Mohon tunggu...
Romario pangaribuan
Romario pangaribuan Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengenal Adagium Politik: Mother of Hoax

20 April 2019   19:27 Diperbarui: 20 April 2019   20:31 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar di sadur dari: zabou.me

Sebenarnya untuk membahas politik menjadi momok paling mengerikan bagi penulis, kecuali sudah terlampau gemas. Ya, politik dalam negeri selalu hangat untuk di perbincangkan terlebih pasca pemilihan calon Presiden serentak yang dilakukan warga negara Indonesia pada tanggal 17 April lalu. 

Namun sayangnya, saling hardik, saling benci, sampai ancaman people power secara terbuka mewarnai perhelatan pemilihan presiden tahun ini. Dan celakanya lagi, rakyat terus menjadi korban yang diracuni oleh pemikiran-pemikiran politik praktis yang tanpa disadari mulai menyebabkan retaknya nilai-nilai fundamental dalam lapisan bermasyarakat.   

Sejatinya, politik memang meng-halalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan sebagaimana dengan adagium-adagium politik yang sering kali kita dengar di media cetak maupun elektronik.

Secara umum Adagium atau dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) disebut pepatah / peribahasa, adalah sebuah susunan kalimat ringkas padat yang biasanya ditujukan sebagai ungkapan tentang prinsip atau aturan tingkah laku. Namun jika berbicara tentang adagium politik maka definisinya akan menjadi lebih spesifik dan dapat diartikan sebagai peribahasa dalam lingkungan politik.

Adagium politik yang paling sering tedengar dikehidupan social masyarakat indonesia adalah 

"tiada kawan atau lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi,"

 Peribahasa ini seharusnya cukup untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa semua yang terjadi di panggung politik merupakan strategi yang dibangun sedemikian rupa agar para elit politik berhasil meraih tujuan akhirnya yaitu kekuasaan dan kepentingan.

Maka tidak heran, jika elit politik juga harus dipersalahkan atas perpecahan yang terjadi dalam kehidupan social masayarakat saat ini.

Moderninasi dan perubahan strategi politik

Tumbuhnya modernisasi ternyata merubah pola strategi dari politik praktis dalam negeri. Dulu, orang akan turun ke-jalan menyebar poster, flyer, dan berorasi secara berkala jika ingin mengumpulkan kekuatan massa dengan satu ideologi, namun sekarang cukup bersenjatakan keyboard, mouse, dan jaringan internet lalu membuat konten-konten negative yang dapat menjatuhkan lawan politik.

Celakanya, Indonesia adalah salah satu negara dengan pengguna internet yang massif di dunia, sehingga konten-konten negative dapat dengan cepat masuk ke semua lapisan masyarakat tanpa adanya filter terhadap konten-konten tersebut.

Salah satu contohnya adalah bagaimana agama berhasil kembali diseret ke panggung politik melalui media sosial karena tidak mampunya elit-elit politik menciptakan visi dan misi yang benar-benar dibutuhkan masyarakat saat ini. Ternyata, hal ini cukup efektif dalam menarik simpati masyarakat, sehingga partai politik juga dengan mudah medapatkan pendukung dadakan dengan jumlah yang fatastis dengan membalut kepentingan partai dalam busana agama.

Agama di dalam dinamika poltik bukan menjadi hal baru di dunia. Agama yang terus dibalut oleh politik terbukti dengan jelas dapat menghancurkan sebuah negara dan masyarakatnya, sebagaimana yang terjadi di beberapa negara di Kawasan timur tengah yang akhirnya menciptkan gelombang pengungsian besar-besaran ke negara-negara di eropa dan bukan pergi ke negara Arab lainnya yang memiliki situasi politik-ekonomi dalam lebih aman.

HOAX bukan sekedar berita bohong

Adagium politik sendiri menjadi landasan dasar bagi para pemain politik praktis untuk menciptakan HOAX yang disebarkan melalui media sosial dewasa ini, sehingga dengan seketika dapat merubah pandangan seseorang terhadap identitas politik seseorang.

Cara dan metode ini menjadi sangat akrab dalam pemilihan umum calon presiden di tahun ini, karena jumlah generasi millineal cukup signifikan dalam menyumbang suara.  Maka tidak heran, jika HOAX tumbuh besar dan berkembang biak di media sosial.

Menurut KBBI, HOAKS sendiri diartikan sebagai "Berita Bohong" sedangkan dalam Dictionary Cambridge HOAX diartikan sebagai "a plan to deceive someone" atau secara bebas dapat diartikan sebagai rencana untuk menipu seseorang. Dari perbandingan definisi tersebut, ternyata HOAX tidak hanya dimaknai semata-mata sebagai berita bohong saja, namun juga diartikan sebagai tindakan yang disengaja untuk menipu sesorang.  

Jadi dalam sudut pandang adagium politik, HOAX bukan merupakan hal yang tiba-tiba muncul dari unsur ketidaksengajaan, tetapi merupakan salah satu cara atau metode yang dirancang sedemikian rupa untuk menjatuhkan lawan politik.

Siapa yang salah?

Masyarakat tidak dapat disalahkan karena menyerap informasi-informasi tersebar luas. Sudut pandang liar yang membentuk masyarakat dalam melihat politik pun dibangun dari hasil kerja keras elit politik yang tak berhenti menyebarkan HOAX dengan gaya dan konten-konten yang lebih elegan sehingga dapat menyamarkan misi yang dibawanya.

Jadi akan lebih tepat jika mempersalahkan elit politik, yang seharusnya mempunyai tugas besar untuk memberikan Pendidikan poltik bagi masyarakat tetapi kini dengan berani tampil di depan umum tanpa malu, beretorika, dan memasukan unsur-unsur HOAX dalam pidatonya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun