Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Sebelas Hari "Terperangkap" di GBK

13 Juli 2018   21:16 Diperbarui: 14 Juli 2018   18:08 2557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Antara Foto | ABDUL MALIK

Yosef mengiyakan. Akhirnya malam itu kami bongkar lagi tata letaknya. Arek-arek Surabaya sampai tanya, "Mbok kapakke standmu, Mas?" (Mau diapakan sih stand-mu, Mas?)
"Tak ubah posisine, Bro"

Posisi buku sebagian besar diletakkan di depan. Kemudian meja serta satu kursi diparkir di belakang (Yosef duduk di sini). Ada celah buat keluar masuk pengunjung guna mendapatkan buku yang terpajang di dalam. Sebelumnya Yosef posisinya mirip satpam yang menjaga pintu pabrik di depan. Jadi, pengunjung harus melewatinya. Mungkin ini yang membuat mereka kurang nyaman.

Ternyata dampaknya manjur. Hari kedua (Sabtu) beberapa buku kami pindah tangan masuk tas kresek. Pengunjung mulai melirik stand kami. Transaksi terjadi. Semakin siang kian mencerahkan. Hari ini pendapatan lumayan. Tapi saya mikir, mereka itu beli buku ingin tahu isinya. Kalau dalamnya sudah diketahui (walau sekelebat membaca) disitulah mereka akan menentukan pilihan, dibeli atau tidak. Buku kami sebagian besar di plastik wrapping. Jadi pembeli hanya bisa menilai dari kutipan di kover belakang.

"Sebaiknya beberapa buku bungkus plastiknya dilepas, Suf. Jadi mereka bisa membacanya."

Yosef mengangguk tanda setuju.

Ini momentum 10 hari. Kalau tidak dimaksimalkan rugi.

Sudah kali kedua saya di GBK. Sebelumnya di tahun 2009 saya pernah ke sini sebagai pemburu buku.

Saya dan Yosef mempunyai ritual selama "terperangkap" di GBK. Bangun pagi jelang subuh. Usai tunaikan sholat berjamaah menjelajahi seputaran GBK. Pagi-pagi lumrahnya makan atau minum, tapi kami jalan-jalan dulu mengitari Stadion Gelora Bung Karno. Biasanya hanya lihat lewat televisi, hari itu saya bisa menyaksikan secara dekat kemegahan stadion hasil rancangan Frederich Silaban. 

Mengitari satu kali cukup memaksa keringat bertimbulan nafas ngos-ngosan. Di sini, ada beberapa orang yang berlari mengelilingi stadion dengan mengumandangkan yel-yel. Sepertinya sebuah ungkapan ajakan bagi orang-orang agar masuk kerombongan "Ayo lari". Dilihat asik. Kalau sudah letih hentikan larimu. Tapi pasti ada yang masuk lagi. Riuh menarik. Suasana sekitaran stadion sangat mendukung. Pepohonan yang begitu rimbun mengundang burung-burung membuat sarang. Sepanjang waktu mereka semarak berkicau. Saya tidak menyangka kalau stadion GBK sedemikian megahnya. Indonesia kami bangga!

Di kompleks GBK ada warung yang menjadi jujugan kami serta para peserta pameran. Ada dua berdampingan. Dan mereka itu dikelola orang Jawa. Jadi kami seraya di kampung sendiri. Cuma kadang saya ketiban sial. Begini, kalau saya makan dengan lauk yang sama dengan Yosef, banderolnya bisa beda dikit.

"Suf, kowe dek mau mangan lawuhmu opo?" (Suf, tadi kamu makan dengan lauk apa?)
"Yo podo biasane. Sing ono tak ciduk". (Ya seperti biasanya. Yang ada, kuambil). Yosef menyebut lauk pauk beserta sayurnya.
"Kowe ditarik piro?" (Disuruh bayar berapa?)
"9 ribu"
"Aku kok 12 ribu?"
Yosef terkekeh-kekeh, "Wajahmu marai wajah wong sugih, Chuck." (Mukamu muka orang kaya sih Chuck.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun