Buat orang Jawa Tengah, khususnya eks karesidenan Surakarta, Grojogan Sewu merupakan obyek wisata mainstrem(arus utama). Ibarat makanan, Grojogan Sewu bisa dianalogikan nasi. Menjumpai sepiring nasi bukan sesuatu yang ajaib, biasa saja. Jadi bisa diterjemahkan, Grojogan Sewu merupakan obyek wisata yang biasa saja alias tidak spektakuler
Tapi benarkah begitu?
Pemikiran tersebut pernah tebersit dibenak saya. Apakah itu mutlak? Untuk menjawabnya ada baiknya menyimak tulisan ini sampai selesai.
Takdir hidupku adalah lahir di sebuah kota kecil yang bernama Solo. Kota kecil? Ya, kecil. Karena dibandingkan beberapa kabupaten yang membentengi, wilayahnya kalah luas, sak iprit tok.Â
Saya yakin, warganegara republik ini dari Sabang hingga Merauke-dari Talaud sampai Pulau Rote pasti pernah mendengar kota kelahiranku, apalagi presiden negeri ini juga berasal dari sini-Joko Widodo.Â
Keberkahan berdomisili dikota bengawan diantaranya dikelilingi wilayah dengan obyek wisata yang beragam. Disamping itu untuk mencapai spotnya jarak tempuh tidak terlalu jauh. Gunung, pegunungan, laut, candi, Â museum, dan sebagainya tersebar. Satu diantara itu-yang menjadi bahasan tulisan ini-adalah Air terjun Grojogan Sewu.
"Interupsi, Om"
"Ya, ada apa?"
"Bukankah sudah banyak penulis di negeri ini mengangkat wisata Grojogan Sewu?"
"Itu benar"
"Lalu ngapain nulis si Grojog? Mbok cari tema lain"