Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menjaring Aura di Candi Merak

15 Juli 2019   14:14 Diperbarui: 15 Juli 2019   14:20 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sambutan ramah dari mas Dwi, penjaga situs sejarah candi Merak menjadi surprise bagi saya. Kedatangan saya sepertinya diharapkan. Ketika motor baru berhenti diluar pagar, mas Dwi sudah menyambangi hingga keluar area situs. Saya menanyakan letak parkir. Dia mengarahkan beberapa tempat, dan saya menuju diantara itu.

Bagi para pengunjung candi Merak akan cukup kebingungan jika memarkirkan kendaraannya. Lokasi situs dilingkungan dusun dengan tidak tersedianya area parkir khusus membuat mas Dwi mengarahkan pengunjung untuk meletakkan motornya di halaman rumah penduduk yang letaknya paling dekat. Bagaimana dengan mobil atau bus? Sepertinya harus parkir didepan kantor kepala desa atau lapangan yang berjarak 150 meter. Lanjutkan dengan jalan kaki.

Sabtu pagi jelang siang-10.30 wib-jangkauan jelajah saya telah sampai di dusun Candi desa Karangnongko, kecamatan Karangnongko kabupaten Klaten. Sebuah rencana mendatangi situs ini memang terpahat dibenak satu hari sebelumnya.


Dokpri
Dokpri
Saya menuruni undakan menuju area situs dengan membuntuti mas Dwi. Letak candi ini memang sedikit kebawah. Posisinya lebih tinggi jalan dibelakangnya. Mencoba mengorek keterangan tentang candi Merak yang berdiri gagah  didesa itu.

Mas Dwi mengarahkan saya ke papan informasi yang memang biasa terdapat dibanyak situs. Sambil sesekali menatap rangkaian kalimat serta gambar, konsentrasi saya dibagi untuk mendengarkan jawaban serta cerita seluk beluk dan pekerjaannya sebagai penjaga situs."Saya baru Januari kemarin menjadi penjaga situs ini, mas", ungkap mas Dwi. "Saya mengganti penjaga yang sudah pensiun".

Dokpri
Dokpri
Dari perbincangan dengan mas Dwi, saya baru tahu kalau menjadi penjaga situs candi Merak salah satu syaratnya adalah berani memanjat pada ketinggian. Lho? Iya, karena tugas mereka merawat seluruh area situs dengan batasan pagar yang mengelilingi, meliputi kebersihan, merawat taman, memeriksa dan/ membersihkan lumut serta jamur yang menempel pada batu dari pondasi kaki hingga puncak serta menjadi pemandu bagi pengunjung. Bahkan untuk mas Dwi kadang dimintai tolong memotret beberapa pengunjung (kalau ini karena kebaikan hatinya).

Sebagai penjaga situs atau lebih pasnya juru pelihara benda sejarah, tugas mas Dwi adalah multi, sebagai pemelihara, pemandu, menjaga, menyelamatkan situs agar tidak rusak, hilang, musnah."Kami juga dijuluki juru kunci oleh masyarakat sekitar", kata mas Dwi sambil tertawa lepas.

Juru pelihara di candi ini berjumlah dua. Khusus hari Sabtu dan Minggu hanya satu, dengan maksud satunya bisa memilih libur diantara keduanya. Sedangkan hari Senin sampai Jum'at berdua.

Candi Merak dibuka dari jam 07.00 wib dan ditutup jam 15.00 wib.

Dokpri
Dokpri
Masuk ke areal candi tidak dipungut biaya alias gratis, mengutip keterangan mas Dwi yang rumahnya hanya berjarak 200 meter dari dia bertugas. Hanya diminta mengisi buku tamu karena itu juga sebagai laporan ke kantor(mungkin BPPP Jawa Tengah yang beralamat di Manisrenggo).  Situs ini terbuka untuk umum dari dulu hingga sekarang dengan harapan menjadi lokasi wisata sejarah bagi publik.

Perbincangan dengan mas Dwi beberapa kali terputus karena kedatangan pengunjung. Lagi-lagi mereka kebingungan mau memarkirkan motor. Meninggalkan mas Dwi dengan pengunjung lain, langkah kaki saya ajak untuk menelusuri sudut-sudut candi.

Kalian akan mendapati candi induk berdiri tegak menghadap ke timur, sedangkan tiga candi perwara masih dibiarkan teronggok berantakan-kalau direkonstruksi mungkin nantinya menghadap ke barat.Lokasi candi Merak persis disisi jalan dengan dikelilingi pagar. Karena masuk wilayah padusunan, inilah yang membuat suasananya tenang dengan dihiasi beberapa pohon tinggi milik warga.


Dokpri
Dokpri
Dari cerita yang di benarkan mas Dwi, Candi Merak diketemukan sekitar tahun 1925. Awalnya karena tumbangnya pohon Joho(Terminalia Bellirica). Efek yang ditimbulkan, akarnya mampu meruyak tanah hingga memunculkan potongan-potongan batu andesit. Dari sinilah struktur sebuah candi terkuak. Pihak pemerintah yang kala itu masih dipegang kolonial Hindia Belanda melakukan penelitian sampai rekonstruksi.

Penelitian oleh balai kepurbakalaan dilanjutkan ketika kemerdekaan tercapai. Bertahun-tahun dilewati, kemudian tahun 2006 dilakukan rekonstruksi ulang hingga selesai tahun 2011. Tahapan dalam rekonstruksi itu meliputi bagian kaki selesai tahun 2007, bagian tubuh selesai tahun 2010 sedangkan bagian atap selesai tahun 2011, walaupun bagian kemuncaknya sampai sekarang belum ditemukan.

Penyebutan candi Merak diambil dan disepakati karena ditempat itu dulunya adalah habitat burung Merak hijau(Green Peafowl). Bisa dibayangkan di 1925, kawasan ini masih sepi berupa hutan terbuka berlimpah makanan bagi burung sejenis ayam ini. Pohon Joho menjadi rendezvous bagi Green Peafowl karena ketinggiannya bisa mencapai 50 meter. Enak buat bercengkerama bersama haremnya. Ya, memang. Burung ini penganut poligami kelas berat. Bayangkan, satu pejantan berhak merangkul lima betina. Burung ini bisa terbang walau ukurannya bisa sampai 250 cm pejantannya, sedang betinanya hanya 100 cm.

Kalau pengunjung berharap masih dapat menemukan keberadaan beberapa ekor burung spesies Pavo Muticus hanya akan menelan kekecewaan. Habitatnya musnah seiring dengan dibukanya ladang pertanian, persawahan hingga pemukiman penduduk.

Dokpri
Dokpri
Kedatangan saya di situs candi Merak diikuti oleh pengunjung lain. Belum lima menit berbincang dengan mas Dwi, beberapa remaja putri dan putra, ibu-ibu beserta anak-anaknya berdatangan. Sedikit keramaian menghidupkan suasana. Celoteh riuh bersama gerak sembrono anak-anak menaiki candi induk meletupkan bunyi keras dari sang ibu,"Hei! Ati-ati. Mengko tibo piye?!(hei! Hati-hati. Kalau jatuh bagaimana?!)

"Photo dhisik. Njaluk tulung mase" 
(Photo dulu. Minta tolong masnya)

Salah seorang anak mendekati patung sapi yang kepalanya hilang direruntuhan candi perwara. Tangan kecilnya mengusap batu hitam itu. Dua lainnya berlarian kesana kemari menelusup diantara batu-batu. Ibu mereka ber wefie ria-mungkin akan di upload ke media sosial.
 
Matahari yang makin lama naik tidak menjadikan pengunjung undur diri. Sengatannya mencoba membuyarkan keriuhan, tapi gagal. Mereka termasuk saya masih tetap menelisik beberapa sudut candi Merak. Duduk dionggokan batu andesit dibeberapa bagiannya menjadi cara menikmati suasana atau aura situs. Kicauan burung berlevel gandang yang bertengger di sekitaran menambah melodi menjadi orkestra alam. Bersahutan saling balas. Kicauannya mirip bunyi seruling bambu pada nada tertentu.

Dokpri
Dokpri
Saya menaiki undakan batu-berhias kepala naga dengan bibir atas berbentuk ular sedang lidahnya berdiri seekor burung, kesannya mau memakan si burung-menuju kedalam ruangan. Didalamnya ada yoni-tanpa lingga-dengan relief kerbau, ular dan bulus disisi kanan serta kiri. Menurut mas Dwi yang berbincang dengan saya, yoni ini sungguh unik. Hanya beberapa yoni berukir ditemukan dibeberapa wilayah. Salah satunya di sini.Lingga yoni dalam ajaran Hindu melambangkan kesuburan. Artinya penyatuan lingga dan yoni merupakan cara menciptakan kelanjutan dari kehidupan dalam bentuk generasi selanjutnya.

Candi Merak selesai dipugar tahun 2011. Dengan biaya dari APBD propinsi Jawa Tengah. Candi ini memiliki ukuran bangunan panjang 8,86 meter, lebar 13,5 meter dan tinggi 12 meter. Sedangkan luas areanya 1.480 meter persegi.

"Apakah semua batunya asli dari situs ini?"

"Tidak mas. Beberapa bagian yang hilang diambilkan dari tempat lain"

Negara, dalam hal ini diwakili Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala(BPPP) Jawa Tengah melakukan tahapan rekonstruksi sebagai bagian dari upaya melindungi situs candi Merak agar tidak mengalami kerusakan lebih parah sehingga tetap lestari.

Dokpri
Dokpri
Jawaban mas Dwi menjadi pengetahuan baru,"Kalau dalam rekonstruksi ada bagian yang hilang akan diganti dengan bahan baru dan ditandai""Seperti ini", tunjuk mas Dwi. Kerangka pintu dalam candi Merak terdapat tanda putih. "Pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala(BPPP) selalu menampakkan bagian yang diganti. Kami tidak akan menyembunyikan. Biar masyarakat tahu"

"Nanti di bulan Januari akan diadakan upacara Siwaratri", tutur mas Dwi, "Masyarakat umum bisa menyaksikan. Yang menyelenggarakan Departemen Agama"

Upacara Siwaratri, ujar mas Dwi, biasanya dimulai dari jam 7 malam dan selesai sekitar jam 12 malam. Pemeluk agama Hindu dibeberapa waktu kadang juga melakukan ritual ditempat ini. Ubo rampe seperti dupa akan dinyalakan dengan menyisakan debu. Setelah selesai, mas Dwi atau teman penjaga satunya akan membersihkan sisa-sisa ubo rampe tersebut. Beberapa pemeluk Hindu-kebanyakan datang dari luar desa- merasa nyaman melakukan ritual disini. Suasananya sungguh mendukung.

Dokpri
Dokpri
Monopoli yang saya lakukan diruangan candi menghalangi pengunjung lain. Mas Dwi akhirnya menutup pembicaraan. Saya melanjutkan mengitari sisi atas atau bagian tubuh candi. Beberapa patung terjumpa, Ganesha duduk dihamparan teratai(belalainya tinggal separo)direlung barat, dewi Durga berdiri diatas tubuh sapi(kepalanya hilang)direlung utara dan Agastya-juga tanpa kepala-disisi selatan. Tangan saya menyentuh pahatan-pahatan dinding batu. Mencoba merasakan jiwa-jiwa pemilik penatahnya dijaman kerajaan Mataram Kuno.

Candi yang pernah dikunjungi gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dibuat diabad 8 hingga 10 di masa wangsa Syailendra. Ciri sebagai candi Hindu sangat kentara dengan adanya Yoni, lingga, patung Ganesha, Dewi Durga, Sapi Andhini.

Bagi saya, mengamati dari dekat setiap lekuk candi sangat mengasikkan. Kadang memunculkan bayangan imajiner suasana sekitaran candi di kala itu.Seiring selesainya restorasi candi Merak, ditetapkanlah Karangnongko sebagai Desa Wisata Candi Merak(Dewi Camar). Berdiri pada 1 Januari 2013 dengan dasar hukum UU No.9 Tahun 1990 serta UU No.10 tahun 2009.

Dokpri
Dokpri
Sebenarnya, tidak hanya candi Merak yang bisa kita datangi. Masih ada candi Karangnongko yang keberadaannya tidak jauh, hanya 950 meter dari candi Merak. Posisinya di tengah areal persawahan.  Bagaimana? Tertarik? Nggak usah berpikir panjang-panjang. Sebab panjang kali lebar sama dengan luas. Cukup niat serta mantapkan hati dan gasken motormu. [Selesai]

catatan kaki:
- Terimakasih buat mas Dwi (Juru Pelihara Candi Merak), keramahanmu membuat pengunjung nyaman.

- Gunakan Google Map agar sampai ditujuan. Saya juga pakai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun