Kalian akan mendapati candi induk berdiri tegak menghadap ke timur, sedangkan tiga candi perwara masih dibiarkan teronggok berantakan-kalau direkonstruksi mungkin nantinya menghadap ke barat.Lokasi candi Merak persis disisi jalan dengan dikelilingi pagar. Karena masuk wilayah padusunan, inilah yang membuat suasananya tenang dengan dihiasi beberapa pohon tinggi milik warga.
Dari cerita yang di benarkan mas Dwi, Candi Merak diketemukan sekitar tahun 1925. Awalnya karena tumbangnya pohon Joho(Terminalia Bellirica). Efek yang ditimbulkan, akarnya mampu meruyak tanah hingga memunculkan potongan-potongan batu andesit. Dari sinilah struktur sebuah candi terkuak. Pihak pemerintah yang kala itu masih dipegang kolonial Hindia Belanda melakukan penelitian sampai rekonstruksi.
Penelitian oleh balai kepurbakalaan dilanjutkan ketika kemerdekaan tercapai. Bertahun-tahun dilewati, kemudian tahun 2006 dilakukan rekonstruksi ulang hingga selesai tahun 2011. Tahapan dalam rekonstruksi itu meliputi bagian kaki selesai tahun 2007, bagian tubuh selesai tahun 2010 sedangkan bagian atap selesai tahun 2011, walaupun bagian kemuncaknya sampai sekarang belum ditemukan.
Penyebutan candi Merak diambil dan disepakati karena ditempat itu dulunya adalah habitat burung Merak hijau(Green Peafowl). Bisa dibayangkan di 1925, kawasan ini masih sepi berupa hutan terbuka berlimpah makanan bagi burung sejenis ayam ini. Pohon Joho menjadi rendezvous bagi Green Peafowl karena ketinggiannya bisa mencapai 50 meter. Enak buat bercengkerama bersama haremnya. Ya, memang. Burung ini penganut poligami kelas berat. Bayangkan, satu pejantan berhak merangkul lima betina. Burung ini bisa terbang walau ukurannya bisa sampai 250 cm pejantannya, sedang betinanya hanya 100 cm.
Kalau pengunjung berharap masih dapat menemukan keberadaan beberapa ekor burung spesies Pavo Muticus hanya akan menelan kekecewaan. Habitatnya musnah seiring dengan dibukanya ladang pertanian, persawahan hingga pemukiman penduduk.
"Photo dhisik. Njaluk tulung mase"Â (Photo dulu. Minta tolong masnya)
Salah seorang anak mendekati patung sapi yang kepalanya hilang direruntuhan candi perwara. Tangan kecilnya mengusap batu hitam itu. Dua lainnya berlarian kesana kemari menelusup diantara batu-batu. Ibu mereka ber wefie ria-mungkin akan di upload ke media sosial.
Â
Matahari yang makin lama naik tidak menjadikan pengunjung undur diri. Sengatannya mencoba membuyarkan keriuhan, tapi gagal. Mereka termasuk saya masih tetap menelisik beberapa sudut candi Merak. Duduk dionggokan batu andesit dibeberapa bagiannya menjadi cara menikmati suasana atau aura situs. Kicauan burung berlevel gandang yang bertengger di sekitaran menambah melodi menjadi orkestra alam. Bersahutan saling balas. Kicauannya mirip bunyi seruling bambu pada nada tertentu.
Saya menaiki undakan batu-berhias kepala naga dengan bibir atas berbentuk ular sedang lidahnya berdiri seekor burung, kesannya mau memakan si burung-menuju kedalam ruangan. Didalamnya ada yoni-tanpa lingga-dengan relief kerbau, ular dan bulus disisi kanan serta kiri. Menurut mas Dwi yang berbincang dengan saya, yoni ini sungguh unik. Hanya beberapa yoni berukir ditemukan dibeberapa wilayah. Salah satunya di sini.Lingga yoni dalam ajaran Hindu melambangkan kesuburan. Artinya penyatuan lingga dan yoni merupakan cara menciptakan kelanjutan dari kehidupan dalam bentuk generasi selanjutnya.
Candi Merak selesai dipugar tahun 2011. Dengan biaya dari APBD propinsi Jawa Tengah. Candi ini memiliki ukuran bangunan panjang 8,86 meter, lebar 13,5 meter dan tinggi 12 meter. Sedangkan luas areanya 1.480 meter persegi.
"Apakah semua batunya asli dari situs ini?"
"Tidak mas. Beberapa bagian yang hilang diambilkan dari tempat lain"