Mohon tunggu...
Romza M Gawat
Romza M Gawat Mohon Tunggu... -

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menyusul Asal Usul Mahbub Djunaedi

1 Januari 2014   12:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:17 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

29 November 1987

Wajah

Asal Usul Kompas

20 Maret 1988

Kolumnis

Asal Usul Kompas

17 Juli 1988

Selain karya ilmiah populer yang tercantum diatas masih banyak tulisan pimpinan Redaksi harian Duta Masyarakat (1965–1967) ini. Ia juga menerbitkan dua buku kumpulan esai mengenai jurnalistik: Kolom Demi Kolom (1986), dan Humor Jurnalistik (1986).Pengagum sastrawan Rusia Anton Chekov dan Nikolai Gogol inipun juga lihai meracik karya fiksi yang sampai menjadi novel yang berjudul Dari Hari ke Hari, Angin Musim, Binatangisme dan lain-lain.

Beberapa karya terjemahannya juga seperti ;Di Kaki Langit Gunung Sinai (karya Mohamed Heikal, 1979), Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah (karya Michael H. Hart, 1982), 80 Hari Berkeliling Dunia (karya Jules Verne, 1983), Cakar-Cakar Irving (karya Art Buchwald, 1982), Lawrence dari Arabia (karya Philiph Knightly, 1982), dan lain-lain.

Komplek sudah karya Mahbub Djunaidi dalam dunia kepenulisan baik fiksi maupun non-fiksi yang telah dipersembahkan untuk bangsa ini. Kritiknya terhadap pemerintah, gagasannya untuk kehidupan rakyat yang lebih sejahtera dan gerakan sosial menuju masa depan yang lebih baik. Benar-benar ditorehkan dengan nyata dan terdokumentasikan melalui tulisan dengan rapi. Sehingga anak-anak bangsa yang akan meneruskan “usul”nya melalui gerakan media atau dunia jurnalistik mudah meneladaninya.

Menyusul Mahbub Djunaidi

Menjadi aktifis tidak harus selalu berdebat, tidak harus selalu turun aksi ke jalan. Tapi, mengkritisi pemerintah dan menyampaikan aspirasi dengan jalan yang lebih santun dan tidak terkesan anarkis sebenarnya telah diajarkan oleh mantan ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yaitu Mahbub Djunaidi.

Menulis ide, menuangkan gagasan. Menyampaikan wacana, menawarkan solusi. Jalan yang lebih sering ditempuh Mahbub adalah dengan melalui tulisan sebagai senjatanya dalam berperang di media melawan ketidak adilan. Sederhana sekali filosofisnya, tulisan lebih permanen daripada suara. Selama tulisan mempunyai tata nilai yang tinggi. Media akan tertarik untuk mempublikasikannya. Tersebarnya media inilah yang lebih mudah dibaca oleh banyak orang ataupun masyarakat umum. Dan tidak mudah hilang seperti suara yang terkadang hanya satu menit kita sudah lupa dengan apa yang disampaikan seseorang. Disisi lain tulisan juga bisa dibaca berulang-ulang semau kita. Sedangkan suara apabila kita tidak merekamnya musathil untuk bisa diulang kembali.

Rasional sekali ketika Mahbub Djunaidi lebih sering memilih jalan berjuang dengan pena dalam gerakannya. Pola pikir seperti inilah yang membawa dia tidak harus berkoar-koar disertai cucuran keringat dibawah terik matahari saat menyampaikan aspirasinya pada birokrasi.

Dengan kepekaannya dalam merespon dinamika sosial yang terjadi. Ketajamannya dalam menganalisis permaslahan bangsa. Kekritisannya dalam memberikan solusi. Mahbub Djunaidi sudah banyak berbuat “baik” terhadap pembangunan nasional. Terutama dalam alternatif-solutif melestarikan dunia jurnalistik Indonesia.

Hal ini dapat kita lihat melalui penyusunan perundang-undangan pers
semasa almarhum menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR
GR) tahun 1965. Selain dengan memberikan teladan melalui eksistensinya sebagai penulis hebat, lugas dan unik.

Pemikirannya terhadap dunia jurnalistik dan perjuangannya dalam mengembangkan kepenulisan di Indonesia. Tindakan inilah yang patut dicatat dengan “tebal” oleh bangsa Indonesia. Bahwa Mahbub adalah “Pahlawan Pers Nasional”.

Sebagai pahlawan memang sudah sangat layak jejak Mahbub Djunaidi diteruskan oleh penerus bangsa khususnya pemuda dan mahasiswa. Pertama, merawat tradisi menulis. Tradisi menulis merupakan kebiasaan yang tidak boleh ditinggalkan apalagi dilupakan. Terlebih bagi mahasiswa sebagai kaum intelektual dan kaum akademis. Seperti yang telah diajarkan Mahbub melalui tulisan-tulisannya yang sampai ratusan karya tulis populer telah ditulisnya. Puluhan buku telah diterbitkannya. Ratusan sastra sudah dirangkainya.

Kedua, mengembangkan dunia pers. Mahbub Djunaidi telah memberikan jalan kepada kita semua. Perjuangannya di PWI dan tindakannya merumuskan undang-undang pers. Merupakan “pintu pembuka” untuk generasi setelahnya agar terus berkarya dan mendapatkan hak yang sama dalam menyampaikan pendapatnya melalui media. Kebebasan inilah yang harus dikembangkan oleh kita untuk mengontrol dan mengawasi serta memberikan solusi melalui media. Indonesia tidak boleh ketinggalan zaman, media yang ada baik cetak maupun elektronik sampai pada media online harus tetap dikembangkan.

Ketiga, menjadi penulis harus totalitas dan konsisten. Hal ini dicontohkan Mahub dengan eksistensi tulisannya yang setiap hari minggu dimuat di rubrik Asal Usul harian KOMPAS selama 9 tahun tanpa jeda sampai akhir hayatnya. Yang kemudian lebih dari 100 judul tulisannya telah dibukukan menjadi ‘Mahbub Djunaidi Asal Usul’. Sambil masih diminta juga penerbitan pers lainnya menulis topik-topik tertentu seperti Tempo, Pelita dan lain-lain. Menjadi wartawan bahkan pimpinan redaksi Duta Masyarakat masih ia sandang.

Setiap hari, setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik dia manfaatkan hanya untuk menulis. Kejeniusannya tidak pernah kering dengan ide. Kekritisannya tidak pernah tumpul karna kesibukannya. Wacana yang dikembangkan tidak pernah basi dan kaku.

Keempat, seorang penulis mempunyai karakter tersendiri dalam tulisannya. Cara pandangnya terhadap sebuah permasalahan yang tajam. Keunikannya dalam menyusun kata-kata yang tidak pernah lepas dari guyonan atau humor. Sindirannya yang tidak mudah membuat orang marah. Ejaannya ynag tidak terpaku pada EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Kalimat-kalimatnya yang dirangkai penuh dengan satra. Inilah gaya tulisan Mahbub Djunaidi disetiap karya tulisnya.

Inilah teladan yang harus diambil oleh penerus Mahbub Djunaidi sebagai tindakan untuk “menyusul” perjuangannya. Mulai dari “Asal” sebagai Aktifis Pemuda di IPNU, Pelopor Gerakan Mahasiswa di PMII, Tokoh Jurnalis di PWI, Kolumnis dan sastrawan diberbagai media, bahkan politisi. Mahbub selalu mempunyai “Usul” untuk kepentingan orang banyak yang dituangkan melalui tulisan-tulisannya di berbagai media. Serta gerakan-gerakannya diberbagai organisasi kemahasiswaan maupun kemasyarakatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun