Mohon tunggu...
Romario pangaribuan
Romario pangaribuan Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Warisan Berharga Artidjo di Tengah Gelombang Penduduk Produktif

4 Maret 2021   15:58 Diperbarui: 4 Maret 2021   16:02 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artidjo Alkostar. Gambar diambil pada 1 Oktober 2013 KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Artikel ini dibuat atas kekaguman pribadi dari seorang mantan hakim agung yang baru saja wafat di umur 72 tahun pada tanggal 28 februari 2021.

Artidjo Alksostar bagi banyak orang merupakan sosok yang penuh pro dan kontra karena berbagai keputusannya saat menjadi hakim agung selama 18 tahun. Bagi penulis, dalam beberapa kuliah umum yang di ikuti, Artidjo selalu sukses menciptakan sosok "pamong" dan "pengadil" dalam waktu yang bersamaan. Selain itu, santer terdengar jika Artidjo di ibarakan sebagai hakim dengan urat takut yang sudah putus, sehingga terlihat sangat kebal atas setiap ancaman yang akan mempengaruhi keputusannya sebagai hakim agung.

Secara spesifik, Artidjo juga di sebut terdakwa koruptor sebagai algojo, karena tak dipungkiri lagi jika banyak dari koruptor yang bukannya mendapatkan keringanan ketika mengajukan kasasi atau PK (peninjauan kembali) malah mendapati hukumannya diperberat oleh Mahkamah agung melalui hakim Artidjo. Contoh yang paling segar adalah Anas Urbaningrum yang diVonis 7 tahun penjara, tetapi naik dua kali lipat ketika Artidjo memutus kasasi. Koruptor proyek Wisma Atlet di Hambalang itu divonis 14 tahun penjara subsider satu tahun dan empat bulan kurungan, hukuman uang pengganti sebesar Rp57,5 miliar, serta dicabut hak politik untuk dipilih.

Kasus kematian hakim Syafiuddin Kartasamsimita dan pukulan mental pertama di level eksekutif

Artidjo yang baru saja bergabung menjadi hakim agung di MA tahun 2000-an, tak lama ia disodori perkara mantan presiden Indonesia ke-dua, Soeharto. Hal itu terjadi, lantaran rekan satu profesinya yang saat itu menjadi ketua majelis, Bapak syafiuddin kartasasmita, ditembak mati oleh orang suruhan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.

Kejadian itu, sering kali di hubung-hubungkan oleh masyarakat umum tentang "dendam pribadi" yang memicu mengapa Artidjo sangat tidak suka dengan koruptor. Ya, mungkin jika melihat dari sisi kemanusiaan secara normative, hal itu sah-sah terutama jika di analogikan seperti; Apakah benar tidak ada orang yang dendam, jika rekan satu profesinya dibunuh karena melakukan pekerjaanya; atau Apakah benar ada manusia yang lebih mementingkan kode etik jabatan daripada kehilangan nyawa-nya?

 Menganalogikan sesuatu menurut sudut padang yang diagggap rasional memang sah-sah saja namun perlu juga diketahui bahwa di lain sisi, justru Artidjo dengan gamblang mengatakan kasus Soeharto merupakan tolak ukur paling tinggi di awal karirnya sehingga untuk kasus-kasus sesudahnya dirasa sangat ringan dan mudah untuk ditangani.

Artidjo juga mengatakan sebagaiman di kutip dalam kompas.com bahwa latar belakang-nya sebelum menjadi hakim agung di MA sangat mempengaruhi cara pandang terhadap suatu kasus. Artidjo yang sebelumnya aktif di LBH (Lembaga bantuan hukum) kerap kali terlibat menyelesaikan kasus-kasus yang di alami rakyat miskin karena menurutnya posisi masyarakat begitu lemah untuk mencapai keadilan (access to justice), ekonomi, dan politik.

Bonus demografi dan ancaman pidana kaum produktif

Bonus demografi adalah suatu kondisi dimana jumlah penduduk produktif atau angkatan kerja (usia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk yang tidak produktif (di bawah 5 tahun dan di atas 64 tahun). Tahun 2020 -2030, Indonesia akan memasuki bonusi demografi. Pada rentan waktu tersebut, diperkirakan penduduk usia produktif Indonesia akan mencapai 70 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun