Mohon tunggu...
romeo java
romeo java Mohon Tunggu... -

jalanin aja, nikmatin aja, semua tersedia kok!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Israel Sedot 1000 cc Darah Korban Mavi Marmara (Perlakuan Israel terhadap Korban MM)

9 Juni 2010   06:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:39 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimanakah Israel memperlakukan para korban tragedi Mavi Marmara? Apakah para korban disiksa setelah ditangkap? Atau bahkan dibedah untuk dijual organ-organ tubuhnya yang berguna? Untuk menjawab, berikut penuturan salah seorang korban selamat dari Indonesia yang saya kutip dari situs Hidayatullah.com.

Cerita lengkap Surya Fachrizal, sebagaimana dituturkan kepada Dzikrullah, untuk Sahabatalaqsha.com dan Hidayatullah.com Subuh itu masih gelap, Senin, 31 Mei 2010, namun suasana kapal Mavi Marmara sungguh kalang-kabut dan mencekam. Helikopter komando Israel menderu-deru dengan angin yang sangat kencang. Granat suara berdentum di mana-mana. Gas air mata merebakkan asap. Senjata api otomatis berentetan mencari mangsa. Peluru-peluru berdenting menyiram dinding kapal. Kulihat seorang lelaki Turki berpelampung berusaha masuk ke pintu kabin dek 4. Jaraknya dari saya hanya sekitar 4 meter. Kami berada di teras kapal sebelah kiri.

Belum sampai ke pintu, tiba-tiba dia jatuh terlentang, lalu memukul-mukulkan tangan kanannya ke lantai kayu seperti menahan sakit yang amat sangat. Karena tak ada yang menolongnya saya langsung mendatanginya. Belum sempat saya menyentuhnya, mendadak seperti ada besi martil menghantam perut saya yang sebelah kanan. Sakitnya luar biasa. Saya langsung jatuh terjerembab dalam posisi berbaring dan menindih kamera pinjaman, Canon EOS 400-D semi-pro yang lensanya cukup besar dan panjang. Saya sempat menyingkirkan benda itu agar bisa berbaring lebih leluasa, karena tiba-tiba nafas menjadi sangat susah.

Terasa ada yang memapah saya masuk ke lobi kecil dekat ruang wartawan. Lalu saya dibaringkan, sesudah itu kesadaran saya timbul tenggelam. Rasanya dingin sekali. Beberapa orang menjepretkan kamera ke arah saya. Kulihat Yasin, jurukamera TVOne, mendekat sambil merekam tapi ia lalu seperti tak tega, dan berhenti merekam. Pelampungku dilepas. Karena melihat nafasku tersengal-sengal seseorang memasangkan masker oksigen. Lumayan lega, tapi rasa sakit di perut makin menghebat, nyeri sekali.

Tak lama kemudian saya digotong turun ke lobi dek 3 yang lebih luas di depan ruang informasi. Bau anyir darah sangat tajam menusuk. Ruangan itu sudah penuh sesak oleh korban yang bergelimpangan dan orang-orang yang berusaha menolong.

Dibantu Mas Dzikrullah dan Abdillah, seorang dokter berkaos IHH, wajahnya seperti orang India, menggunting semua bajuku. Dia ingin memastikan letak luka sumber rasa sakitku. Lalu seorang dokter Malaysia berusaha memasang jarum infus di lenganku. Berkali-kali ditusuknya tanganku.

Akhirnya sesudah infus terpasang, aku digotong dan ditempatkan di salah satu kursi ruang makan yang jadi hall tempat tidur ratusan relawan laki-laki. Oksigen terpasang. Rasanya agak mendingan. Nafasku masih sesak, tapi rasa sakit di perut kanan sudah banyak berkurang. Mungkin ada yang menyuntikkan pain killer. Dr Arief dari MER-C sempat memeriksa luka dan menenangkan saya.

Saat itu saya lihat orang hilir mudik menolong para korban. Tadinya saya tidak tahu, tapi setelah mendengar ada yang membacakan surat Yasin, baru saya sadar, ada sesosok jenazah terbujur di lantai dekat ujung kaki saya. Sesekali orang mengerumuni dan mendoakannya.

Saya sendiri waktu itu tidak membayangkan kalau beberapa saat setelahnya akan dibawa tentara Israel. Bayangan saya, "Ah... kayaknya sudah nggak bakal sampai ke Gaza nih. Pulang ah... Main sama anak-anak dan nulis berita..." Sesudah itu, yang paling banyak terpikirkan bagaimana memilih angle tulisan, dan apa saja yang mau ditulis.

Terus terang saya sempat bingung mau nulis apa setiap hari, sejak di Istanbul. Karena saya menyiapkan diri untuk menulis features di majalah, dan tidak terlalu siap menulis hard news. Alhamdulillah, kami bertiga, saya, Mas Dzikru dan Mbak Santi, jadi bisa bergantian mengirim berita pendek setiap hari.

Tak lama kemudian, pasien cedera di hall tempat saya berbaring sudah pergi semua. Karena itu saya digotong lagi oleh teman-teman Indonesia, dipindahkan ke hall yang masih banyak orang cederanya. Mereka yang sehat sebagian besar sudah disuruh keluar oleh tentara Israel lewat pintu belakang . Saya tak tahu mereka kemana, sebab rasanya kapal itu masih berlayar tapi tujuan akhirnya masih jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun