Ketika waktu menunjuk 05.26 wib dengan ditandai semburat putih cakrawala, mobilitas menyeruak. Tumpang arah selanjutnya. Pagi menyapa anak-anak manusia dengan sentuhan sang bayu. Aahh...nikmatnya hawa pagi...roda berputar mantap menggilas segalanya. Gerbang kota Tumpang terlampaui. Berarti Gubuk Klakah akan menyambut. Ritme mulai berdenyut. Kehidupan desa gunung  kian terasa. Ayo berpacu! Jalan mulai naik. Beberapa jeep terparkir didepan rumah. Terus menanjak susuri pedesaan. Kedamaian pagi tersirat jelas. Rombongan anak-anak berpakaian gamis mengapit kitab suci Al-Qur'an beriringan disisi jalan. Ternyata ada pesantren di desa ini.
"As-salamu'allaikum"
Sebelum menerobos wilayah hutan, sebuah jembatan kecil kami lewati. Genangan air tampak disisi sebelah kiri hampir ketengah. Aspal sudah tidak sempurna-mengelupas melahirkan serpihan kerikil tajam. Gerbang wisata Coban Pelangi yang sepi-letaknya disisi kanan-berhasil ditemui. Pepohonan menyesaki tanpa cahaya matahari. Serombongan penjelajah kami jumpai sedang mengambil moment-berfoto. Mereka menepi, memberi jalan.
Suprit masih sanggup mengarungi medan walau tertatih. Kabut menerpa kuat disegala penjuru angin. Dalam medan yang tidak kami hapali ada beberapa jalan hanya tampak aspal sedang kanan kiri ampak-ampak. Ini cukup mengkhawatirkan. Meleng sedikit bisa good bye. Tanjakan silent kian melelahkan. Tebing jurang menganga dimana-mana. Sisa material longsoran tampak teronggok di beberapa titik. Kewaspadaan distel pada tingkat tinggi. Aspal basah bercampur serpihan tanah aku lindas. Awas licin! Sebuah Jalur menantang-mampu mengoyak andrenalin. Gigi 1 hanya bisa aku pasang. Di belakang, CBR150 Â terseok-seok kelelahan. Beban berpengaruh pada performance. Truk dan jeep dengan santainya menjilati tanjakan pamer kekuatan.
Desa Ngadas membuka diri. Kabut makin beringas menampakkan kekuasaannya. Jarak pandang terbatas. Huufff....dingiin...bbrrr.....
Suprit aku hentikan karena kawanku belum kelihatan. Menunggu disebuah warung kelontong yang masih tutup. Apakah ini desa tertinggi di wilayah Malang? Kabut merajai daerah itu ditambah rintik air lepas tanpa peri. Samar-samar terlihat area perkebunan sayur. Beberapa penduduk telah memulai aktifitas ditandai dengan raungan motor  membawa karung, entah apa isinya.
Suprit dicoba untuk boncengan. Pelan-pelan mirip keong jalan. Terengah-engah juga. Bila tanda-tanda memble aku teriak,"Turun!". Jika sedikit landai aku bersuara," Ayo naik!". Begitu seterusnya.
Papan penunjuk Ranupane-Semeru dan arah Bromo dengan ujung panah terpotong menandai bahwa disitulah pintu loketnya. Umum menyebutnya Jemplang. Curahan hujan menggiring kami untuk berteduh di salah satu warung yang belum buka.
Para pelancong terlihat menyesaki beranda warung dan menghangatkan tubuh dengan cara tangan dipanggang diatas bara api. Lumayan menolong.
Dinginnya memang luar biasa. Mulut mengeluarkan asap putih mirip naga bersendawa. Â
beberapa jeep hilir mudik berhenti dengan bermacam maksud. Ada yang menurunkan penumpang untuk sekedar buang air kecil. Sayangnya toiletnya digembok. "Huuuaaaa...ditahan bisa jadi akik, mbak!" Kalau