Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Banjir Bandang Hoaks

16 Mei 2018   20:48 Diperbarui: 16 Mei 2018   20:48 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Inilah kata yang selama beberapa waktu menempati perdagangan linimasa. Hoax atau kabar palsu, menjadi eksklusif karena bermuatan mantra keji. Dipakai kaum bawah hingga pejabat dan  mantan pejabat sebagai bentuk serangan atau pendangkalan pola pikir atau pengobar kericuhan. Sangat efektif untuk menjungkirbalikkan realita.

Dengan kata'fitnah' sama saja, karena keduanya berkonotasi sayap iblis.
Kekuatan hoax sanggup meretakkan pertemanan, timbulkan kegaduhan, saling curiga mencurigai  bahkan memutus persahabatan yg sekian lama terjalin wangi.

Hoax telah berkuasa tanpa perlu pembiayaan besar. Modal niat busuk dibungkus kebencian massif ditambahi topping keras kepala-ngeyelan-tanpa data serta fakta diwadahi media sosial menjadi pengapungan bahwa "membunuh" seseorang telah menjadi trend kekinian.

Penyebaran hoax kian tinggi lagi ketika momentum pemilu mendekati tanggal eksekusi.
Sadar atau tidak, waras atau gendeng, menyebarkan bahkan merakit hoax telah menggerus hakikat kesucian sebagai makhluk Tuhan.

Mereka dengan lugasnya menanggalkan stigma-untuk beberapa tempo-sebagai individu beragama bersosial demi melacurkan diri dengan imbalan segepok uang atau hanya kepuasan me-underestimate lawan.  

Hoax muncul mirip makhluk astral. Mampu menyusup kedalam individu hingga bertingkah diluar nalar.

Mereka pergi tanpa perlu pertanggungjawaban, yang sial adalah yang kena susupan. Melakukan sharing membabibuta, gelap mata, serakah nirnutrisi data.
Ketika ditangkap aparat baru berteriak,"Kami dizolimi! Hukum tumpul keatas tajam kebawah"

Timbul pertanyaan: Kenapa kita begitu mudahnya mempercayai sebuah hoax, menelan mentah-mentah dan menyebarkan tanpa menelisik darimana sumbernya berasal?
Apakah empati kita telah matang? Kalau BELUM kembalilah ke belakang,

Bagaimana jika kalian atau keluargamu dijadikan bahan hoax kemudian dikibarkan melintasi darat, udara serta lautan? Kuyub penghinaan, makian, agitasi, ujaran kebencian?

Kita senang ketika pihak disana tak mau membalas dan kemudian diartikan bahwa berarti apa yang saya sampaikan valid? Sebegitu gampang klaim tersebut?

Apakah klarifikasi perlu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun