ini mengandung terlalu banyak kesalahan istilah.

RUU ini tidak memuat secara lengkap elemen dan prosedur-prosedur dalam dunia musik sehiingga tidak mencakup semua hal dan semua pihak dalam dunia musik di Indonesia. Cenderung mengeneralisasi hal-hal yang lazimnya memang berbeda. RUU bahkan tidak mendefinisikan istilah "Musik" itu sendiri.

RUU ini mematikan kebebasan berekspresi dan berpendapat melalui musik.

RUU ini mematikan seniman-seniman yang berjuang karir musik dan talenta-talenta yang independen.

Strategi melestarikan dan mengembangkan seni musik tradisional dengan cara pendekatan hukum ini hanya akan membuat musik tradisi menjadi formalitas semata.

Terlalu banyak pasal karet dan hal-hal yang tidak penting dimasukkan ke dalam undang-undang.

RUU ini mematikan mata pencaharian saya!

Musik adalah karya seni yang memiliki nilai estetika, nilai yang paling tinggi dari setiap karya seni. Untuk mencapai estetika itu, hati dan imajinasi sang seniman haruslah terbebaskan. Setiap manusia berhak menjadi seniman, otodidak maupun akademik. Dan setiap seniman berhak dihargai!

UU tidak boleh meregulasi nilai-nilai estetika seni, melebih-lebihkan kewajiban dan membatasi hak seniman.

TOLAK RUU PERMUSIKAN!

Bandung, 08 Februari 2019

Ronald Hutasuhut

Kepada yang membaca artikel ini, mohon di-share agar tulisan ini mendapat masukan saran dan kritik juga. 

Terima kasih!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun