Mohon tunggu...
Romi Lie
Romi Lie Mohon Tunggu... Pelajar -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Can We Believe In God? (Sebuah Pengantar)

7 Desember 2018   22:52 Diperbarui: 7 Desember 2018   22:54 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENDAHULUAN 

Seorang Atheis dan Agnostik bertanya-tanya apakah Tuhan memang benar-benar ada? Siapakah yang menciptakan Tuhan?, Christopher Hitchens, seorang wartawan berkata: "Bukan Tuhan yang menciptakan manusia, tetapi manusialah yang menciptakan gagasan tentang Tuhan, dan agama telah meracuni semua pemikiran manusia." Bahkan ada satu teori yang dipelopori oleh Wilhelm Schmidt, dalam bukunya yang berjudul The Origin of the Idea of God, yang selanjutnya dikutip oleh Karen Amstrong, mengatakan bahwa "Pada mulanya, manusia menciptakan satu Tuhan yang merupakan Penyebab Pertama bagi segala sesuatu dan Penguasa langit dan bumi. Dia tidak terwakili oleh gambaran apa pun dan tidak memiliki kuil atau pendeta yang mengabdi kepadanya. Dia terlalu luhur untuk ibadah manusia yang tak memadai. Perlahan-lahan dia memudar dari kesadaran umatnya. Dia telah menjadi begitu jauh sehingga mereka memutuskan bahwa mereka tidak lagi menginginkannya. Pada akhirnya, dia dikatakan menghilang." Atau apakah Tuhan hanyalah rekaan manusia saja? Richard Dawkins, seorang ilmuwan berkata: "Tuhan adalah khayalan belaka dan merupakan salah satu kepercayaan yang tidak masuk akal." Apakah ada buktinya kalau Dia ada? Jika Tuhan ada maka apakah Dia layak untuk dipercaya dan disembah! Apakah ada cukup bukti untuk mempercayai Tuhan, lebih dari bukti yang ada untuk tidak memercayai-Nya?

Pertanyaan-pertanyaan ini adalah pertanyaan yang menarik untuk direnungkan, dipikirkan dan dijawab. Semua pertanyaan ini acap kali dipertanyakan oleh orang-orang religious maupun non-religius (atheis, agnostic, dll). Hal yang menarik dari setiap pertanyaan ini adalah karena menyentuh antara dua diskurus kebenaran, yaitu antara "kebenaran religious" dan "kebenaran ilmiah."

Lalu bagaimana kita menjawab pertanyaan ini? Tentunya tidaklah mudah untuk menjawabnya. Namun, pertama-tama yang perlu kita sadari adalah adanya dugaan tertentu di balik pertanyaan-pertanyaan ini. Sadar atau tidak seseorang yang sedang bertanya sedang mengontraskan antara kebenaran religious dan ilmiah. Seolah-olah keduanya (kebenaran religious dan kebenaran ilmiah) tidak mungkin ada secara berdampingan, melainkan yang satu meniadakan yang lain. 

Hal kedua yang perlu dilakukan adalah menerangkan validitas kriteria pembuktian ilmiah jika diterapkan pada domain kebenaran yang lain. Sebagaimana kita ketahui, kebenaran ilmiah bersifat empiris. Maksudnya, kebenaran yang bisa dibuktikan berulang-ulang di tempat yang berbeda-beda tetapi dengan variabel yang sama dan hasilnya selalu sama. Dari observasi, hipotesa, percobaan, lalu menjadi teori.

Persoalannya, apakah setiap hal harus diuji dengan cara yang sama? Ada banyak hal di dunia ini yang tidak mungkin diterangkan secara ilmiah. Bahkan di antara semua ilmu pengetahuan, tidak semua dapat diuji secara ilmiah seperti dalam ilmu alam. 

Di dalam artikel singkat ini, penulis mencoba memaparkan tentang bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara "ilmiah" maupun "religious". 

BUKTI TENTANG KEBERADAAN ALLAH

Argumentasi Ontologis 

Argumentasi ini dipelopori oleh Anselmus dalam bukunya Proslogian. Seorang rasionalis yang hidup dalam paruhan abad ke XIII dan bahwa adanya atau eksistensi Allah hanya didekati secara rasional. Dengan perkataan lain, eksistensi atau keberadaan Allah yang aktual dari eksistensi yang amat diperlukan di dalam pikiran (rasio).

Pendekatan ontologis sebenarnya bukan suatu pendekatan, sebab pendekatan ini berangkat dari pikiran (rasio). Argumentasinya ialah bahwa faktanya manusia mempunyai "ide" tentang Allah dan berpikir tentang Dia sebagai kenyataan yang aktual, sehingga Anselmus berkata, that than which no greater can be tought. Pada umumnya argumentasinya hanya di sekitar pengulangan alami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun